Selasa, 20 Mei 2008

Tubuh Mungil Susan

Gue punya kenalan anak UI fakultas Sastra, namanya Susan.
Anaknya mungil, kulitnya putih bersih dan mulus, maklum anak
keturunan negeri seberang. Sedang gue sendiri kuliah di
fakultas Kedokteran, UI juga .

Suatu waktu, gue jemput Susan dari kuliahnya untuk pulang.
Sesampainya di rumah Susan, dia ngajak gue masuk dulu karena

katanya rumahnya kosong sampai besok siang.
Gue pun masuk dan duduk di sofa ruang tamunya. Setelah menutup
pintu depan, dia masuk kamarnya untuk mandi dan ganti baju.

Nggak lama dia datang dengan baju kaos dan rok pendek sambil
membawa dua minuman dan duduk disamping gue. Buset, gue bisa
mencium harum tubuhnya dengan jelas. Dan terus terang
tiba-tiba gue terangsang dan mulai membayangkan keindahan
tubuh Susan bila tanpa busana. Nggak sadar, gue lama menatap
tubuh segarnya dan membuat Susan bingung.

"Kenapa sih Ben?" tanyanya.

Gue cepat-cepat sadar dari lamunan erotis gue.

"Nggak..., lo keliatan laen dari biasanya."

"Lain apanya Ben..?" sambil menumpangkan salah satu kakinya ke kaki
satunya.

Buset.. itu paha putih banget. Birahi gue pun tambah terangkat.

Pikiran erotis gue mulai bergelora lagi, menghayalkan seandainya

gue bisa meraba-raba kemulusan pahanya.

"Heh..!"katanya sambil tertawa dan menepuk bahu gue, lalu
"Ngeliat apaan hayo, ngeres deh lo!" Gue cuma bisa nyengir aja.

"San, panas ya disini?" sambil gue mengambil saputangan
di kantong celana.

"Iya yah, lo udah mulai keringetan begini."
Tiba-tiba aja dia ngelap keringet di dahi gue pake tisunya.

Dalam keadaan berdekatan kayak gini, gue punya inisiatif untuk
memeluk dan menciumnya. Dan bener deh,...kejadian deh...

Susan sudah berada dalam pelukan gue, dan bibirnya sudah dalam
lumatan bibir gue. Dia sama sekali tidak berontak dan mulai
memejamkan matanya menikmati percumbuan ini. Tangannya
perlahan berganti posisi menjadi memeluk leher gue. Tangan gue
yang tadinya memegang pinggulnya, turun perlahan ke pangkal
pahanya dan akhirnya...

Gue berhasil meraba merasakan betapa mulus dan lembutnya paha Susan.

Gue meraba naik turun sambil sedikit meremasnya. Rasanya rada bangga

juga gue mulai bisa menyentuh bagian tubuhnya yang rada sensitif.

Sedang bibir kami masih saling berpagutan mesra dalam keadaan mata

masih terpejam. Lama-lama gue merasa kurang afdol kalau hanya meraba
bagian pahanya saja.

Tangan gue mulai naik lagi. Sekarang gue kepingin banget
menikmati buah dadanya yang padat. Pikiran gue udah melayang jauh.

Pelan tapi pasti gue mengangkat baju kaosnya untuk gue buka.

Dia nggak nolak, dan setelah gue buka bajunya, kelihatanlah buah
dadanya yang masih terbungkus rapi oleh BHnya.

Gue lumat lagi bibirnya sebentar sambil gue bawa tangan gue ke belakang
tubuhnya. Memeluk, dan akhirnya gue mencari kancing pengait
BHnya untuk gue lepas. Nggak lama terlepaslah BH pembungkus
buah dadanya. Dan mulailah tersembul keindahan buah dadanya
yang putih padat dengan puting kecoklatan diatasnya. Buu..ssee..tt..
benar-benar merupakan tempat untuk berwisata yang paling indah
dengan pemandangan yang menakjubkan di seantero jagat.

Gue bertambah gregetan melihat indahnya buah dada berukuran 34B

yang terawat rapi selama ini.

Akhirnya gue mulai meraba dan meremas-remas salah satu buah
dadanya dan kembali gue lumat bibir mungilnya. Terdengar nafas
Susan mulai tidak teratur. Kadang Susan menghembuskan nafas
dari hidungnya cepat hingga terdengar seperti orang sedang
mendesah. Susan makin membiarkan gue menikmati tubuhnya.
Birahinya sudah hampir tidak tertahankan.

Saat gue rebahkan tubuhnya di sofa dan mulut gue siap melumat
puting susunya, Susan menolak gue sambil mengatakan,

"Ben, jangan disini aah, dikamar gue aja!" ajaknya dan kemudian bangun,
mengambil baju kaos dan BHnya di lantai dan berjalan menuju
kamar tidurnya. Gue ngikutin dari belakang sambil membuka baju
gue sendiri dan melepas kancing celana gue.

Begitu pintu ditutup dan dikunci, gue langsung meluk Susan
yang sudah topless dan kembali melumat bibir mungilnya dan
melanjutkan meraba-raba tubuhnya sambil bersandar di tembok
kamarnya. Lama-lama cumbuan gue mulai beralih ke lehernya yang
jenjang dan menggelitik belakang telinganya. Susan mulai
mendesah pertanda birahinya semakin menjadi-jadi. Saking
gemesnya gue sama tubuh Susan, nggak lama tangan gue turun dan
mulai meraba dan meremas bongkahan pantatnya yang begitu
montoknya. Susan mulai mengerang geli. Terlebih ketika gue
lebih menurunkan cumbuan gue ke daerah dadanya, dan menuju
puncak bukit kembar yang menggelantung di dada Susan.

Dalam posisi agak jongkok dan tangan gue memegang pinggulnya,
gue mulai menggerogoti puting susu Susan satu persatu yang
membuat Susan kadang menggelinjang geli, dan sesekali melenguh
geli. Gue jilat, gigit, emut dan gue isap puting susu Susan,
hingga Susan mulai lemas. Tangannya yang bertumpu pada dinding
kamar mulai mengendor.

Perlahan tangan gue meraba kedua pahanya lagi dan rabaan mulai
naik menuju pangkal pahanya. Dan gue mengaitkan beberapa jari
gue di celana dalamnya dan.. srreet!!! Lepas sudah celana
dalam Susan. Gue raba pantatnya, begitu mulus dan kenyal,
sekenyal buah dadanya. Dan saat rabaan gue yang berikutnya
hampir mencapai daerah selangkangannya..., tiba-tiba,

"Ben, di tempat tidur aja yuk..! Gue capek berdiri nih."

Sebelum membalikkan badannya, Susan memelorotkan rok mininya di
hadapan gue dan tersenyum manis memandang ke arah gue.

Alamak, senyum itu... Bikin gue kepingin cepat-cepat menggumulinya.

Apalagi Susan tersenyum dalam keadaan bugil alias tanpa busana.

Buu..ssset khayalan gue benar-benar jadi kenyataan cing..!

Susan mendekat ke gue sebentar dan tangannya dengan lincah
melepas celana panjang dan celana dalam gue hingga kini bukan
hanya dia saja yang bugil di kamarnya. Batang kemaluan gue
yang tegang mengeras menandakan bahwa gue sudah siap tempur
kapan saja. Tinggal menunggu lampu hijau menyala.

Lalu Susan mengambil tangan gue, menggandeng dan menarik gue
ke ranjangnya. Sesampainya di pinggir ranjang, Susan berbalik
dan mengisyaratkan agar gue tetap berdiri dan kemudian Susan
duduk di sisi ranjangnya.

Oh buu..ssseet, Susan mengulum batang kemaluan gue dengan rakusnya.

Gila mak, lalu dia dengan ganasnya pula menggigit halus, menjilat dan

mengisap batang kemaluan gue tanpa ada jeda sedikit pun.

Kepalanya maju mundur mengisapi kemaluan gue hingga terlihat jelas

betapa kempot pipinya.

Gue berusaha mati-matian menahan ejakulasi gue agar
gue bisa mengimbangi permainannya. Kadang gue meringis nikmat
saat Susan mengeluarkan beberapa jurus pamungkasnya dalam
menyepong. Gila bener... uenakya kagak ketulungan cing..!!

Ada mungkin 15 menit Susan mengisapi batang kemaluan gue, lalu
dia melepas mulutnya dari batang kamaluan gue dan merebahkan
tubuhnya telentang diatas ranjang. Gue ngerti banget maksud
ini cewek. Dia minta gantian gue yang aktif. Segera gue tindih
tubuhnya dan mulai berciuman lagi untuk beberapa lamanya, dan
gue mulai mengalihkan cumbuan ke buah dadanya lagi, kemudian
gue turun lagi mencari sesuatu yang baru di daerah
selangkangannya. Susan mengerti maksud gue. Dia segera
membuka, mengangkangkan kedua pahanya lebar-lebar membiarkan
gue membenamkan muka gue di sekitar bibir vaginanya. Kedua
tangan gue lingkarkan di kedua pahanya dan membuka bibir
vaginanya yang sudah memerah dan basah itu.

Oh... buusset, rupanya sewaktu dia mandi sudah bersihkan dan disabuni

dengan baik sehingga bau vaginanya harum. Ditambah menurut
pengakuannya, bahwa dia tadi meminum ramuan pengharum vagina.
Tanpa ba bi bu lagi, lidah gue julurkan untuk menjilati bibir
vaginanya dan buah kelentit yang tegang menonjol.

Gila mak, Susan menggelinjang hebat. Tubuhnya bergetar hebat.
Desahannya mulai seru. Matanya terpejam merasakan geli dan
nikmatnya tarian lidah gue di liang sanggamanya. Kadang pula
Susan melenguh, merintih, bahkan berteriak kecil menikmati
gelitik lidah gue. Terlebih ketika gue julurkan lidah gue
lebih dalam masuk ke laing vaginanya sambil menggeser-geser ke
kelentitnya. Dan bibir gue melumat bibir vaginanya seperti
orang sedang berciuman. Vaginanya mulai berdenyut hebat,
hidungnya mulai kembang kempis,dan akhirnya..

"Ben.. ohh.. Ben.. udahh.. maaasuukin Ben..!!"

Susan mulai memohon kepada gue untuk segera mengentotinya.

Gue bangun dari daerah selangkangannya dan mulai mengatur posisi diatas
tubuhnya dan menindihnya sambil memasukkan batang kemaluan gue
kedalam lorong vaginanya perlahan. Dan akhirnya gue genjot
vagina Susan yang masih perawan itu secara perlahan dan
jantan. Masih sempit, tapi remasan liangnya membuat gue tambah
penasaran dan ketagihan.

Akhirnya gue sampai pada posisi paling dalam, lalu perlahan
gue tarik lagi. Pelan, dan lama kelamaan gue percepat gerakan
tersebut. Kemudian posisi demi posisi gue coba bareng Susan.

Gue sudah nggak sadar berada dimana. Yang gue tahu semuanya
sangat indah. Rasanya gue seperti melayang terbang tinggi
bersama Susan. Yang gue tahu, terakhir kali tubuh gue dan
tubuh Susan mengejang hebat. Keringat membasahi tubuh gue dan
tubuhnya. Nafas kami sudah saling memburu. Gue ngerasa ada
sesuatu yang memuncrat banyak banget dari batang kemaluan gue
sewaktu barang gue masih di dalam kehangatan liang sanggama
Susan. Habis itu gue nggak tahu apa lagi.

Sebelum gue tertidur gue sempet ngelihat jam. Alamak..! dua
setengah jam. Waktu gue sadar besoknya, Susan masih tertidur
pulas disamping gue, masih tanpa busana dengan tubuh masih
seindah sebelum gue bersenggama dengannya. Sambil
memandanginya, dalam hati gue, gue berkata, "Akhirnya gue bisa
juga ngelampiasin nafsu yang gue pendam selama ini.

Thank's banget "San..., kalo nggak ada lo, gue kagak tau deh
kemana gue bawa nafsu gue ini..." Gue kecup keningnya, lalu
gue segera berpakaian dan siap cabut dari rumah Susan setelah
gue lihat jam di mejanya, mengingatkan gue bahwa sebentar lagi
keluarganya bakal datang. Gue kagak mau konyol kepergok lagi
bugil berduaan bareng dia. Apalagi masih ada noda darah
perawan di sprei tempat tidurnya. Gue bangunin dia dan berkata
bahwa lain kali sebaiknya kita main di villa gue, di Bogor,
aja dengan alasan lebih aman dan bebas.

TAMAT

Video Syuur

Foto Syuur

Download Cerita Disini.

_

Resepsionist Cantik

Aku sekarang berumur 37 tahun dan berprofesi sebagai direktur di sebuah perusahaan swasta. Ayahku adalah pendiri dari grup perusahaan ini yang terdiri dari beberapa perusahaan ini. Sebagai “putera mahkota”, aku sangat disegani oleh para karyawan di kantor, termasuk para direktur dan manager professional lainnya. Mereka, para professional itulah yang sebenarnya banyak memberikan kontribusi pada perusahaan, sedangkan aku hanya santai-santai saja dan sekedar memberi instruksi sana-sini.

Di kantor, aku terkenal sebagai seorang playboy. Sebenarnya bukan di kantor saja tetapi sejak SMA dulu. Ditunjang dengan perawakan yang ganteng (kata orang-orang nih) dan berbadan atletis (aku masih keturunan indo dari pihak ibu), juga dukungan financial yang melimpah, tak sulit untuk mendapatkan wanita cantik untuk aku ajak tidur. Seperti kemarin dulu, ketika aku sedang jalan-jalan di mall saat waktu kerja (maklum boss he.. He..) aku menjumpai dua cewek ABG. Mereka baru duduk di bangku SMA, terlihat dari seragam yang mereka kenakan.

Setelah aku ajak makan dan shopping, tak lama mereka sudah melenguh-lenguh aku setubuhi di hotel yang berdampingan letaknya dengan mall itu. Aku sangat puas menikmati tubuh muda dua ABG itu. Mereka masih agak lugu dalam melayaniku, tampak dari cara mereka mengulum kemaluanku yang masih ragu-ragu. Mereka beralasan karena ukurannya terlalu besar sehingga tidak muat di mulut mereka yang mungil, tetapi setelah aku paksa mereka melakukannya juga. Kemudian dari jeritan dan erangan saat aku penetrasi vagina mereka yang sempit, aku berkesimpulan mereka masih jarang melakukan hal ini.

Sedangkan di kantor, aku sering mengajak sekretarisku untuk sekedar bobo siang sehabis makan siang. Lia, sekretarisku itu adalah lulusan D3 dari akademi sekretaris terkenal di Jakarta. Berbody sexy, dengan kulit putih dan berwajah cantik. Dia sudah bertunangan dengan temannya sejak SMA (cinta pertama katanya). Aku kadang kasihan dengan tunangannya itu, yang setiap hari menjemput saat pulang kantor, karena aku telah sering mereguk kenikmatan birahi dari kekasihnya. Bahkan pernah saat dia sedang menunggu di lobby, aku sedang asyik menikmati Lia di dalam kantorku.

Hari ini aku pergi ke kantorku yang terletak di kawasan Kuningan agak siang, karena habis nonton pertandingan piala eropa tadi pagi. Dengan mata yang masih agak mengantuk, aku memasuki lobby kantorku yang terletak di lantai 25.

“Selamat pagi Pak Robert”
“Pagi”

Aku lihat ke arah si penyapa, ternyata dia adalah Noni, receptionist yang sedang tersenyum manis. Noni ini sudah lama aku incar sejak lama, dan berbeda dengan gadis lain yang gampang jatuh ke dalam pelukanku, dia dengan halus selalu menolak jika aku ajak bahkan sekedar makan siang berdua saja. Memang tampaknya dia adalah gadis baik-baik.

Berumur masih 18 tahun, baru lulus SMA dan sedang mengumpulkan biaya untuk kuliah, dia tampak begitu menggemaskan. Gairah gadis muda dengan wajah yang manis, dan tubuh yang proporsional, meskipun masih kalah sexy dari Lia, tapi wajahnya yang imut-imut itu yang mengusik hasrat kelelakianku. Memang aku sangat suka menikmati gadis ABG seperti dia, terutama yang masih belum banyak pengalaman sexnya.

Sampai di ruanganku, Pak Johan tak lama menemuiku untuk membicarakan mengenai proposal proyek yang sedang ia siapkan. Aku tak bisa konsentrasi dalam mendengarkan uraiannya, karena aku masih memikirkan si Noni ABG cantik resepsionisku itu.

“Pak Johan, bagaimana kalau kita bicarakan besok saja, saya sedang agak nggak enak badan nih”
“Oh.. Baik Pak.. Maaf kalau saya mengganggu bapak..”

Beres sudah. Si Johan sudah aku singkirkan. Dalam hatiku aku berpikir yach atur sajalah proposalnya.. Pokoknya kalau nggak gol.. Tinggal aku pecat saja dia he.. He..

Kembali lagi entah mengapa pikiranku kembali ke Noni. Aku harus mengatur rencana agar aku bisa menikmatinya nanti. Segera aku panggil Lia sekretarisku untuk membawa file Noni dari HRD.

“Ini Pak.. Filenya” Lia menyerahkan file yang kuminta.
Ada lagi yang diperlukan Pak?”
“Kamu suruh Noni menghadap nanti setelah jam kantor selesai” jawabku.

Lia tampak cemburu karena dalam hati dia sudah tahu apa yang akan terjadi nanti. Well, too bad Lia.., walaupun kamu cantik, tapi hari ini aku sedang ingin yang lain. Mungkin besok giliran kamu lagi, kataku dalam hati. Tak sabar aku menunggu jam kantor selesai. Sekitar jan 17.30, terdengar ketukan di pintuku.

“Masuk”
“Selamat sore Pak..” Noni menyapaku dengan penuh hormat.
“Oh.. Noni ayo masuk.. Silakan duduk”

Nonipun duduk di depanku. Tampak dia agak ketakutan aku panggil. Tapi itu tidak mengurangi kecantikannya, dengan blazer coklat yang menutupi baju dalamnya yang tidak bisa menutupi sembulan dadanya yang segar. Roknyapun agak mini sehingga pahanya yang putih tampak menanti untuk aku jamah.

Ada apa Pakk..” tanyanya agak gugup. Ha.. Ha.. Dia sudah agak terintimidasi nih, pikirku.
“Begini Noni.., karena performance perusahan kita kurang memuaskan akhir-akhir ini, sehingga kita perlu melakukan rasionalisasi karyawan” aku berkata sambil menatap matanya yang mulai tampak kemerahan menahan air mata. Dia sudah merasa akan bahwa dia termasuk yang akan di PHK.
“Kamu termasuk yang harus kita PHK. Jadi kamu bisa mengurus pesangon kamu di HRD besok pagi. Maaf ya Noni..” kataku sambil berharap siasatku ini akan berhasil.
“Tapi Pak..” jawab Noni sambil mulai terisak-isak.
“Saya kan tidak berbuat salah apa-apa. ”

Dalam hatiku aku tertawa mendengarnya. Tidak punya salah? Setelah menggoda kelelakianku begitu lama dan selalu menolak rayuanku? Ha.. Ha.. Salah besar kamu Noni..

“Saya juga harus membantu ibu saya yang sedang sakit Pakk.. Tolong saya Pak Robert.. Saya perlu uang untuk operasi Ibu..”, dia sudah semakin terisak-isak di depanku.

Melihat gadis cantik tak berdaya seperti ini, nafsuku semakin bergolak.. Aku ambil tisu di meja kerjaku dan aku pindah duduk di sebelahnya sambil memberikan tisu itu padanya.

“Sudahlah jangan menangis..” kataku sambil mengelus-elus pundaknya.
“Tapi Pak.. Saya tolong jangan dipecat Pak.. Tolong..” katanya sambil menyeka air matanya.
“Yach.. Noni saya bisa saja membantu kamu, tapi kamu juga harus membantu saya”
“Bantu apa Pak.. ”

Wah ini sih pertanyaan retoris pikirku. Aku yang duduk disebelahnya langsung meraba pahanya sambil menciumi pipinya yang masih agak basah karena air mata itu.

“Jangan Pak..” katanya sambil menghindar.
“Ya sudah kalau tidak mau dibantu” jawabku agak kesal karena menahan nafsuku yang sudah tak tertahankan. Noni masih duduk diam terpaku sambil meremas-remas kertas tisu.
“Ya sudah Noni.. Pergi sana” aku mengusir dia. Semoga saja Lia belum pulang sehingga aku bisa menyalurkan hasratku ini. Noni masih diam. Aku kembali merengkuh pundaknya sambil menciumi pipinya. Kali ini dia tidak menghindar. Berhasil.. Aku bersorak kegirangan dalam hati.
“Tapi jangan bilang siapa-siapa ya Pak.. Soalnya saya sudah punya pacar”
“Tentu saja sayang..” kataku sambil meremas rambutnya, dan menariknya sehingga wajahnya tepat berada di depan wajahku.

Langsung aku cium dan kulum bibirnya yang tipis merekah itu.. Sementara tanganku telah membuka blazernya sehingga pundaknya yang mulus telah terpampang didepanku. Aku ciumi pundaknya yang mulus dan tali BHnya pun aku gigiti gemas. Sementara tanganku sibuk meraba dan meremas pahanya yang putih bersih itu. Tak tahan aku untuk tidak menikmati buah dadanya yang membusung itu. Aku ciumi dadanya yang masih terbungkus baju dalamnya.

“Emmhh.. Emhh” Noni mulai mengerang menahan nikmat yang mulai dia rasakan.

Tangankupun dengan terampil membuka baju dalamnya sehingga dia tinggal mengenakan BH yang kelihatannya terlalu kecil untuk menampung buah dadanya yang besar itu. Aku ciumi dadanya kemudian aku turunkan cup BHnya sehingga buah dadanya mencuat keluar. Oh.. My god.. Indah sekali buah dada Noni ini. Putingnya kecil berwarna merah muda, yang sudah mengeras. Buah dadanyapun kencang dan kenyal seperti halnya buah dada gadis muda belia seperti dirinya. Langsung aku kulum dan jilat putingnya, sambil tanganku meraba pahanya sampai ke celana dalamnya.

“Ohh.. Pak.. Jangan Pak..” Noni mengerang..

Jangan? Dalam hatiku aku tertawa geli. Mulutnya berkata jangan tapi reaksi tubuhnya berkata lain. Mungkin jangan berhenti maksudnya? Tanganku sudah mengelus-elus kemaluannya yang sudah basah oleh cairan nikmatnya.

“Ayo sayang kita pindah ke sofa” ajakku.
“Jangan Pak..”
“Ayo..!!” perintahku sambil menarik tangannya.

Sebelum dia duduk, aku cium dahulu dia sambil melepas baju dalam dan rok mininya. Tampak dia cantik sekali dengan hanya berpakian dalam begitu. Apalagi buah dadanya sudah mencuat keluar dari BH hitam yang dikenakannya.

“Ayo duduk” perintahku.

Dia duduk di depanku sehingga wajahnya tepat berada di depan kemaluanku. Dengan cepat aku membuka semua pakaianku sehingga tinggal mengenakan celana dalam saja.

“Cepat cium” kataku sambil menyorongkan kemaluanku yang masih terbungkus celana dalam itu padanya.

Nonipun sudah tampak pasrah dan dia mulai menciumi kemaluanku. Tak tahan, aku suruh dia membuka celana dalamku itu sehingga kemaluanku yang sepanjang 20cm dan seukuran hampir sama dengan pergelangan tangannya melonjak keluar. Noni tampak kaget sehingga agak menjerit tertahan melihat ukuranku itu.

“Kenapa sayang”
“Ihh Pak.. Besar sekali.. Noni takut Pak..”
“Nggak apa.. Ayo diisap” perintahku.
“Ampun Pak.. Jangan Pak.. Nggak muat Pak..”
“Ayo cepat” kataku sambil meremas rambutnya dan mendorong kemaluanku sehingga menyentuh bibirnya.

Aku memang paling kesal dengan karyawanku yang belum apa-apa sudah bilang nggak bisa padahal belum mencoba. Entah dalam pekerjaan kantor sehari-hari atau dalam hal Noni ini untuk memuaskan kejantananku. Nonipun membuka bibirnya dan mulai menjilati kepala kemaluanku. Tangannyapun mulai mengocok kemaluanku sambil kadang-kadang membelai buah zakarku. Rupanya dia sudah merasa percuma saja menolak sehingga lebih baik menikmati saja aktivitas kita ini.

Kemudian dia sudah mengulum kemaluanku. Akupun berdiri berkacak pinggang didepannya, sementara dia sibuk memberikan kehangatan mulutnya pada bos besarnya ini. Kadang-kadang aku meremas rambutnya yang berjepit rambut berbentuk hati berwarna merah muda sehingga menambah kecantikan kemudaannya.

“Ayo lebih dalam”, kataku sambil berkacak pinggang memberi perintah.

Tampak Noni bersusah payah mengulum kemaluanku walaupun tampaknya baru setengah yang bisa dia masukkan kemulutnya yang mungil. Akupun tak sabar, lalu aku dekap kepalanya dengan kedua tanganku, dan aku maju mundurkan kemaluanku di mulutnya. Terasa sesak tapi sangat nikmat menjalar tubuhku.

“Hmmhh.. Mulutmu enak Noni.. Yach ayo terus hisap.. Pintar.. Good girl..”, erangku menahan nikmat duniawi.

Setelah kurang lebih 15 menit menikmati hisapan dan kuluman Noni si gadis lugu ini, aku duduk di sofa dan memerintahkan dia untuk menaiki tubuhku. Aku sibakkan celana dalam hitamnya sehingga vaginanya yang sempit itu telah siap untuk menelan kemaluanku.

“Ahh.. Ampun Pak.. Sakit..”, erangnya ketika kemaluanku mulai menerobos bibir vaginanya.

Aku tak mempedulikan erangan minta ampunya dan langsung menyodokkan kemaluanku sambil menggoyang-goyangkannya ke kanan dan kekiri. Masuknya agak susah sehingga setelah sedikit aku sodokkan aku goyangkan dulu, baru bisa aku sodokkan sedikit lagi ke dalam. Sementara itu mulutku sibuk menikmati buah dada belianya.

“Pak.. Ampun Pak.. Ahh..” erangannya terdengar makin keras.

Kemaluanku kini sudah 3/4 yang masuk dalam vaginanya. Kemudian aku pegang pantatnya yang sexy itu dan aku kocok keluar masuk kemaluanku dalam lubang surgawinya.

“Pak.. Sudah Pak.. Ampun Pak.. Noni hampir sampai..”

Aku semakin cepat menggenjot Noni, sampai akhirnya dia menjerit tertahan karena mulutnya menggigit tangannya sendiri. Mungkin dia malu untuk menjerit terlalu keras saat orgasme. Memang dia pada dasarnya adalah gadis yang sopan dan baik. Aku belum puas menikmatinya, lalu aku suruh dia menungging di sofa dan aku setubuhi dia dari belakang.

“Pak.. Pak.. Jangan Pak.. Noni sudah capai Pak..” katanya sambil merintih.

Aku terus genjot dilakang sambil sesekali aku jambak rambutnya sehingga kepalanya terdongak kebelakang, sehingga aku bisa menciumi wajahnya yang imut itu. Tanganku pun tidak ketinggalan meremas buah dadanya yang besar dan bergoyang saat aku setubuhi kemaluannya dengan gaya doggy-style itu.

Saat aku sedang asyik menggenjot Noni.., tiba-tiba Lia masuk ruanganku. Rupanya aku lupa mengunci ruanganku tadi.

Ada apa Lia..?” tanyaku sambil tersenyum sambil terus menyetubuhi Noni.

Nonipun sudah kembali terangsang dan tidak memperdulikan kehadiran Lia. Dia tetap mengerang tertahan sehingga menambah suasana mesum di ruangan itu.

“Ini Pak.. Saya perlu tanda tangan Bapak” jawab Lia sambil merengut cemburu.

Tampak dia memang sengaja ingin melihat aku mengerjai Noni, sehingga bekerja lembur.

“Maaf.. Pak kalau mengganggu..” katanya masih dengan nada cemburu.

Aku ambil surat dari tangannya dan langsung aku tandatangani sambil terus menggenjot Noni.

“Nih.. Udah jangan ganggu saya lagi.. Kamu nggak liat saya sedang sibuk?” kataku dengan suara agak marah.
“Kamu liat khan saya sedang beri training si Noni ini supaya pintar..” kataku sambil menarik rambut Noni sehingga wajahnya menghadap ke Lia.
“Udah pergi sana.. Nanti kalau giliranmu ditraining saya akan panggil OK” kataku sambil tersenyum padanya.

Tampak wajah Lia memerah menahan nafsu melihat adegan persetubuhanku dengan Noni.

“Baik Pak..” jawabnya sambil keluar ruangan.

Tetapi setelah keluar ruangan dia tampak mengintip dari balik vertical blind jendela ruanganku. Ha.. Ha mungkin dia penasaran dan bernafsu sekali melihatku mengerjai Noni. Sementara itu aku balikkan tubuh Noni di sofa dan langsung aku genjot lagi dari depan.

“Aahh.. Pak.. Ampun Pak.. Noni hampir sampai lagi..” erangnya.

Aku cium dia saat dia mencapai orgasmenya yang kedua. Sementara itu akupun sudah merasa akan mencapai puncak. Kucabut kemaluanku dari vagina Noni, dan aku suruh dia kulum dan isap lagi. Aku lirik ke vertical blind dan ternyata masih ada bayangan Lia di sana. Aku ingin dia melihat aku ejakulasi di mulut dan wajah Noni resepsionis yang cantik ini.

“Ayo isap terus Noni.. Kamu luar biasa.. Pintar sekali..” kataku memuji kerja kerasnya.

Aku melihat ke vertical blind sambil tersenyum, tak lupa menyibakkan rambut Noni sehingga Lia dapat melihat dengan jelas saat aku ejakulasi nanti.

“Ahh.. Ohh.. Ohh.. You little slut..” erangku saat cairan ejakulasiku keluar membasahi wajah dan mulut Noni.
“Ayo bersihkan.. Isap sampai bersih..” perintahku.

Nonipun terpaksa menjilati bekas cairan sperma dari kemaluanku. Setelah bersih, kamipun masing-masing mengenakan pakaian kami kembali, dan Noni mengambil tisu untuk menyeka bekas sperma dari wajahnya.

“Maaf Pak.. Terus bagaimana dengan nasib saya..” tanyanya memelas.
“Yach.. Kamu bisa terus bekerja di sini asalkan kamu mau memuaskan saya seperti tadi.. OK?” jawabku.
“Baik Pak.. Terimakasih Pak..”

Ha.. Ha.. Memang enak menjadi bos besar.. Sudah habis-habisan menggenjot gadis muda, masih diberi ucapan terimakasih lagi..

“Ya sudah kamu bisa pulang sekarang” kataku sambil mengemasi barang-barangku juga.

Kamipun keluar dari ruanganku, dan aku lihat meja Lia sudah kosong mungkin sudah pulang tidak tahan melihat adegan live-show aku dan Noni. Sampai di lobby aku bertemu dengan pacar Noni yang ternyata sudah menunggunya untuk mengantar pulang.

“Selamat sore Pak” sapanya penuh hormat.
“Ini Budiman Pak.. Pacar saya” Noni mengenalkanku pada pacarnya.
“Dan ini Pak Robert.. Direktur perusahaan ini”
“Oh ya.. Sori ya lama nunggu tadi?” tanyaku sambil tersenyum. Noni tampak menunduk malu.
“Nggak apa kok Pak” kata Budiman.
“Yach tadi saya harus memberikan sedikit training pada Noni untuk meningkatkan produktivitasnya di perusahaan ini” kataku menjelaskan.
“Ternyata dia pintar.. Kamu beruntung lho punya pacar cantik dan pintar seperti dia” kataku.
“Oh iya Pak terimakasih Pak..” Budiman berkata senang dan penuh hormat.

Ha.. Ha.. Aku tertawa dalam hati.. Noni terdiam saja tersipu mendengar pujianku di depan pacarnya tersayang itu. Akupun menaiki lift untuk menuju gedung parkir. Setelah itu aku langsung tancap gas Mercy silver metalikku untuk segera sampai di rumah untuk tidur karena badanku sudah pegal-pegal habis menyetubuhi Noni tadi. Kusetel lagu Al Jarreau, sambil berdesah puas. Sukses rencanaku hari ini. Noni sudah takluk di tanganku.

Sekeluar dari komplek gedung perkantoranku, tiba di lampu merah, aku melihat Budiman sedang menggonceng Noni dengan motor bututnya. Noni melihat ke arahku sambil tersenyum malu. Akupun tersenyum padanya sambil berharap semoga aku tidak cepat bosan menikmati tubuhnya, sehingga dia tak perlu aku pecat untuk aku ganti dengan yang baru.

TAMAT

Video Syuur

Foto Syuur

Download Cerita Disini.

Reni Gadis Karaoke

Istri sudah punya. Anak juga sudah sepasang. Rumah, meskipun
cuma rumah BTN juga sudah punya. Mobil juga meski kreditan
sudah punya. Mau apalagi? Pada awalnya aku cuma iseng-iseng
saja. Lama-lama jadi keterusan juga. Dan itu semua karena
makan buah terlarang.

Kehidupan rumah tanggaku sebetulnya sangat bahagia. Istriku
cantik, seksi dan selalu menggairahkan. Dari perkawinan kami
kini telah terlahir seorang anak laki-laki berusia delapan
tahun dan seorang anak cantik berusia tiga tahun, aku cuma
pegawai negeri yang kebetulan ounya kedudukan dan jabatan yang
lumayan.

Tapi hampir saja biduk rumah tanggaku dihantam badai. Dam
memang semua ini bisa terjadi karena keisenganku, bermain-main
api hingga hampir saja menghanguskan mahligai rumah tanggaku
yang damai. Aku sendiri tidak menyangka kalau bisa menjadi
keterusan begitu.

Awalnya aku cuma iseng-iseng main kesebuah klub karaoke. Tidak
disangka disana banyak juga gadis-gadis cantik berusia remaja.
Tingkah laku mereka sangat menggoda. Dan mereka memang sengaja
datang kesana untuk mencari kesenangan. Tapi tidak sedikit
yang sengaja mencari laki-laki hidung belang.

Terus terang waktu itu aku sebenarnya tertarik dengan salah
seorang gadis disana. Wajahnya cantik, Tubuhnya juga padat dan
sintal, Kulitnya kuning langsat. Dan aku memperkirakan umurnya
tidak lebih dari delapan belas tahun. Aku ingin mendekatinya,
tapi ada keraguan dalam hati. Aku hanya memandanginya saja
sambil menikmati minuman ringan, dan mendengarkan lagu-lagu
yang dilantunkan pengunjung secara bergantian.

Tapi sungguh tidak diduga sama sekali ternaya gadis itu tahu
kalau aku sedari tadi memperhatikannya. Sambil tersenyum dia
menghampiriku, dan langsung saja duduk disampingku. Bahkan
tanpa malu-malu lagi meletakkan tangannya diatas pahaku. Tentu
saja aku sangat terkejut dengan keberaniannyayang kuanggap
luar biasa ini.

"Sendirian aja nih .. Omm..," sapanya dengan senyuman
menggoda.

"Eh, iya..," sahutku agak tergagap.

"Perlu teman nggak..?" dia langsung menawarkan diri.

Aku tidak bisa langsung menjawab. Sunnguh mati, aku benar-benar
tidak tahu kalu gadis muda belia ini sungguh pandai merayu.
Sehingga aku tidak sanggup lagi ketika dia minta ditraktir
minum. Meskipun baru beberapa saat kenal, tapi sikapnya sudah
begitu manja. Bahkan seakan dia sudah lama mengenalku. Padahal
baru malam ini aku datang ke klub karaoke ini dan bertemu
dengannya.

Semula aku memang canggung, Tapi lama-kelamaan jadi biasa
juga. Bahkan aku mulai berani meraba-raba dan meremas-remas
pahanya. Memang dia mengenakan rok yang cukup pendek, sehingga
sebagian pahanya jadi terbuka.

Hampir tengah malam aku baru pulang. Sebenarnya aku tidak
biasa pulang sampai larut malam begini. Tapi istriku tidak
rewel dan tidak banyak bertanya. Sepanjang malam aku tidak
bisa tidur. Wajah gadis itu masih terus membayang dipelupuk
mata. Senyumnya, dan kemanjaannya membuatku jadi seperti
kembali kemasa remaja.

Esoknya Aku datang lagi ke klub karaoke itu, dan ternyata
gadis itu juga datang kesana. Pertemuan kedua ini sudah tidak
membuatku canggung lagi. Bahkan kini aku sudah berani mencium
pipinya. Malam itu akau benar-benar lupa pada anak dan istri
dirumah. Aku bersenang-senang dengan gadis yang sebaya dengan
adikku. Kali ini aku justru pulang menjelang subuh.

Mungkin karena istriku tidak pernah bertanya, dan juga tidak
rewel. Aku jadi keranjingan pergi ke klub karaoke itu. Dan
setiap kali datang, selalu saja gadis itu yang menemaniku. Dia
menyebut namanya Reni. Entah benar atau tidak, aku sendiri
tidak peduli. Tapi malam itu tidak seperti biasanya. Reni
mengajakku keluar meninggalkan klub karaoke. Aku menurut saja,
dan berputar-putar mengelilingi kota jakarta dengan kijang
kreditan yang belum lunas.

Entah kenapa, tiba-tiba aku punya pikiran untuk membawa gadis
ini kesebuah penginapan. Sungguh aku tidak menyangka sama
sekali ternyata Reni tidak menolak ketika aku mampir dihalaman
depan sebuah losmen. Dan dia juga tidak mnolak ketika aku
membawanya masuk kesebuah kamar yang telah kupesan.

Jari-jariku langsung bergerak aktif menelusuri setiap lekuk
tubuhnya. Bahkan wajahnya dan lehernya kuhujani dengan
ciuman-ciuman yang membangkitkan gairah. Aku mendengar dia
mendesah kecil dan merintih tertahan.Aku tahu kalau Reni sudah
mulai dihinggapi kobaran api gairah asmara yang membara.

Perlahan aku membaringkan tubuhnya diatas ranjang dan satu
persatu aku melucuti pakaian yang dikenakan Reni, hingga tanpa
busana sama sekali yang melekat ditubuh Reni yang padat
berisi. Reni mendesis dan merintih pelan saat ujung lidahku
yang basah dan hangat mulai bermain dan menggelitik puting
payudaranya. Sekujur tubuhnya langsung bergetar hebat saat
ujung jariku mulai menyentuh bagian tubuhnya yang paling rawan
dan sensitif. Jari-jemariku bermain-main dipinggiran daerah
rawan itu. Tapi itu sudah cukup membuat Reni menggerinjing dan
semakin bergairah.

Tergesa-gesa aku menanggalkan seluruh pakaian yang kukenakan,
dan menuntun tangan gadis itu kearah batang penisku. Entah
kenapa, tiba-tiba Reni menatap wajahku, saat jari-jari
tangannya menggenggam batang penis kebangganku ini, Tapi hanya
sebentar saja dia menggenggam penisku dan kemudian
melepaskannya. Bahkan dia melipat pahanya yang indah untuk
menutupi keindahan pagarayu-nya.

"Jangan, Omm..., " desah Reni tertahan, ketika aku mencoba
untuk membuka kembali lipatan pahanya.

"Kenapa?" tanyaku sambil menciumi bagian belakang telinganya.

"Aku.. hmm, aku..." Reni tidak bisa meneruskan kata-katanya.
Dia malah menggigit bahuku, tidak sanggup untuk menahan gairah
yang semakin besar menguasai seluruh bagian tubuhnya. Saat itu
Reni kemudian tidak bisa lagi menolak dan melawan gairahnya
sendiri, sehingga dikit demi sedikit lipatan pahanya yang
menutupi vaginanya mulai sedikit-demi sedikit terkuak, dan aku
kemudian merenggangkannya kedua belah pahanya yang putih mulus
itu sehingga aku bisa puas-puas menikmati keindahan bentuk
vagina gadis muda ini yang mulai tampak merekah.

Dan matanya langsung terpejam saat merasakan sesuatu benda
yang keras, panas dan berdenyut-denyut mulai menyeruak
memasuki liang vaginanya yang mulai membasah. Dia
menggeliat-geliat sehingga membuat batang penisku jadi sulit
untuk menembus lubang vaginanya. Tapi aku tidak kehilangan
akal. Aku memeluk tubuhnya dengan erat sehingga Reni saat itu
tidak bisa leluasa menggerak-gerakan lagi tubuhnya. Saat itu
juga aku menekan pinggulku dengan kuat sekali agar seranganku
tidak gagal lagi.

Berhasil!, begitu kepala penisku memasuki liang vagina Reni
yang sempit, aku langsung menghentakan pinggulku kedepan
sehingga batang penisku melesak kedalam liang vagina Reni
dengan seutuhnya, seketika itu juga Reni memekik tertahan
sambil menyembunyikan wajahnya dibahuku, Seluruh urat-urat
syarafnya langsung mengejang kaku. Dan keringat langsung
bercucuran membasahi tubuhnya. Saat itu aku juga sangat
tersentak kaget, aku merasakan bahwa batang penisku seakan
merobek sesuatu didalam vagina Reni, dan ini pernah kurasakan
pula pada malam pertamaku, saat aku mengambil kegadisan dari
istriku. Aku hampir tidak percaya bahwa malam ini aku juga
mengambil keperawan dari gadis yang begitu aku sukai ini. Dan
aku seolah masih tidak percaya bahwa Reni ternyata masih
perawan.

Aku bisa mengetahui ketika kuraba pada bagian pangkal pahanya,
terdapat cairan kental yang hangat dan berwarna merah. Aku
benar-benar terkejut saat itu, dan tidak menyangka sama sekali,
Reni tidak pernah mengatakannya sejak semula. Tapi itu semua
sudah terjadi. Dan rasa terkejutku seketika lenyap oleh
desakan gairah membara yang begitu berkobar-kobar.

Aku mulai menggerak-gerakan tubuhku, agar penisku dapat
bermain-main didalam lubang vagina Reni yang masih begitu
rapat dan kenyal, Sementara Reni sudah mulai tampak tidak
kesakitan dan sesekali tampak diwajahnya dia sudah bisa mulai
merasakan kenikmatan dari gerakan-gerakan maju mundur penisku
seakan membawanya ke batas ujung dunia tak bertepi.

Malam itu juga Reni menyerahkan keperawannya padaku tanpa ada
unsur paksaan. Meskipun dia kemudian menangis setelah semuanya
terjadi, Dan aku sendiri merasa menyesal karena aku tidak
mungkin mengembalikan keperawanannya. Aku memandangi
bercak-bercak darah yang mengotori sprei sambil memeluk tubuh
Reni yang masih polos dan sesekali masih terdengar isak
tangisnya.

"Maafkan aku, Ren. Aku tidak tahu kalau kamu masih perawan.
Seharusnya kamu bilang sejak semula...," kataku mencoba
menghibur.

Reni hanya diam saja. Dia melepaskan pelukanku dan turun dari
pembaringan. Dia melangkah gontai kekamar mandi. Sebentar saja
sudah terdengar suara air yang menghantam lantai didalam kamar
mandi. Sedangkan aku masih duduk diranjang ini, bersandar pada
kepala pembaringan.

Aku menunggu sampai Reni keluar dari kamar mandi dengan tubuh
terlilit handuk dan rambut yang basah. Aku terus memandanginya
dengan berbagai perasaan berkecamuk didalam dada. Bagaimanapun
aku sudah merenggut kegadisannya. Dan itu terjadi tanpa dapat
dicegah kembali. Reni duduk disisi pembaringan sambil
mengeringkan rambutnya dengan handuk lain.

Aku memeluk pinggangnya, dan menciumi punggungnya yang putih
dan halus. Reni menggeliat sedikit, tapi tidk menolak ketika
aku membawanya kembali berbaring diatas ranjang. Gairahku
kembali bangkit saat handuk yang melilit tubuhnya terlepas dan
terbentang pemandangan yang begitu menggairahkan datang dari
keindahan kedua belah payudaranya yang kencang dan montok,
serta keindahan dari bulu-bulu halus tipis yang menghiasi
disekitar vaginanya.

Dan secepat kilat aku kembali menghujani tubunya dengan
kecupan-kecupan yang membangkitkan gairahnya. Reni merintih
tertahan, menahan gejolak gairahnya yang mendadak saja terusik
kembali.

"Pelan-pelan, Omm. Perih....," rintih Reni tertahan, saat aku
mulai kembali mendobrak benteng pagarayunya untuk yang kedua
kalinya. Renny menyeringai dan merintih tertahan sambil
mengigit-gigit bibirnya sendiri, saat aku sudah mulai
menggerak-gerakan pinggulku dengan irama yang tetap dan
teratur.

Perlahan tapi pasti, Reni mulai mengimbangi gerakan tubuhku.
Sementara gerakan-gerakan yang kulakukan semakin liar dan tak
terkendali. Beberapa kali Reni memekik tertahan dengan tubuh
terguncang dan menggeletar bagai tersengat kenikmatan klimaks
ribuan volt. Kali ini Reni mencapai puncak orgasme yang
mungkin pertama kali baru dirasakannya. Tubuhnya langsung
lunglai dipembaringan, dan aku merasakan denyutan-denyutan
lembut dari dalam vaginanya, merasakan kenikmatan
denyut-denyut vagina Reni, membuat aku hilang kontrol dan
tidak mampu menahan lagi permainan ini.. hingga akhirnya aku
merasakan kejatan-kejatan hebat disertai kenikmatan luar biasa
saat cairan spermaku muncrat berhamburan didalam liang vagina
Renny. Akupun akhirnya rebah tak bertenaga dan tidur
berpelukan dengan Reni malam itu.

TAMAT

Video Syuur

Foto Syuur

Download Cerita Disini.

Pak RT yang Nakal

Pak Vito adalah ketua RT di daerah tempat aku tinggal. Ia sering datang ke rumahku untuk keperluan menagih iuran daerah dan biaya air ledeng. Dia adalah seorang pria berusia sekitar 50 tahunan dan mempunyai dua istri. Benar kata orang bahwa dia ini seorang bandot tua, buktinya ketika di rumahku kalau aku lewat di depannya, seringkali matanya jelalatan menatap padaku seolah-olah matanya tembus pandang ke balik pakaianku. Bagiku sih tidak apa-apa, aku malah senang kalau tubuhku dikagumi laki-laki, terkadang aku memakai baju rumah yang seksi kalau lewat di depannya. Aku yakin di dalam pikirannya pasti penuh hal-hal yang jorok tentangku.

Pada suatu hari aku sedang di rumah sendirian. Aku sedang melakukan fitness untuk menjaga bentuk dan stamina tubuhku di ruang belakang rumahku yang tersedia beberapa peralatan fitness. Aku memakai pakaian yang enak dipakai dan menyerap keringat berupa sebuah kaus tanpa lengan dengan belahan dada rendah sehingga buah dadaku yang montok itu agak tersembul keluar terutama kalau sedang menunduk apalagi saat itu aku tidak memakai BH, juga sebuah celana pendek ketat merk 'Nike' yang mencetak pantatku yang padat berisi. Waktu aku sedang melatih pahaku dengan sepeda fitness, tiba-tiba terdengar bel berbunyi, segera saja kuambil handuk kecil dan mengelap keringatku sambil berjalan ke arah pintu. Kulihat dari jendela, ternyata Pak Vito yang datang, pasti dia mau menagih biaya ledeng, yang dititipkan ayah padaku tadi pagi.

Kubukakan pagar dan kupersilakan dia masuk.

"Silakan Pak duduk dulu ya, sambil nunggu saya ambil uangnya" senyumku dengan ramah sambil mempersilakannya duduk di ruang tengah.

"Kok sepi sekali Dik, kemana yang lain?"

"Papa hari ini pulangnya malam, tapi uangnya udah dititip ke saya kok, Mama juga lagi arisan sama teman-temannya".

Seperti biasa matanya selalu saja menatapi tubuhku, terutama bagian dadaku yang agak terlihat itu. Aku juga sadar kalau dadaku sempat diintip olehnya waktu menunduk untuk menaruh segelas teh untuknya.

"Minum Pak", tawarku lalu aku duduk di depannya dengan menyilangkan kaki kananku sehingga pahaku yang jenjang dan putih itu makin terlihat.

Nuansa mesum mulai terasa di ruang tamuku yang nyaman itu. Dia menanyaiku sekitar masalah anak muda, seperti kuliah, hoby, keluarga, dan lain-lain, tapi matanya terus menelanjangiku.

"Dik Citra lagi olah raga yah, soalnya badannya keringatan gitu terus mukanya merah lagi" katanya.

"Iya nih Pak, biasa kan cewek kan harus jaga badan lah, cuma sekarang jadi pegel banget nih, pengen dipijat rasanya, Bapak bisa bantu pijitin nggak?" godaku sambil mengurut-ngurut pahaku.

Tanpa diminta lagi dia segera bangkit berdiri dan pindah ke sebelahku, waktu berdiri kuperhatikan ia melihat putingku yang menonjol dari balik kausku, juga kulihat penisnya ngaceng berat membuatku tidak sabar mengenggam benda itu.

"Mari Dik, kesinikan kakinya biar Bapak pijat"

Aku lalu mengubah posisi dudukku menjadi menyamping dan menjulurkan kakiku ke arahnya. Dia mulai mengurut paha hingga betisku. Uuuhh.. pijatannya benar-benar enak, telapak tangannya yang kasar itu membelai pahaku yang putih mulus hingga membangkitkan birahiku. Akupun mendesah-desah sambil menggigit bibir bawahku.

"Pijatan Bapak enak ya Dik?" tanyanya.

"Iya Pak, terus dong.. enak nih.. emmhh!" aku terus mendesah membangkitkan nafsu Pak Vito, desahanku kadang kusertai dengan geliat tubuh.

Dia semakin berani mengelus paha dalamku, bahkan menyentuh pangkal pahaku dan meremasnya.

"Enngghh.. Pak!" desahku lebih kuat lagi ketika kurasakan jari-jarinya mengelusi bagian itu.

Tubuhku makin menggelinjang sehingga nafsu Pak Vito pun semakin naik dan tidak terbendung lagi. Celana sportku diperosotkannya beserta celana dalamku.

"Aaww.. !" aku berlagak kaget sambil menutupi kemaluanku dengan telapak tanganku.

Melihat reaksiku yang malu-malu kucing ini dia makin gemas saja, ditariknya celanaku yang sudah tertarik hingga lutut itu lalu dilemparnya ke belakang, tanganku yang menutupi kemaluan juga dibukanya sehingga kemaluanku yang berambut lebat itu tampak olehnya, klitorisku yang merah merekah dan sudah becek siap dimasuki. Pak Vito tertegun beberapa saat memandangiku yang sudah bugil bagian bawahnya itu.

"Kamu memang sempurna Dik Citra, dari dulu Bapak sering membayangkan ngentotin kamu, akhirnya hari ini kesampaian juga", rayunya

Dia mulai melepas kemejanya sehingga aku dapat melihat perutnya yang berlemak dan dadanya yang berbulu itu. Lalu dia membuka sabuk dan celananya sehingga benda dibaliknya kini dapat mengacung dengan gagah dan tegak. Aku menatap takjub pada organ tubuh itu, begitu besar dan berurat aku sudah tidak sabar lagi menggenggam dan mengulumnya. Pak Vito begitu membuka pahaku lalu membenamkan kepalanya di situ sehingga selangkanganku tepat menghadap ke mukanya.

"Hhmm.. wangi, pasti Adik rajin merawat diri yah" godanya waktu menghirup kemaluanku yang kurawat dengan apik dengan sabun pembersih wanita.

Sesaat kemudian kurasakan benda yang lunak dan basah menggelitik vaginaku, oohh.. lidahnya menjilati klitorisku, terkadang menyeruak ke dalam menjilati dinding kemaluanku. Lidah tebal dan kumisnya itu terasa menggelitik bagiku, aku benar-benar merasa geli di sana sehingga mendesah tak tertahan sambil meremasi rambutnya. Kedua tangannya menyusup ke bawah bajuku dan mulai meremas buah dadaku, jari-jarinya yang besar bermain dengan liar disana, memencet putingku dan memelintirnya hingga benda itu terasa makin mengeras.

"Pak.. oohh.. saya juga mau.. Pak!" desahku tak tahan lagi ingin mengulum penis itu.

"Kalau begitu Bapak di bawah saja ya Dik" katanya sambil mengatur posisi kami sedemikian rupa menjadi gaya 69.

Aku naik ke wajahnya dan membungkukkan tubuhku, kuraih benda kesukaanku itu, dalam genggamanku kukocok perlahan sambil menjilatinya. Kugerakkan lidahku menelusuri pelosok batang itu, buah pelirnya kuemut sejenak, lalu jilatanku naik lagi ke ujungnya dimana aku mulai membuka mulut siap menelannya. Oohh.. batang itu begitu gemuk dan berdiameter lebar persis seperti tubuh pemiliknya, sehingga akupun harus membuka mulutku selebar-lebarnya agar bisa memasukkannya.

Aku mulai mengisapnya dan memijati buah pelirnya dengan tanganku. Pak Vito mendesah-desah enak menikmati permainanku, sementara aku juga merasa geli di bawah sana, kurasakan ada gerakan memutar-mutar di dalam liang vaginaku oleh jarinya, jari-jari lain dari tangan yang sama mengelus-elus klitoris dan bibir vaginaku, bukan itu saja, lidahnya juga turut menjilati baik anus maupun vaginaku. Sungguh suatu sensasi yang hebat sekali sampai pinggulku turut bergoyang menikmatinya, juga semakin bersemangat mengulum penisnya. Selama 10 menitan kami menikmatinya sampai ada sedikit terganggu oleh berbunyinya HP Pak Vito. Aku lepaskan penisnya dari mulutku dan menatap padanya.

Pak Vito menyuruhku mengambil HP-nya di atas meja ruang tamu, lalu dia berkata, "Ayo Dik, terusin dong karaokenya, biar Bapak ngomong dulu di telepon".

Aku pun tanpa ragu-ragu menelan kembali penisnya. Dia bicara di HP sambil penisnya dikulum olehku, tidak tau deh bicara dengan siapa, emang gua pikirin, yang pasti aku harus berusaha tidak mengeluarkan suara-suara aneh. Tangan satunya yang tidak memegang HP terus bekerja di selangkanganku, kadang mencucuk-cucukkannya ke vagina dan anusku, kadang meremas bongkahan pantatku. Tiba-tiba dia menggeram sambil menepuk-nepuk pantatku, sepertinya menyuruhku berhenti, tapi karena sudah tanggung aku malahan makin hebat mengocok dan mengisap penis itu sampai dia susah payah menahan geraman nikmatnya karena masih harus terus melayani pembicaraan. Akhirnya muncratlah cairan putih itu di mulutku yang langsung saya minum seperti kehausan, cairan yang menempel di penisnya juga saya jilati sampai tak bersisa.

"Nggak kok.. tidak apa-apa.. cuma tenggorokkan saya ada masalah dikit" katanya di HP.

Tak lama kemudian dia pun menutup HP nya, lalu bangkit duduk dan menaikkanku ke pangkuannya, tangan kirinya dipakai menopang tubuhku.

"Wah.. Dik Citra ini bandel juga ya, tadi kan Bapak udah suruh stop dulu, ee.. malah dibikin keluar lagi, untung nggak curiga tuh orang" katanya sambil mencubit putingku.

"Hehehe.. sori deh Pak, kan tadi tanggung makannya saya terusin aja, tapi Bapak seneng kan" kataku dengan tersenyum nakal.

"Hmm.. kalo gitu awas ya sekarang Bapak balas bikin kamu keluar nih" seringainya.

Lalu dengan sigap tangannya bergerak menyelinap diantara kedua pangkal pahaku. Jari tengah dan telunjuknya menyeruak dan mengorek-ngorek vaginaku, aku meringis ketika merasakan jari-jari itu bergerak semakin cepat mempermainkan nafsuku.

Pak Vito menurunkan kaos tanpa lenganku dari bahu dan meloloskannya lewat lengan kananku, sehingga kini payudara kananku yang putih montok itu tersembul keluar. Dengan penuh nafsu langsung dia lumat benda itu dengan mulutnya. Aku menjerit kecil waktu dia menggigit putingku dan juga mengisapnya kuat-kuat, bulatan mungil itu serasa makin menegang saja. Dia membuka mulutnya lebar-lebar berusaha memasukkan seluruh payudaraku ke mulutnya, di dalam mulutnya payudaraku disedot, dikulum, dan dijilat, rasanya seperti mau dimakan saja milikku itu. Sementara selangkanganku makin basah oleh permainan jarinya, jari-jari itu menusuk makin cepat dan dalam saja. Hingga suatu saat birahiku terasa sudah di puncak, mengucurlah cairan cintaku dengan deras. Aku mengatupkan pahaku menahan rasa geli di bawahku sehingga tangannya terhimpit diantara kedua paha mulusku.

Setelah dia cabut tangannya dari kemaluanku, nampak jari-jarinya sudah belepotan oleh cairan bening yang kukeluarkan. Dia jilati cairanku dijarinya itu, aku juga ikutan menjilati jarinya merasakan cairan cintaku sendiri. Kemudian dia cucukkan lagi tangannya ke kemaluanku, kali ini dia mengelus-ngelus daerah itu seperti sedang mengelapnya. Telapak tangannya yang penuh sisa-sisa cairan itu dibalurinya pada payudaraku.

"Sayang kalo dibuang, kan mubazir" ucapnya.

Kembali lidahnya menjilati payudaraku yang sudah basah itu, sedangkan aku menjilati cairan pada tangannya yang disodorkan padaku. Tanganku yang satu meraba-raba ke bawah dan meraih penisnya, terasa olehku batang itu kini sudah mengeras lagi, siap memulai aksi berikutnya.

"Enggh.. masukin aja Pak, udah kepingin nih".

Dia membalik tubuhku, tepat berhadapan dengannya, tangan kananya memegangi penisnya untuk diarahkan ke vaginaku. Aku membukakan kedua bibir vaginaku menyambut masuknya benda itu. Setelah kurasakan pas aku mulai menurunkan tubuhku, secara perlahan tapi pasti penis itu mulai terbenam dalam kemaluanku. Goyanganku yang liar membuat Pak Vito mendesah-desah keenakan, untung dia tidak ada penyakit jantung, kalau iya pasti sudah kumat. Kaosku yang masih menyangkut di bahu sebelah kiri diturunkannya sehingga kaos itu menggantung di perutku dan payudara kiriku tersingkap. Nampak sekali bedanya antara yang kiri yang masih bersih dengan bagian kanan yang daritadi menjadi bulan-bulanannya sehingga sudah basah dan memerah bekas cupangan.

Kedua tangannya meremas-remas kedua payudaraku, ketika melumatnya terkadang kumisnya yang kasar itu menggesek putingku menimbulkan sensasi geli yang nikmat. Lidahnya bergerak naik ke leherku dan mencupanginya sementara tangannya tetap memainkan payudaraku. Birahiku sudah benar-benar tinggi, nafasku juga sudah makin tak teratur, dia begitu lihai dalam bercinta, kurasa bukan pertama kalinya dia berselingkuh seperti ini. Aku merasa tidak dapat bertahan lebih lama lagi, frekuensi goyanganku kutambah, lalu aku mencium bibirnya. Tubuh kami terus berpacu sambil bermain lidah dengan liarnya sampai ludah kami menetes-netes di sekitar mulut, eranganku teredam oleh ciumannya. Mengetahui aku sudah mau keluar, dia menekan-nekan bahuku ke bawah sehingga penisnya menghujam makin dalam dan vaginaku makin terasa sesak. Tubuhku bergetar hebat dan jeritanku tak tertahankan lagi terdengar dari mulutku, perasaan itu berlangsung selama beberapa saat sampai akhirnya aku terkulai lemas dalam pelukannya.

Dia menurunkanku dari pangkuannya, penisnya terlihat berkilauan karena basah oleh cairan cinta. Dibaringkannya tubuhku yang sudah lemas itu di sofa, lalu dia sodorkan gelas yang berisi teh itu padaku. Setelah minum beberapa teguk, aku merasa sedikit lebih segar, paling tidak pada tenggorokanku karena sudah kering waktu mendesah dan menjerit. Kaosku yang masih menggantung di perut dia lepaskan, sehingga kini aku bugil total. Sebelum tenagaku benar-benar pulih, Pak Vito sudah menindih tubuhku, aku hanya bisa pasrah saja ditindih tubuh gemuknya. Dengan lembut dia mengecup keningku, dari sana kecupannya turun ke pipi, hingga berhenti di bibir, mulut kami kembali saling berpagutan. Saat berciuman itulah, Pak Vito menempelkan penisnya pada vaginaku, lalu mendorongnya perlahan, dan aahh.. mataku yang terpejam menikmati ciuman tiba-tiba terbelakak waktu dia menghentakkan pinggulnya sehingga penis itu menusuk lebih dalam.

Kenikmatan ini pun berlanjut, aku sangat menikmati gesekan-gesekan pada dinding vaginaku. Buah dadaku saling bergesekan dengan dadanya yang sedikit berbulu, kedua paha rampingku kulingkarkan pada pinggangnya. Aku mendesah tak karuan sambil mengigiti jariku sendiri. Sementara pinggulnya dihentak-hentakkan diatasku, mulutnya tak henti-hentinya melumat atau menjilati bibirku, wajahku jadi basah bukan saja oleh keringat, tapi juga oleh liurnya. Telinga dan leherku pun tak luput dari jilatannya, lalu dia angkat lengan kananku ke atas dan dia selipkan kepalanya di situ. Aahh.. ternyata dia sapukan bibir dan lidahnya di ketiakku yang halus tak berbulu itu, kumis kasar itu menggelitikku sehingga desahanku bercampur dengan ketawa geli.

"Uuuhh.. Pak.. aakkhh.. !" aku kembali mencapai orgasme.

Vaginaku terasa semakin banjir, namun tak ada tanda-tanda dia akan segera keluar, dia terlihat sangat menikmati mimik wajahku yang sedang orgasme. Suara kecipak cairan terdengar jelas setiap kali dia menghujamkan penisnya, cairanku sudah meleleh kemana-mana sampai membasahi sofa, untung sofanya dari bahan kulit, jadi mudah untuk membersihkan dan menghilangkan bekasnya. Tanpa melepas penisnya, Pak Vito bangkit berlutut di antara kedua pahaku dan menaikkan kedua betisku ke pundaknya. Tanpa memberiku istirahat dia meneruskan mengocok kemaluanku, aku sudah tidak kuat lagi mengerang karena leherku terasa pegal, aku cuma bisa mengap-mengap seperti ikan di luar air.

"Bapak udah mau.. Dik.. Citra.. !" desahnya dengan mempercepat kocokkannya.

"Di luar.. Pak.. aku ahh.. uuhh.. lagi subur" aku berusaha ngomong walau suaraku sudah putus-putus.

Tak lama kemudian dia cabut penisnya dan menurunkan kakiku. Dia naik ke wajahku, lalu dia tempelkan penisnya yang masih tegak dan basah di bibirku. Akupun memulai tugasku, kukulum dan kukocok dengan gencar sampai dia mengerang keras dan menjambak rambutku. Maninya menyemprot deras membasahi wajahku, aku membuka mulutku menerima semprotannya. Setelah semprotannya mereda pun aku masih mengocok dan mengisap penisnya seolah tidak membiarkan setetespun tersisa. Batang itu kujilati hingga bersih, benda itu mulai menyusut pelan-pelan di mulutku. Kami berpelukan dengan tubuh lemas merenungi apa yang baru saja terjadi.

Sofa tempat aku berbaring tadi basah oleh keringat dan cairan cintaku yang menetes disana. Masih dalam keadaan bugil, aku berjalan sempoyongan ke dapur mengambil kain lap dan segelas air putih. Waktu aku kembali ke ruang tamu, Pak Vito sedang mengancingkan lagi bajunya, lalu meneguk air yang tersisa di gelasnya.

"Wah Dik Citra ini benar-benar hebat ya, istri-istri Bapak sekarang udah nggak sekuat Adik lagi padahal mereka sering melayani Bapak berdua sekaligus" pujinya yang hanya kutanggapi dengan senyum manis.

Setelah berpakaian lagi, aku mengantarnya lagi ke pintu depan. Sebelum keluar dari pagar dia melihat kiri kanan dulu, setelah yakin tidak ada siapa-siapa dia menepuk pantatku dan berpamitan.

"Lain kali kalo ada kesempatan kita main lagi yah Dik"

"Dasar bandot, belum cukup punya istri dua, masih ngembat anak orang" kataku dalam hati.

Akhirnya aku pun mandi membersihkan tubuhku dari sperma, keringat, dan liur. Siraman air menyegarkan kembali tubuhku setelah seharian penuh berolahraga dan berolahsyahwat. Beberapa menit sesudah aku selesai mandi, ibuku pun pulang. Beliau bilang wangi ruang tamunya enak sehingga kepenatannya agak berkurang, aku senyum-senyum saja karena ruang itu terutama sekitar 'medan laga' kami tadi telah kusemprot pengharum ruangan untuk menutupi aroma bekas persenggamaan tadi.

TAMAT

Video Syuur

Foto Syuur

Download Cerita Disini.

Oh Rita, Pembantuku

Kira-kira empat bulan lalu, aku pindah dari rumah kontrakanku ke rumah yang aku beli. Rumah yang baru ini hanya beda dua blok dari rumah kontrakanku. Selain rumah aku pun mampu membeli sebuah apartemen yang juga masih di lingkungan aku tinggal, dari rumahku sekarang jaraknya 3 km. Selama aku tinggal di rumah kontrakan, aku mengenal seorang pembantu rumah tangga, sebut saja Rita. Dia juga pelayan di toko milik majikannya, jadi setiap aku atau istriku belanja, Rita-lah yang melayani kami. Dia seorang gadis desa, wajahnya manis, kulit tubuhnya bersih dan bodinya cukup seksi untuk ukuran seorang pembantu rumah tangga di daerah kami tinggal, jadi dia sering digoda oleh para supir dan pembantu laki-laki, tapi rupanya akulah yang beruntung bisa mencicipi kehangatan tubuhnya. Inilah yang kualami dari 3 bulan lalu sampai saat ini.

Suatu hari ketika aku mau ambil laundry di rumah majikan Rita dan kebetulan dia sendiri yang melayaniku.

"Rit, bisa tolong saya cariin pembantu..."

"Untuk di rumah Bapak...?"

"Untuk di apartemen saya, nanti saya gaji 1 juta."

"Wah gede tuh Pak, nanti Rita cariin yah... kabarnya minggu depan ya Pak."

"Ok deh, makasih yah ini uang untuk kamu, jasa cariin pembantu..."

"Wah.. banyak amat Pak, makasih deh.."

Kutinggal Rita setelah kuberi 500 ribu untuk mencarikan pembantu untuk apartemenku, aku sangat perlu pembantu karena banyak tamu dan client-ku yang sering datang ke apartemenku dan aku juga tidak pernah memberitahukan apartemenku pada istriku sendiri, jadi sering kewalahan melayani tamu-tamuku.

Dua hari kemudian, mobilku dicegat Rita ketika melintas di depan rumah majikannya.

"Malam Pak..."

"Gimana Rit, sudah dapat apa belum temen kamu?"

"Pak, saya aja deh.. habis gajinya lumayan untuk kirim-kirim ke kampung."

"Loh, nanti Ibu Ina marah, kalau kamu ikut saya."

"Nggak apa-apa Pak, saya sudah carikan pengganti saya buat disini koq."

"Ya, sudah kalau ini keputusanmu, besok pagi kamu saya jemput di ujung jalan sini lalu kita ke apartemen."

"Iya... Pak."

Keesokan pagi kujemput Rita di ujung jalan dan kuantarkan ke apartemenku. Begitu sampai Rita terlihat bingung karena istriku tidak mengetahui atas keberadaan apartemenku.

"Tugas saya apa Pak...?"

"Kamu hanya jaga apartemen ini, ini kunci kamu pegang satu, saya satu dan ini uang, kamu belanja dan masak yang enak untuk tiga hari lagi, karena temen-temen saya mau main ke sini."

"Baik Pak..."

Dengan perasaan agak tenang kutinggalkan Rita, aku senang karena kalau ada tamu aku tidak akan capai lagi karena sudah ada Rita yang membantuku di apartemen.

Dua hari kemudian sepulang kantor, aku mampir ke apartemen untuk mengecek persiapan untuk acara besok, tapi aku jadi agak cemas ketika pintu apartemen kuketuk berkali-kali tidak ada jawaban dari dalam. Pikiranku khawatir atas diri Rita kalau ada apa-apa, tapi ketika kubuka pintu dan aku masuk ke dalam apartemenku terdengar suara dari kamar mandiku yang pintunya terbuka sedikit. Kuintip dari sela pintu kamar mandi dan terlihatlah dengan jelas pemandangan yang membuat diriku terangsang. Rita sedang mengguyur badannya yang bersih dan mulus itu di bawah shower, satu tangannya mengusap payudaranya dengan busa sabun sedangkan satu kakinya diangkat ke closet dimana tangan satunya sedang membersihkan selangkangannya dengan sabun. Terlihat kalau payudaranya cukup padat berisi, ukuran bra-nya 36B mungkin.

Pemandangan yang luar biasa indah membuat nafsu birahiku meningkat dan kuintip lagi, kali ini Rita menghadap ke arah pintu dimana tangannya sedang meremas-remas payudaranya yang ranum itu dan putingnya sesekali dipijatnya, sedangkan bulu-bulu halus menutupi liang vaginanya diusap oleh tangannya yang lain, hal ini membuat dia merem-melek. Pemandangan seorang gadis kira-kira 19 tahun dengan lekuk tubuh yang montok nan seksi, payudara yang ranum dihiasi puting coklat dan liang vagina yang menonjol ditutupi bulu halus sedang dibasahi air dan sabun membuat nafsu birahi makin meningkat dan tentu saja batangku mulai mendesak dari balik celana kantorku.

Melihat nafsuku mulai berontak dengan cepat kutanggalkan seluruh pakaian kerjaku di atas sofa, dengan perlahan kubuka pintu kamar mandiku, perlahan kudekati Rita yang tidak tahu kehadiranku, dia sedang membasuh sabun di bawah shower. Secara tiba-tiba tubuhnya kupeluk dan kuciumi leher dan punggungnya. Rita yang terkaget-kaget berusaha melepaskan tanganku dari tubuhnya.

"Akh.. jangan Pak.. jangan.. tolong Pak..."

Karena tenaganya lemah sementara aku yang makin bernafsu, akhirnya Rita melemaskan tenaganya sendiri karena kalah tenaga dariku. Bibir tebal dan merekah sudah kulumatkan dengan bibirku, tanganku yang satu membekap tubuhnya sambil menggerayangi payudaranya padat berisi, sedangkan tanganku yang satunya telah mendarat di pangkal pahanya, vaginanya pun sudah kuremas.

"Ahhh.. ahhh.. jja. jjangan.. Pak..."

"Tenang Rit, .. nanti juga enak..."

Aku yang sudah makin buas menggerayangi tubuhnya bertubi-tubi membuat Rita mengalah dan Rita pun membalas dengan memasukkan lidahnya ke mulutku sehingga lidah kami bertautan, Rita pun mulai menggelinjang di saat jariku kumasukan ke liang vaginanya.

"Arghh.. arghh... enak.. Pak.. argh..."

Tubuh Rita kubalik ke arahku dan kutempelkan pada dinding di bawah shower yang membasahi tubuh kami. Setelah mulut dan lehernya, dengan makin ke bawah kujilati akhirnya payudaranya yang ranum kutemukan juga, langsung kuhisap, kemudian putingnya kugigit. Payudaranya kenyal sekalimembuatku semakin bernafsu. Rita makin menggelinjang karena tanganku masih merambah liang vaginanya.

"Argh.. akkkhh... akhh... terus.. Pak... enak... terus..."

Aku pun mulai turun ke bawah setelah payudara, aku menjilati seluruh tubuhnya, badan, perut sambil tanganku tetap meremas-remas payudaranya dan sampailah bibirku ke selangkangannya dimana aku sudah jongkok sehingga bulu halus yang menutupi vaginanya persis di hadapanku, bau harum tercium dari vaginanya.

Aku pun kagum karena Rita merawat vaginanya dengan baik sekali. Bulu halus yang menutupi vaginanya kubersihkan dan kumulai menjilati liang vaginanya.

"Ssshh.. sshh.. argh.. aghh... aw... sshhh.. trus... Pak.. sshh... aakkkhh..."

Aku makin kagum pada Rita yang telah merawat vaginanya karena selain bau harum, vagina Rita yang masih perawan karena liangnya masih rapat, rasanya pun sangat menyegarkan dan manis rasa vagina Rita. Jariku mulai kucoba dengan sesekali masuk liang vagina Rita diselingi oleh lidahku. Rasa manis vagina Rita yang tiada habisnya membuatku makin menusukkan lidahku makin ke dalam sehingga menyentuh klitorisnya yang dari sana rasa manis itu berasal. Rita pun makin menggelinjang dan meronta-ronta keenakan tapi tangannya malah menekan kepalaku supaya tidak melepaskan lidahku dari vaginanya.

"Auwwwhhh... aahhh... terus.. sedappp... Pakkkh..."

"Rit... vaginamu sedap sekali... kalau begini... setiap malam aku pingin begini terus..."

"Mmm.. yah.. Pak.. terus.. Pak... oohhh..."

Rita makin menjerit keenakan dan menggelinjang karena lidahku kupelintir ke dalam vaginanya untuk menyedot klitorisnya. Setelah hampir 15 menit vagina Rita kusedot-sedot, keluarlah cairan putih kental dan manis serta menyegarkan membanjiri vagina Rita, dan dengan cepat kujilat habis cairan itu yang rasanya sangat sedap dan menyegarkan badan.

"Ooohhh... ough... arghhh... sshh.. Pak, Rita... keluar.. nihhh... aahhh... sshh..."

"Rit... cairanmu... mmmhh... sedap.. sayang... boleh.. saya masukin sekarang... batang saya ke vagina kamu? mmhh.. gimana sayang..."

"Hmmm... iya Pak.. saya juga udah nggak tahan… aaahhh..."

Rita pun lemas tak berdaya setelah cairan yang keluar dari vaginanya banyak sekali, tapi dia seakan siap untuk dimasuki vaginanya oleh penisku yang sudah maksimal tegangnya karena dia menyender dinding kamar mandi tapi kakinya direnggangkan. Aku pun langsung mendempetnya dan mengatur posisi batangku pada liang vaginanya. Setelah batangku tepat di liang vaginanya yang hangat, dengan jariku kubuka vaginanya dan mencoba menekan batangku untuk masuk vaginanya yang masih rapat.

"Ohhh... Rita.. vaginamu rapat sekali, hangat deh rasanya... saya jadi makin suka nih..."

"Mmmmhh... mhhh.. Pak.. perih.. Pak... sakit..."

"Sabar.. sayang.. nanti juga enak kok, sabar ya..."

Berulang kali kucoba menekan batangku memasuki vagina Rita yang masih perawan dan Rita pun hanya menjerit kesakitan, setelah hampir 15 kali aku tekan keluar-masuk batangku akhirnya masuk juga ke dalam vagina Rita walaupun hanya masuk setengahnya saja. Tapi rasa hangat dari dalam vagina Rita sangat mengasyikan dimana belum pernah aku merasakan vagina yang hangat melebihi kehangatan vagina Rita membuatku makin cepat saja menggoyangkan batangku maju-mundur di dalam vagina Rita.

"Rit, vaginamu hangat sekali, batangku rasanya di-steam-up sama vaginamu..."

"Iya.. Pak, tapi masih perih Pak..."

"Sabar ya sayang..."

Kukecup bibirnya untuk menahan rasa perih vagina Rita yang masih rapat alias perawan sedang dimasuki batangku yang besarnya 22 cm dan berdiameter 4 cm, wajar saja kalau Rita menjerit kesakitan. Payudaranya pun sudah menjadi bulan-bulanan mulutku, kujilat, kukenyot, kusedot dan kugigit putingnya.

"Ahh.. ahhh.. aah.. aww... Pak... iya Pak.. enak deh.. rasanya ada yang nyundul ke dalam memek Rita.. aahh..."

Rita yang sudah merasakan kenikmatan ikut juga menggoyangkan pinggulnya maju-mundur mengikuti iramaku. Hal ini membuatku merasa menemukan kenikmatan tiada tara dan membuat makin masuk lagi batangku ke dalam vaginanya yang sudah makin melebar.

Kutekan batangku berkali-kali hingga rasanya menembus hingga ke perutnya dimana Rita hanya bisa memejamkan mata saja menahan hujaman batangku berkali-kali. Air pancuran masih membasahi tubuh kami membuatku makin giat menekan batangku lebih ke dalam lagi. Muka Rita yang basah oleh air shower membuat tubuh yang mulus itu makin mengkilat sehingga membuat nafsuku bertambah yaitu dengan menciumi pipinya dan bibirnya yang merekah. Lidahku kumasukan dalam mulutnya dan membuat lidah kami bertautan, Rita pun membalas dengan menyedot lidahku membuat kami makin bernafsu.

"Mmmhh... mmmhhh... Pak.. batangnya nikmat sekali, Rita jadi.. mmauu... tiap malam seperti ini.. aaakh... aakkhh.. Paaakkhh.. Rita keeluuaarrr.. nniihh..."

Akhirnya bobol juga pertahanan Rita setelah hampir satu jam dia menahan seranganku dimana dari dalam vaginanya mengeluarkan cairan kental yang membasahi batangku yang masih terbenam di dalam vaginanya, tapi rupanya selain cairan, ada darah segar yang menetes dari vaginanya dan membasahi pahanya dan terus mengalir terbawa air shower sampai ke lantai kamar mandi dan lemaslah tubuhnya, dengan cepat kutahan tubuhnya supaya tidak jatuh. Sementara aku yang masih segar bugar dan bersemangat tanpa melihat keadaan Rita, dimana batangku yang masih tertancap di vaginanya. Kuputar tubuhnya sehingga posisinya doggy style, tangannya kutuntun untuk meraih kran shower, sekarang kusodok dari belakang. Pantatnya yang padat dan kenyal bergoyang-goyang mengikuti irama batangku yang keluar-masuk vaginanya dari belakang.

Vagina Rita makin terasa hangat setelah mengeluarkan cairan kental dan membuat batangku terasa lebih diperas-peras dalam vaginanya. Hal itu membuatku merasakan nikmat yang sangat sehingga aku pun memejamkan mata dan melenguh.

"Ohhh... ohhh.. Rit.. vaginamu sedap sekali, baru kali ini aku merasakan nikmat yang sangat luar biasa... “

“…. aakkh.. aakkhh... sshhh..."

Rita tidak memberi komentar apa-apa karena tubuhnya hanya bertahan saja menerima sodokan batangku ke vaginanya, dia hanya memegangi kran saja. Satu jam kemudian meledaklah pertahanan Rita untuk kedua kalinya dimana dia mengerang, tubuhnya pun makin merosot ke bawah dan cairan kental dengan derasnya membasahi batangku yang masih terbenam di vaginanya.

"Akhhh... aakkhh... Pak... Pakkhh... nikmattthhh..."

Setelah tubuhnya mengelepar dan selang 15 menit kemudian gantian tubuhku yang mengejang dan meledaklah cairan kental dari batangku dan membasahi liang vagina Rita dan muncrat ke rahim Rita, yang disusul dengan lemasnya tubuhku ke arah Rita yang hanya berpegang pada kran sehingga kami terpeleset dan hampir jatuh di bawah shower kamar mandi. Batangku yang sudah lepas dari vagina Rita dan masih menetes cairan dari batangku, dengan sisa tenaga kugendong tubuh Rita dan kami keluar dari kamar mandi menuju kamar tidur dan langsung ambruk ke tempat tidurku secara bersamaan.

Aku terbangun sekitar jam 10.30 malam, itupun karena batangku sedang dikecup oleh Rita yang sedang membersihkan sisa-sisa cairan yang masih melekat pada batangku, Rita layak anak kecil menjilati es loli. Aku usap kepalanya dengan lembut. Setelah agak kering Rita bergeser sehingga muka kami berhadapan. Dia pun menciumi pipi dan bibirku.

"Pak.. Rita puas deh... batang Bapak nikmat sekali pada saat menyodok-nyodok memek Rita, Rita jadi kepingin tiap hari deh, apalagi di saat air hangat mengalir deras di rahim Rita... kalau Bapak gimana? Puas nggak.. sama Rita...?"

"Rit.. Bapak pun puas sekali.. Bapak senang bisa ngebongkar vagina Rita yang masih rapat.. terus terang... baru kali ini Bapak puas sekali bermain, sejak dulu sama istriku aku belum pernah puas seperti sekarang... makanya saya mau Rita siap kalau saya datang dan siap jadi istri kedua saya... gimana..?"

"Saya mah terserah Bapak aja."

"Sekarang saya pulang dulu yach.. Rita... besok aku ke sini lagi..."

"Oke... Pak.. janji yach... vagina Rita maunya tiap hari nich disodok punya Bapak..."

"Oke.. sayang..."

Kukecup pipi dan bibir Rita, aku mandi dan setelah itu kutinggal dia di apartemenku. Sejak itu setiap sore aku pasti pulang ke tempat Rita terlebih dahulu baru ke istriku, sering juga aku beralasan pergi bisnis keluar kota pada istriku, padahal aku menikmati tubuh Rita pembantuku yang juga istri keduaku, hal ini sudah kunikmati dari tiga bulan yang lalu dan aku tidak tahu akan berakhir sampai kapan, tapi aku lebih senang kalau pulang ke pangkuan Rita.

Ohhhh.. Rita, pembantuku? Istri keduaku?

TAMAT

Video Syuur

Foto Syuur

Download Cerita Disini.