Minggu, 31 Agustus 2008

Dosenku Luar Biasa

Please CLICK Our Sponsor to keep this site going.

Namaku Anita, kelahiran Samarinda, kuliah di fakultas Ekonomi sebuah PTS cukup beken di kota Malang, saat ini semester 6. Kabarnya teman kuliahku bilang aku cukup manis untuk dipandang, dengan ukuran buah dada 34C, tubuhku seolah tak kuat menyangga buah dadaku. Tinggiku 165 cm dan beratku 60 kg, kulitku putih mulus dan pantatku berisi. Tiap kuliah dengan kelebihan yang kupunya aku berusaha menarik perhatian semua orang dengan pakaian ketat dan rok miniku berjalan melenggang. Semua mata tertuju kepadaku ada juga beberapa berdecak kagum atas kemolekan tubuhku dan, aku bangga menyaksikan semua itu.



Terus terang aku sudah tidak perawan sejak usia 18 tahun pada waktu aku di SMA, karena bebasnya pergaulan dan longgarnya tatanan keluargaku aku bebas pergi kemana saja yang kusuka. Keperawananku hilang saat aku melakukan kegiatan "camping" bersama teman-teman saat perpisahan sekolah di suatu tempat pariwisata. Aku tidak menyesali karena kulakukan atas dasar suka sama suka.

Kuliah sore ini adalah dosen favoritku. Faisal namanya, wajahnya ganteng atletis dan banyak sekali mahasiswi yang berusaha menarik perhatiannya pada saat dia mengajar. Bahkan aku pernah dari kakak tingkatku walau dia kelihatan alim sebenarnya piawai juga dalam menaklukkan hati wanita yang diincarnya. Pak Faisal sudah berkeluarga tetapai masih banyak juga mahasiswi yang tergila-gila melihat penampilannya termasuk aku sendiri. Aku pilih tempat duduk paling depan lurus dengan tempat duduknya biar aku dapat dengan mudah dan puas memandangnya. Tak lama kemudian Pak Faisal memasuki ruangan, setelah memberikan salam dan berbasa-basi pelajaran dilanjutkan. Aku tidak dapat konsentrasi pada kuliah yang diajarkannya, pikiranku tertuju pada wajah dan bodinya yang tepat berdiri di depanku. Sesekali kugerakkan kakiku untuk menarik perhatiannya dan dia terpancing, diliriknya rokku yang cukup sempit itu, sreet. Dan dipalingkan wajahnya pada pandangan lain, ah dia kena, pikirku. Dan secara tidak sengaja dilemparkan pandangannya pada daerah dadaku Pak Faisal agak terbelalak melihat belahan dadaku yang seolah mau melompat keluar karena ketatnya T-shirt yang kukenakan.



Merah wajahnya seketika menyadari keadaan ini dan dia pura-pura menulis di papan. Selang beberapa saat dia melanjutkan membahas materi kuliah dan kini aku yang benar-benar terkejut, kulihat celana Pak Faisal ada yang menggembung di bagian depan. Beberapa mahasiswa tersenyum malu memandangnya bahkan ada yang sempat terhenyak sampai menutup mulutnya. Kubayangkan betapa besar batang kemaluan Pak Faisal yang sekarang sembunyi di balik celananya. Aku semakin terkagum dan merinding membayangkan andaikan vaginaku yang sempit ini sempat disinggahi oleh batang kemaluannya. Ketika kuliah usai mahasiswi ramai membicarakan kejadian yang baru berlangsung yaitu menggembungnya celana Pak Faisal.

"Eh, Neti kamu lihat nggak anunya Pak Faisal meradang", tanya Nina sambil berbisik berbicara dan menutup mulutnya.
"Iya Nin, Aku jadi merinding lho membayangkan, ngeri juga ya, kalau kamu bagaimana Anita", Tanyanya kepadaku, mereka berdua denganku (jadi bertiga) adalah kelompok belajar yang kadang suka ngerumpi hal-hal yang jorok-jorok untuk selingan, dan kedua temanku juga orangnya fair dia mengaku sama-sama tidak perawan dan senang melakukan hubungan seks dengan orang yang di sukai. Yang jelas ketiganya ini memang sedang berburu Pak Faisal, Karena konon kabarnya Pak Faisal pernah juga terlibat beberapa kali affair dengan mahasiswinya dan semua berjalan santai-santai saja.
"Pasti dong, aku kan duduk depan sendiri jadi aku paling jelas lihat burung raksasanya, benar juga ya kali. Kakak tingkat kita itu yang pernah sama dia pasti ketagihan dibuatnya,.." cerita Anita berapi-api, " Dan yang jelas aku pengin mendapatkannya", lanjutnya.

Setelah puas ngerumpi kiri, kanan, depan dan belakang mengupas habis masalah dosen favorit, aku berpisah dengan sahabatku untuk janji bertemu besok dan akan berusaha bertemu dengan Pak Faisal pada minggu depan, aku berjalan kaki karena kebetulan mobil yang biasa kupakai harus mengalami pemeriksaan medis di bengkel.

Tak kurasakan ada mobil berjalan pelan mengikutiku sampai akhirnya kira-kira berjarak 300 meter di luar halaman kampus, kaca jendela mobil terbuka dan kudengarkan suara yang tidak asing menawari untuk mengantarku. Aku menoleh dan, deg, deg, deg, jantungku seakan berhenti. Pak Faisal yang baru saja kubicarakan tersenyum manis mengajakku. Tanpa berkata lagi aku langsung membuka pintu kiri dan kuletakkan pantatku pada tempat duduk kiri. Mata Pak Faisal tak luput melihat pahaku yang tersingkap dan dengan cepat kututup pintu serta membenahi letak dudukku yang terlalu sembrono itu.



Mobil berjalan lambat kuperhatikan interior di dalamnya cukup mewah dengan lapisan karpet halus dan bersih serta wangi, aku kerasan di dalam mobilnya. Sesekali mata Pak Faisal mengarah pada belahan dada yang padat berisi, apabila jalan bergelombang tak ayal lagi dadaku ikut turun naik sesuai irama jalan. Tak terasa perjalanan sudah jauh melampaui arah kos-kosanku. Sambil bercerita ringan Pak Faisal memindahkan persnelling tanpa melihatnya dan.. secara tidak sengaja dia menyenggol pahaku, cepat-cepat ditarik tangannya sambil mengucapkan maaf berkali-kali. Aku tersenyum saja padahal aku juga kepingin tangannya berlama-lama di pahaku bahkan tidak hanya di paha saja.

Tak terasa mobil dibelokkan pada restoran yang mewah dengan fasilitas karaoke. Pak Fasial memilih tempat yang asri dengan lokasi pribadi ruang hanya untuk dua orang. Setelah makanan tersedia Pak Faisal menikmati sambil bernyanyi. Merdu juga suaranya, mesra di telinga. Ruangan ber-AC tinggi membuat aku agak dingin, sengaja kurapatkan dudukku untuk tidak terlalu dingin, Pak Faisal masih terus bernyanyi. Dua lagu telah selesai dinyanyikan dan dengan lembut tangannya mulai memeluk bahuku dan.. gila, aku menikmati sekali. Tak lama kemudian dia semakin berani mempermainkan rambutku, aku tetap terpejam dan disentuh bibirku dengan tangannya akhirnya perlahan dan lembut bibirnya merapat di bibirku. Aku tidak menyia-nyiakan keadaan ini dengan cekatan pula kujulurkan lidah kecilku untuk dinikmati dan kami saling berpagukan ketat. Kuhisap mulutnya dia juga membalas tangkas sampai aku hampir kehabisan nafas, dia tidak diam dengan perlahan diraihnya payudaraku dari luar kaos dan tangannya mulai menyibak kaosku.



Dingin terasa payudaraku disentuh jari yang kokoh. Putingku tak luput dari jarinya dan kurasakan pentilku mulai mengeras. Aku masih tetap memeluk dan kuciumi lehernya. Perlahan ditarikknya kaosku keatas hingga tinggal BH dan rok miniku saja, dia semakin agresif saja kelihatannya, Pak Faisal berdecak kagum melihat buah dadaku meyembul besar seakan BH-ku tak sanggup menampung semua payudaraku ini. Didekatkan kumisnya pada susuku aku kegelian dan kurasakan hangat lidahnya mengulum pentilku, aku kegelian hebat. Rambut Pak Faisal jadi sasaran untuk menahan geli, aku mengucek dan menjambak rambutnya, tetapi dia semakin menjadi. Susuku diberi cupang hingga nampak merah pekat ganas sekali dia, pikirku.

Perlahan diraihnya leher dan aku ditidurkan di atas sofa, lagu karaoke sendu menambah gairahku semakin tinggi. Pak Faisal tak bosan-bosan menciumi bagian tubuhku dan kurasakan pahaku bersentuhan dengan tangan berbulu milik Pak Faisal. Rokku disibak dan ditariknya keras sehingga pengaitku lepas, gila cing.. kini tinggal celana dalamku yang berwarna ungu serta BH dengan warna yang sama. Pak Faisal semakin bernafsu, mulutnya menjalar kemana-mana aku hanya gelisah dan mengerang, semakin aku mengerang semakin ganas dia melakukan aksinya.
"eeh, Pak, Pak, Faisal, aah", Aku nggak betah saat dia memainkan vaginaku dengan tangannya dan dielus lembut bulu vaginaku yang mulai basah. Aku kegelian saat jari tengahnya dimasukkan kedalam lubang vaginaku, dia semakin bernafsu.
"hhmm, Hmm", lenguhnya.




Aku semakin menjadi tak menentu, kekuatanku hilang saat Pak Faisal dengan fasih menaruh lidahnya dalam lubang kemaluanku, digigit-gigit kecil kelentitku yang memanjang dan semakin basah. Bunyi kecipak air kemaluanku menambah Pak Faisal semakin berani menjulurkan lidahnya pada bagian dalam. Aku semakin kegelian. Semakin aku menggeliat mengangkat pantat kurasakan sentuhan lidah dalam vaginaku dan tangan Pak Faisal yang satu juga masih tidak mau lepas pada payudaraku. Lengkap sudah kepuasan saat ini. Semua daerah sensitif milikku telah direngkuhnya. Tangannya sekarang sibuk melepas baju dan kini dia tinggal celana saja. Disuruhnya aku duduk dan dia berdiri, tanganku dituntun ke arah celananya dan disentuhkannya pada benda yang mengeras dibaliknya. Kuelus lembut, kutempelkan mukaku pada celana tersebut terasa berdenyut keras. Aku mulai tak sabar kubuka retsleting celana Pak Faisal, kulihat putih warna celana dalamnya dan.. Astaga kepala kemaluan Pak Faisal ternyata sudah keluar dari kolornya kucoba meraba ujung kemaluannya, keluar air sedikit agak liat. Celana dalam putih kutarik ke bawah dan aku kaget setengah mati, baru kali ini kulihat kemaluan lelaki kaku mendongak ke atas, otot-ototnya kelihatan jelas meradang dan ukurannya tak terbayangkan. Aku was-was, digoyang-goyangkan kemaluannya ke arah mukaku, terasa pipiku seperti dipukul palu. Dengan senyum kupegang kemaluan Pak Faisal dan.. Wuuiihh tanganku tak cukup melingkari bulat kemaluannya dan panjangnya kuperkirakan sekitar 22 cm, dia juga tersenyum melihat kebingunganku. Kulihat dia sambil melongo dan dia tidak menyia-nyiakan waktu dengan mendesakkan kemaluannya ke mulutku.

Mulutku yang kecil tidak muat mengulum semuanya hingga masih banyak yang tersisa di luar. Aku dengan menganga penuh kususahan agar kemaluan Pak Faisal masuk dalam rongga mulutku, tetapi masih tidak bisa. Akhirnya aku jilati secara merata, dia mulai menggelinjang dan melenguh. Mulai dari ujung kugerakkan masuk dan keluar dengan mulutku dia semakin tidak karuan juga geraknya. Dengan susah payah kukelomoh kemaluan Pak Faisal yang besarnya seperti botol, semakin cepat dan semakin cepat. Kurasakan ada cairan manis keluar sedikit di mulutku. Kuhisap semakin kuat dan kuat, Pak Faisal pun semakin keras erangannya. Pak Faisal mulai ingat tangannya bekerja lagi mengelus vaginaku yang mulai mengering basah kembali. Mulutku masih penuh kemaluan Pak Faisal dengan gerakan keluar masuk seperti penyanyi karaoke.



Aku tersentak merasakan Pak Faisal menarik kemaluannya agak keras menjauh dari mulutku dan dengan sigap ditidurkannya aku di atas karpet, kedua kakiku diangkat diletakkan di atas pundaknya kiri kanan sehingga posisiku mengangkang, dia bisa melihat dengan jelas vaginaku yang kecil namun kelihatan gemuk seperti bakpau. Kulihat dia mengelus kemaluannya dan menyenggol-nyenggolkan pada vaginaku aku kegelian. Aku bersiap dibukanya kemaluanku dengan tangan kiri dan tangan kanan menuntun penisnya yang gede menuju lubang vaginaku. Didorongnya perlahan, sreett, dia melihatku sambil tersenyum dan dicobanya sekali lagi, mulai kurasakan ujung kemaluan Pak Faisal masuk perlahan. Aku mulai geli tetapi agak sakit sedikit. Pak Faisal melihatku meringis menahan sakit dia berhenti dan bertanya, "Sakit ya..", Aku tidak menjawab hanya kupejamkan mataku ingin cepat merasakan kemaluan besarnya itu. Digoyangnya perlahan dan.. Bleess digenjotnya kuat pantatnya kedepan hingga aku menjerit, "aauu." Kutahan pantat Pak Faisal untuk tidak bergerak. Rupanya dia mengerti vaginaku agak sakit dan dia juga ikut diam sesaat. Kurasakan kemaluan Pak Faisal berdenyut dan aku tidak mau ketinggalan. Aku berusaha mengejan sehingga kemaluan Pak Faisal merasa kupijit-pijit. Selang beberapa saat vaginaku rupanya sudah dapat menerima semua kemaluan Pak Faisal dengan baik dan mulai berair sehingga ini memudahkan Pak Faisal untuk bergerak. Aku mulai basah dan terasa ada kenikmatan mengalir di sela pahaku. Perlahan Pak Faisal menggerakkan pantatnya kebelakang dan kedepan, aku mulai kegelian dan nikmat. Kubantu Pak Faisal dengan ikut menggerakkan pantatku berputar.

"Aduuhh, Anita", erang Pak Faisal menahan laju perputaran pantatku rupanya dia juga kegelian kalau aku menggerakkan pantatku. Ditahannya pantatku kuat-kuat agar tidak berputar lagi, justru dengan menahan pantatku kua-kuat itulah aku menjadi geli dan berusaha untuk melepaskannya dengan cara bergerak berputar lagi tapi dia semakin kuat memegangnya. Kulakukan lagi gerakanku berulang dan kurasakan telur kemaluan Pak Faisal menatap pantatku licin dan geli. Rupanya Pak Faisal termasuk kuat juga berkali-kali kemaluannya mengocek kemaluanku masih tetap saja tidak menunjukkan adanya kelelahan bahkan semakin meradang. Kucoba mempercepat gerakan pantatku berputar semakin tinggi dan cepat kulihat hasilnya Pak Faisal mulai kewalahan dia terpengaruh iramaku Yang semakin lancar. Kuturunkan kakiku mengkamit pinggangnya, dia semakin tidak leluasa untuk bergerak sehingga aku bisa mengaturnya. Aku merasakan sudah tiga kali vaginaku mengeluarkan cairan untuk membasahi kemaluan Pak Faisal tetapi Pak Faisal belum keluar juga.



"Kecepek, kecepek, kecepek", bunyi kemaluanku saat kemaluan Pak Faisal mengucek habis di dalamnya aku kegelian hebat, "Anita, aku mau keluar, Tahan ya.." Pintanya menyerah. Tanpa membuang waktu kutarik vaginaku dari kemaluannya, kugenggam dan dengan lincah kumasukkan bonggol kemaluan tersebut kedalam mulutku, kukocok, sambil kuhisap kuat-kuat, kuhisap lagi dan dengan cepat mulutku maju mundur untuk mencoba merangsang agar air maninya cepat keluar. Mulutku mulai payah tapi air mani yang kuharapkan tak juga keluar. Kutarik kemaluannya dari mulutku. Pak Faisal tersenyum dan sekarang telentang. Tanpa menunggu komando kupegang kemaluannya dan kutuntun kelubangku dengan mendudukinya. Aku bergerak naik turun dan dia memegang susuku dengan erat. Tidak lama kemudian ditariknya tubuhku melekat di dadanya dan aku juga terasa panas. Sreet, sreett, srreett kurasakan ada semburan hangat bersamaan dengan keluarnya pelicin di vaginaku dia memelukku erat demikian pula aku. Kakinya dijepitkan pada pinggangku kuat-kuat seolah tak bisa lepas. Dia tersenyum puas.
"Nita, tak pernah aku merasakan vagina kecil seperti punyamu ini, nikmat gila memijit punyaku sampai nggak karuan rasanya, aku puas Nit.""aahh Bapak bohong, berarti sering dong ngerasain yang lain", manjaku.

Dia tidak menjawab hanya tersenyum dan kembali mengulum bibirku kuat-kuat. Akhirnya kita keluar dari karaoke dan pulang menuju ke rumah. Kini tangan Pak Faisal menempel pada pahaku dan tanganku menempel di celananya. Sesekali kusandarkan wajahku di dadanya dan jari nakal Pak Faisal mulai beraksi dengan manja. Kurasakan gumpalan daging kemaluan Pak Faisal mulai mengeras lagi, dia tersenyum melihatku dan dipinggirkan mobilnya pada tempat yang cukup sepi. Kugosok pelan pelan kemaluan Pak Faisal semakin mengeras. "Gila baru main sudah minta lagi rupanya, wah gawat ini bisa nggak pulang dong malam ini", pikirku.



Diciumnya kening dan pipiku dan dia berkata manja."Kalau sekarang Nita boleh ngeluarin punyaku ini dimulut seperti tadi", aku terbelalak rupanya dia mengerti keinginanku tadi belum kesampaian dan inilah saatnya. Tanpa ba bi Bu lagi kuarahkan ke bawah retsleting celananya dan aku kaget ternyata Pak Faisal tidak memakai celana dalam, gila dia sudah ngerti rupanya.
"Lho Kemana CD-nya pak", tanyaku pura-pura bingung."Sudah tak taruh di bagasi kok", jawabnya kalem sambil mendorongkan kepalaku ke arah kemaluannya. Aku menurut, malam ini aku bebas berbuat apa saja terhadap kemaluan Pak Faisal. Kuhisap dengan berbagai cara agar aku puas dan puas, kursi ditarik kebelakang jadilah posisi Pak Faisal seperti orang setengan telentang aku semakin leluasa menghisap kemaluan itu. Tangan Pak Faisal pun tak tinggal diam diselipkan pada vaginaku yang basah lagi, dia juga berusaha memasukkan jari tengahnya penuh ke vaginaku, sesekali diremasnya kuat susuku saat dia kegelian.

Kulepas mulutku, kulihat kemaluannya itu lagi sambil kugosok naik turun seperti onani, aku kagum melihat ukurannya. Kuhisap lagi berulang sampai aku puas. Aku mulai merasakan adanya cairan manis keluar dari ujung kemaluannya. Aku terus berusaha, mulutku mulai payah, kugoyang-goyangkan telur kemaluan Pak Faisal, dia kegelian dengan mengucek vaginaku dalam-dalam.
"eehh, sstt, aahh", kudengar erangannya mulai tidak karuan, aku terus melakukan hisapan, kuluman dan jilatan pada kemaluan yang membonggol itu dan hasilnya luar biasa.
"Nit, aku mau keluar nih." Mendengar perkataan itu aku semakin gencar melakukan hisapan sambil tanganku bergerak naik turun untuk mempercepat rangsangannya. Dan tak lama kemudian, "Sreett.. srreett.." kurasakan dua semburan air warna putih pekat masuk mulutku terasa agak manis asin. Karena kuatnya semprotan dari kemaluan Pak Faisal kurasakan ada air mani yang langsung masuk tertelan. Aku bertahan sambil terus menghisap dan dia semakin tidak karuan tingkahnya. Kuhisap terus sampai terasa tidak ada lagi air mani yang keluar dari kemaluan Pak Faisal. Kubersihkan kemaluan Pak Faisal dengan menjilatinya sampai bersih. Aku puas merasakan semuanya dan Pak Faisal pun demikian. Masih terus kujilati dan kudorong keluar masuk kemaluan Pak Faisal dia terus mengerang tidak karuan. Aku bahagia, sebentar kemudian kurasakan kemaluannya mulai mengecil dan lemas, pada saat kecil dan lemas tersebut aku merasakan mulutku mampu melahap kemaluannya secara menyeluruh.



Diciumnya keningku yang basah keringat, tepat pukul 22.00 aku sudah sampai di Kos-ku dan berharap suatu saat Pak Faisal mengajakku kembali. Pada esoknya sahabatku hanya ternganga mendengar ceritaku yang telah berhasil berkencan dengan Pak Faisal sampai keluar air maninya dua kali, dia mengatakan aku curang karena tidak memberi tahu bagaimana cara menggaet Pak Faisal. Aku cuek saja dan sampai kini walaupun aku sudah berkeluarga aku masih sering membayangkan kemaluan Pak Faisal yang tegak menantang itu, hal ini dikarenakan suamiku orangnya pekerja keras sehingga lupa waktu dan jarang memberikan nafkah batin yang cukup, tetapi sayang sejak menikah aku tidak pernah ketemu lagi sama orang yang memiliki kemaluan dan permainan seks yang hebat.

Please CLICK Our Sponsor to keep this site going.

ADULT FRIENDSTER - Komunitas Khusus Dewasa ~ Join Sekarang! 100% GRATIS!

, ,

Powered by ScribeFire.

Rabu, 27 Agustus 2008

Dokter Sandra My First Sex

Please CLICK Our Sponsor to keep this site going.

San.. hei aku jaga nich malam ini, elu jangan kirim pasien yang aneh-aneh ya, aku mau bobo, begitu pesanku ketika terdengar telepon di ujung sana diangkat.
"Udah makan belum?" suara merdu di seberang sana menyahut.
"Cie.. illee, perhatian nich", aku menyambung dan, "Bodo ach", lalu terdengar tuutt.. tuutt.. tuut, rupanya telepon di sana sudah ditutup.

Malam ini aku dapat giliran jaga di bangsal bedah sedangkan di UGD alias Unit Gawat Darurat ada dr. Sandra yang jaga. Nah, UGD kalau sudah malam begini jadi pintu gerbang, jadi seluruh pasien akan masuk via UGD, nanti baru dibagi-bagi atau diputuskan oleh dokter jaga akan dikirim ke bagian mana para pasien yang perlu dirawat itu. Syukur-syukur sih bisa ditangani langsung di UGD, jadi tidak perlu merepotkan dokter bangsal.



dr. Sandra sendiri harus aku akui dia cukup terampil dan pandai juga, masih sangat muda sekitar 28 tahun, cantik menurutku, tidak terlalu tinggi sekitar 165 cm dengan bodi sedang ideal, kulitnya putih dengan rambut sebahu. Sifatnya cukup pendiam, kalau bicara tenang seakan memberikan kesan sabar tapi yang sering rekan sejawat jumpai yaitu ketus dan judes apalagi kalau lagi moodnya jelek sekali. Celakanya yang sering ditunjukkan, ya seperti itu. Gara-gara itu barangkali, sampai sekarang dia masih single. Cuma dengar-dengar saja belakangan ini dia lagi punya hubungan khusus dengan dr. Anton tapi aku juga tidak pasti.

Kira-kira jam 2 pagi, kamar jaga aku diketuk dengan cukup keras juga.
"Siapa?" tanyaku masih agak malas untuk bangun, sepet benar nih mata.
"Dok, ditunggu di UGD ada pasien konsul", suara dibalik pintu itu menyahut, oh suster Lena rupanya.
"Ya", sahutku sejurus kemudian.

Sampe di UGD kulihat ada beberapa pria di dalam ruang UGD dan sayup-sayup terdengar suara rintihan halus dari ranjang periksa di ujung sana, sempat kulihat sepintas seorang pria tergeletak di sana tapi belum sempat kulihat lebih jelas ketika dr. Sandra menyongsongku, "Fran, pasien ini jari telunjuk kanannya masuk ke mesin, parah, baru setengah jam sih, tensi oke, menurutku sih amputasi (dipotong, gitu maksudnya), gimana menurut elu?" demikian resume singkat yang diberikan olehnya.



"San, elu makin cantik aja", pujiku sebelum meraih status pasien yang diberikannya padaku dan ketika aku berjalan menuju ke tempat pasien itu, sebuah cubitan keras mampir di pinggangku, sambil dr. Sandra mengiringi langkahku sehingga tidak terlalu lihat apa yang dia lakukan. Sakit juga nih.

Saat kulihat, pasien itu memang parah sekali, boleh dibilang hampir putus dan yang tertinggal cuma sedikit daging dan kulit saja.
"Dok, tolong dok.. jangan dipotong", pintanya kepadaku memelas.
Akhirnya aku panggil itu si Om gendut, bosnya barangkali dan seorang rekan kerjanya untuk mendekat dan aku berikan pengertian ke mereka semua.
"Siapa nama Bapak?" begitu aku memulai percakapan sambil melirik ke status untuk memastikan bahwa status yang kupegang memang punya pasien ini.
"Praptono", sahutnya lemah.

"Begini Pak Prap, saya mengerti keadaan Bapak dan saya akan berusaha untuk mempertahankan jari Bapak, namun hal ini tidak mungkin dilakukan karena yang tersisa hanya sedikit daging dan kulit saja sehingga tidak ada lagi pembuluh darah yang mengalir sampai ke ujung jari. Bila saya jahit dan sambungkan, itu hanya untuk sementara mungkin sekitar 2 - 4 hari setelah itu jari ini akan membusuk dan mau tidak mau pada akhirnya harus dibuang juga, jadi dikerjakan 2 kali. Kalau sekarang kita lakukan hanya butuh 1 kali pengerjaan dengan hasil akhir yang lebih baik, saya akan berusaha untuk seminimal mungkin membuang jaringannya dan pada penyembuhannya nanti diharapkan lebih cepat karena lukanya rapih dan tidak compang-camping seperti ini", begitu penjelasan aku pada mereka.

Kira - kira seperempat jam kubutuhkan waktu untuk meyakinkan mereka akan tindakan yang akan kita lakukan. Setelah semuanya oke, aku minta dr. Sandra untuk menyiapkan dokumennya termasuk surat persetujuan tindakan medik dan pengurusan untuk rawat inapnya, sementara aku siapkan peralatannya dibantu oleh suster-suster dinas di UGD.

"San, elu mau jadi operatornya?" tanyaku setelah semuanya siap.
"Ehm.. aku jadi asisten elu aja deh", jawabnya setelah terdiam sejenak.

Entah kenapa ruangan UGD ini walaupun ber-AC tetap saja aku merasa panas sehingga butir-butir keringat yang sebesar jagung bercucuran keluar terutama dari dahi dan hidung yang mengalir hingga ke leher saat aku kerja itu. Untung Sandra mengamati hal ini dan sebagai asisten dia cepat tanggap dan berulang kali dia menyeka keringatku. Huh.. aku suka sekali waktu dia menyeka keringatku, soalnya wajahku dan wajahnya begitu dekat sehingga aku juga bisa mencium wangi tubuhnya yang begitu menggoda, lebih-lebih rambutnya yang sebahu dia gelung ke atas sehingga tampak lehernya yang putih berjenjang dan tengkuknya yang ditumbuhi bulu-bulu halus. Benar-benar menggoda iman dan harapan.

Setengah jam kemudian selesai sudah tugasku, tinggal jahit untuk menutup luka yang kuserahkan pada dr. Sandra. Setelah itu kulepaskan sarung tangan sedikit terburu-buru, terus cuci tangan di wastafel yang ada dan segera masuk ke kamar jaga UGD untuk pipis. Ini yang membuat aku tidak tahan dari tadi ingin pipis. Daripada aku mesti lari ke bangsal bedah yang cukup jauh atau keluar UGD di ujung lorong sana juga ada toilet, lebih baik aku pilih di kamar dokter jaga UGD ini, lagi pula rasanya lebih bersih.



Saat kubuka pintu toilet (hendak keluar toilet), "Ooopss.." terdengar jeritan kecil halus dan kulihat dr. Sandra masih sibuk berusaha menutupi tubuh bagian atasnya dengan kaos yang dipegangnya.
"Ngapain lu di sini?" tanyanya ketus.
"Aku habis pipis nih, elu juga kok nggak periksa-periksa dulu terus ngapain elu buka baju?" tanyaku tak mau disalahkan begitu saja.
"Ya, udah keluar sana", suaranya sudah lebih lembut seraya bergerak ke balik pintu biar tidak kelihatan dari luar saat kubuka pintu nanti.

Ketika aku sampai di pintu, kulihat dr. Sandra tertunduk dan.. ya ampun.. pundaknya yang putih halus terlihat sampai dengan ke pangkal lengannya, "San, pundak elu bagus", bisikku dekat telinganya dan semburat merah muda segera menjalar di wajahnya dan ia masih tertunduk yang menimbulkan keberanianku untuk mengecup pundaknya perlahan. Ia tetap terdiam dan segera kulanjutkan dengan menjilat sepanjang pundaknya hingga ke pangkal leher dekat tengkuknya. Kupegang lengannya, sempat tersentuh kaos yang dipegangnya untuk menutupi bagian depan tubuhnya dan terasa agak lembab. Rupanya itu alasannya dia membuka kaosnya untuk menggantinya dengan yang baru. Berkeringat juga rupanya tadi.



Perlahan kubalikkan tubuhnya dan segera tampak punggungnya yang putih mulus, halus dan kurengkuh tubuhnya dan kembali lidahku bermain lincah di pundak dan punggungnya hingga ke tengkuknya yang ditumbuhi bulu-bulu halus dan kusapu dengan lidahku yang basah. "Aaacch.. ach.." desahnya yang pertama dan disusul dengan jeritan kecil tertahan dilontarkannya ketika kugigit urat lehernya dengan gemas dan tubuhnya sedikit mengejang kaku. Kuraba pangkal lengannya hingga ke siku dan dengan sedikit tekanan kuusahakan untuk meluruskannya sikunya yang secara otomatis menarik kaos yang dipegangnya ikut turun ke bawah dan dari belakang pundaknya itu.

Kulihat dua buah gundukan bukit yang tidak terlalu besar tapi sangat menantang dan pada bukit yang sebelah kanan tampak tonjolannya yang masih berwarna merah dadu sedangkan yang sebelah kiri tak terlihat. Kusedot kembali urat lehernya dan ia menjerit tertahan, "Aach.. ach.. sshh", tubuhnya pun kurasakan semakin lemas oleh karena semakin berat aku menahannya.



Dengan tetap dalam dekapan, kubimbing dr. Sandra menuju ke ranjang yang ada dan perlahan kurebahkan dia, matanya masih terpejam dengan guratan nikmat terhias di senyum tipisnya, dan secara refleks tangannya bergerak menutupi buah dadanya. Kubaringkan tubuhku sendiri di sampingnya dengan tangan kiri menyangga beban tubuh, sedangkan tangan kanan mengusap lembut alis matanya terus turun ke pangkal hidung, mengitari bibir terus turun ke bawah dagu dan berakhir di ujung liang telinganya.

Senyum tipis terus menghias wajahnya dan berakhir dengan desahan halus disertai terbukanya bibir ranum itu. "Ssshh.. acchh.." Kusentuhkan bibirku sendiri ke bibirnya dan segera kami saling berpagutan penuh nafsu. Kuteroboskan lidahku memasuki mulut dan mencari lidahnya untuk saling bergesekan kemudian kugesekan lidahku ke langit-langit mulutnya, sementara tangan kananku kembali menelusuri lekuk wajahnya, leher dan terus turun menyusuri lembah bukit, kudorong tangan kanannya ke bawah dan kukitari putingnya yang menonjol itu. Lima sampai tujuh kali putaran dan putingnya semakin mengeras. Kulepaskan ciumanku dan kualihkan ke dagunya. Sandra memberikan leher bagian depannya dan kusapu lehernya dengan lidahku terus turun dan menyusuri tulang dadanya perlahan kutarik tangannya yang kiri yang masih menutupi bukitnya. Tampak kini dengan jelas kedua puting susunya masih berwarna merah dadu tapi yang kiri masih tenggelam dalam gundukan bukit. Feeling-ku, belum pernah ada yang menyentuh itu sebelumnya.



Kujilat tepat di area puting kirinya yang masih terpendam malu itu pada jilatan yang kelima atau keenam, aku lupa. Puting itu mulai menampakkan dirinya dengan malu-malu dan segera kutangkap dengan lidah dan kutekankan di gigi bagian atas, "Ach.. ach.. ach.." suara desisnya semakin menjadi dan kali ini tangannya juga mulai aktif memberikan perlawanan dengan mengusap rambut dan punggungku. Sambil terus memainkan kedua buah payudaranya tanganku mulai menjelajah area yang baru turun ke bawah melalui jalur tengah terus dan terus menembus batas atas celana panjangnya sedikit tekanan dan kembali meluncur ke bawah menerobos karet celana dalamnya perlahan turun sedikit dan segera tersentuh bulu-bulu yang sedikit lebih kasar. "Eeehhm.. ech.." tidak diteruskan tapi bergerak kembali naik menyusuri lipatan celana panjangnya dan sampai pada area pinggulnya dan segera kutekan dengan agak keras dan mantap, "Ach.." pekiknya kecil pendek seraya bergerak sedikit liar dan mengangkat pantat dan pinggulnya.

Segera kutekan kembali lagi pinggul ini tapi kali ini kulakukan keduanya kanan dan kiri dan, "Fran.. ugh.." teriaknya tertahan. Aku kaget juga, itu kan artinya Sandra sadar siapa yang mencumbunya dan itu juga berarti dia memang memberikan kesempatan itu untukku. Matanya masih terpejam hanya-hanya kadang terbuka. Kutarik restleting celananya dan kutarik celana itu turun.



Mudah, oleh karena Sandra memang menginginkannya juga, sehingga gerakan yang dilakukannya sangat membantu. Tungkainya sangat proporsional, kencang, putih mulus, tentu dia merawatnya dengan baik juga oleh karena dia juga kan berasal dari keluarga kaya, kalau tidak salah bapaknya salah satu pejabat tinggi di bea cukai. Kuraba paha bagian dalamnya turun ke bawah betis, terus turun hingga punggung kaki dan secara tak terduga Sandra meronta dan terduduk, dengan nafas memburu dan tersengal-sengal, "Fran.." desisnya tertelan oleh nafasnya yang masih memburu.

Kemudian ia mulai membuka kancing bajuku sedikit tergesa dan kubantunya lalu ia mulai mengecup dadaku yang bidang seraya tangannya bergerak aktif menarik retsleting celanaku dan menariknya lepas. Langsung saja aku berdiri dan melepaskan seluruh bajuku dan kuterjang Sandra sehingga ia rebah kembali dan kujilat mulai dari perutnya. Sementara tangannya ikut mengimbangi dengan mengusap rambutku, ketika aku sampai di selangkangannya kulihat ia memakai celana berwarna dadu dan terlihat belahan tengahnya yang sedikit cekung sementara pinggirnya menonjol keluar mirip pematang sawah dan ada sedikit noda basah di tengahnya tidak terlalu luas, ada sedikit bulu hitam yang mengintip keluar dari balik celananya. Kurapatkan tungkainya lalu kutarik celana dalamnya dan kembali kurentangkan kakinya seraya aku juga melepas celanaku.



Kini kami sama berbugil, kemaluanku tegang sekali dan cukup besar untuk ukuranku. Sementara Sandra sudah mengangkang lebar tapi labia mayoranya masih tertutup rapat. Kucoba membukanya dengan jari-jari tangan kiriku dan tampak sebuah lubang kecil sebesar kancing di tengahnya diliputi oleh semacam daging yang berwarna pucat demikian juga dindingnya tampak berwarna pucat walau lebih merah dibandingkan dengan bagian tengahnya. Gila, rupanya masih perawan.

Tak lama kulihat segera keluar cairan bening yang mengalir dari lubang itu oleh karena sudah tidak ada lagi hambatan mekanik yang menghalanginya untuk keluar dan banjir disertai baunya yang khas makin terasa tajam. Baru saat itu kujulurkan lidahku untuk mengusapnya perlahan dengan sedikit tekanan. "Eehh.. ach.. ach.. ehh", desahnya berkepanjangan. Sementara lidahku mencoba untuk membersihkannya namun banjir itu datang tak tertahankan. Aku kembali naik dan menindih tubuh Sandra, sementara kemaluanku menempel di selangkangannya dan aku sudah tidak tahan lagi kemudian aku mulai meremas payudara kanannya yang kenyal itu dengan kekuatan lemah yang makin lama makin kuat.



"Fran.. ambilah.." bisiknya tertahan seraya menggoyangkan kepalanya ke kanan dan ke kiri sementara kakinya diangkat tinggi-tinggi. Dengan tangan kanan kuarahkan torpedoku untuk menembak dengan tepat. Satu kali gagal rasanya melejit ke atas oleh karena licinnya cairan yang membanjir itu, dua kali masih gagal juga namun yang ketiga rasanya aku berhasil ketika tangan Sandra tiba-tiba memegang erat kedua pergelangan tanganku dengan erat dan desisnya seperti menahan sakit dengan bibir bawah yang ia gigit sendiri. Sementara batang kejantananku rasanya mulai memasuki liang yang sempit dan membuka sesuatu lembaran, sesaat kemudian seluruh batang kemaluanku sudah tertanam dalam liang surganya dan kaki Sandra pun sudah melingkari pinggangku dengan erat dan menahanku untuk bergerak. "Tunggu", pintanya ketika aku ingin bergerak.

Beberapa saat kemudian aku mulai bergerak mengocoknya perlahan dan kaki Sandra pun sudah turun, mulanya biasa saja dan respon yang diberikan juga masih minimal, sesaat kemudian nafasnya kembali mulai memburu dan butir-butir keringat mulai tampak di dadanya, rambutnya sudah kusut basah makin mempesona dan gerakan mengocokku mulai kutingkatkan frekuensinya dan Sandra pun mulai dapat mengimbanginya.

Makin lama gerakan kami semakin seirama. Tangannya yang pada mulanya diletakkan di dadaku kini bergerak naik dan akhirnya mengusap kepala dan punggungku. "Yach.. ach.. eehmm", desisnya berirama dan sesaat kemudian aku makin merasakan liang senggamanya makin sempit dan terasa makin menjempit kuat, gerakan tubuhnya makin liar. Tangannya sudah meremas bantal dan menarik kain sprei, sementara keringatku mulai menetes membasahi tubuhnya namun yang kunikmati saat ini adalah kenikmatan yang makin meningkat dan luar biasa, lain dari yang kurasakan selama ini melalui masturbasi. Makin cepat, cepat, cepat dan akhirnya kaki Sandra kembali mengunci punggungku dan menariknya lebih ke dalam bersamaan dengan pompaanku yang terakhir dan kami terdiam, sedetik kemudian.. "Eeegghh.." jeritannya tertahan bersamaan dengan mengalirnya cairan nikmat itu menjalar di sepanjang kemaluanku dan, "Croot.. croot", memberikannya kenikmatan yang luar biasa. Sebaliknya bagi Sandra terasa ada semprotan kuat di dalam sana dan memberikan rasa hangat yang mengalir dan berputar serasa terus menembus ke dalam tiada berujung. Selesai sudah pertempuran namun kekakuan tubuhnya masih kurasakan, demikian juga tubuhku masih kaku.



Sesaat kemudian kuraih bantal yang tersisa, kulipat jadi dua dan kuletakkan kepalaku di situ setelah sebelumnya bergeser sedikit untuk memberinya nafas agar beban tubuhku tidak menindih paru-parunya namun tetap tubuhku menindih tubuhnya. Kulihat senyum puasnya masih mengembang di bibir mungilnya dan tubuhnya terlihat mengkilap licin karena keringat kami berdua.

"Fran.. thank you", sesaat kemudian, "Ehmm.. Fran aku boleh tanya?" bisiknya perlahan.
"Ya", sahutku sambil tersenyum dan menyeka keringat yang menempel di ujung hidungnya.
"Aku.. gadis keberapa yang elu tidurin?" tanyanya setelah sempat terdiam sejenak. "Yang pertama", kataku meyakinkannya, namun Sandra mengerenyitkan alisnya. "Sungguh?" tanyanya untuk meyakinkan.
"Betul.. keperawanan elu aku ambil tapi perjakaku juga elu yang ambil", bisikku di telinganya. Sandra tersenyum manis.
"San, thank you juga", itu kata-kata terakhirku sebelum ia tidur terlelap kelelahan dengan senyum puas masih tersungging di bibir mungilnya dan batang kemaluanku juga masih belum keluar tapi aku juga ikut terlelap.

Please CLICK Our Sponsor to keep this site going.

ADULT FRIENDSTER - The World's Largest Sex Community ~ Join Now! It's totally FREE!

Powered by ScribeFire.

Berawal Dari Meja Billiard

Please CLICK Our Sponsor to keep this site going.

Kesan pertama melakukan sesuatu bagi orang yang belum pernah dialamainya, sungguh sangat mengasyikkan. Begitu pula dengan kesan pada pengalaman pertamaku merasakan hangatnya tubuh wanita, yang mana terjadi pada waktu aku kuliah di salah satu perguruan tinggi di Yogyakarta. Walau sekarang aku bekerja di bidang travelling di kota Jakarta dan menjabat sebagai eksekutif di perusahaan tersebut, namun pengalaman pertama mencicipi nikmatnya cinta sungguh sulit dilupakan.



Waktu itu aku lagi suntuk, baru masuk kuliah 5 bulan. Selesai mengikuti ujian semester yang melelahkan, aku menghabiskan waktu bermain billiard di diskotik Crazy Horse Jl. Magelang Km 4 Yogyakarta. Mungkin dari para pembaca ada yang pernah kuliah atau pernah tinggal di Yogyakarta pasti tahu diskotik tersebut. Aku dengan dua teman kostku bermain sampai 10 game, dan waktu sudah menunjukkan pukul 11:30 malam. Kami sepakat untuk mengakhiri main billiard dan bersiap untuk pulang. Namun sewaktu aku akan membayar di kasir, sempat kulihat ada seorang wanita muda masuk ke tempat billiard tersebut dan langsung menghampiri salah satu meja yang ada di sana. Aku hanya berpikir mungkin salah satu score girl yang bekerja di tempat itu, lalu aku pun acuh saja dan berjalan menuju pintu keluar bersama kedua temanku.

Tidak sampai semenit, terdengar ada kegaduhan di salah satu meja billiard, serempak kami menoleh ke arah situ dan kulihat wanita muda yang baru masuk tadi sedang memaki-maki seorang laki-laki yang saat itu sedang memangku salah satu score girl. Kami bertiga jadi tercengang melihat keributan itu, apalagi sewaktu perempuan muda yang ternyata cantik itu menampar pipi pria yang sedang dimaki-maki tersebut. Kemudian si wanita langsung berlari menuju pintu keluar sambil menangis, melewati kami yang masih terperangah. Kami pun akhirnya juga keluar menuju tempat parkir motor. Aku mengendarai sendirian, sedang kedua teman kostku itu berboncengan.

Baru 500 meter dari tempat billiard tersebut, kami yang tadinya berkendara motor sambil mengobrol terkejut begitu melihat wanita muda yang menampar seorang pria di tempat billiard tadi, terpaku berdiri di pinggir jalan sambil terisak menangis.
Salah satu temanku menegur si wanita, "Mbak udah malam begini mau kemana..?"Tapi si wanita itu hanya menutup wajahnya dan tangisannya terdengar semakin keras. Kami saling bertatapan. Melihat gelagat begitu, aku meberanikan diri untuk menghampirinya.
"Maaf Mbak, kami bertiga nggak ada niat jahat, cuma mau menawarkan bantuan, kalau memang Mbak mau kami bisa mengantar Mbak pulang." ujarku sungguh-sungguh.
Melihat tetap tidak ada komentar dari si wanita, aku pun kembali menyambung, "Bagaimana Mbak..? Saya serius, tapi kalau memang Mbak nggak mau ya sudah kami nggak bisa memaksa. Lagian apa Mbak nggak khawatir sudah larut malam begini masih di tengah jalan, kalau kelihatan orang Mbak lagi menangis, bagaimana nanti..?"



Kami bertiga saling pandang menunggu jawaban dari dia, lalu si wanita itu pun mengangguk tanpa satu patah pun kata keluar dari mulutnya. Karena yang mengendarai motor sendirian itu aku, dia pun membonceng naik ke motorku.
"Pram, aku tak pulang dulu ya? Udah malam nih, berani kan kamu sendiri?" salah satu temanku bertanya kepadaku.
"Ya udah nggak apa-apa kok, kalian pulang duluan saja..!" jawabku.
Lalu kami berpisah, kedua temanku langsung meluncur pulang ke kost, sedang aku akan mengantar pulang si wanita muda itu.
"Rumah Mbak dimana..?" aku bertanya memecah kebisuan di antara kami.
"Terus saja ke arah selatan." jawabnya singkat dan terdengar sengau karena sambil menangis.

Jalan-jalan di kota yang terkenal dengan kota gudegnya itu pada waktu malam sudah sepi, aku mengendarai motorku perlahan menunggu petunjuk dari wanita di belakangku ke arah mana dia pulangnya. Kurang lebih 10 menit dia diam saja.
Aku kembali bertanya, "Maaf Mbak, di daerah mana sih rumahnya..?"
Si wanita hanya terdengar menghela nafas, "Taulah Mas, aku malas pulang, terserah Mas mau mengajak kemana." jawab si wanita sekenanya.
Terus terang aku jadi bingung dengan jawabannya itu. Maksudku benar-benar ingin mengantar dia pulang malah jawabannya begitu. Jujur saja dahulu aku masih polos dan lugu, belum mengerti dan bodoh untuk jawaban seorang wanita seperti itu. Kalau sekarang sih justru aku yang menawari menginap di hotel atau motel.

Setelah 15 menit berputar-putar, aku bingung mau diajak kemana nih orang..?
Akhirnya aku hanya bilang, "Mbak, sudah semakin malam nih, bagaimana..? Aku musti pulang, soalnya besok pagi aku harus kuliah."
Setelah terdengar terbatuk kecil, dia menukas, "Mas kost kan..? Kalau nggak keberatan, aku ikut Mas ke kost aja, tapi kalau nggak mau ya aku turun disini saja deh, nggak apa-apa kok."
Aku jadi semakin bingung dengan jawabannya itu.
"Ah gimana ya..? Nggak apa-apa nih kamu ke kostku..?" tanyaku setengah tidak percaya.
Sebagai jawabannya, si wanita yang duduk membonceng di belakang motorku itu malah melingkarkan tangannya memeluk pinggangku. Mimpi apa aku semalam sampai ketemu wanita macam begini.



Aku menjalankan motorku ke arah kost sambil tubuhku merinding, karena dua bola daging di dada si wanita itu menyentuh punggungku begitu dia merapatkan tubuhnya memeluk tubuhku. Sesampainya di kost, kulihat kamar kedua teman kostku sudah gelap, menandakan mereka sudah terlelap. Rumah kostku memang hanya dihuni bertiga, pemilik rumah tidak tinggal disitu, jadi kalau ada teman atau saudaraku yang menginap disitu, mau tidak mau ya tidur di kamarku. Begitu juga yang kualami sekarang, aku jadi bingung, masak sih aku tidur satu kamar dengan perempuan yang belum kukenal?

Setelah membersihkan badan dan mengganti baju, aku menawari dia minum, "Mau minum apa Mbak..?"
Sambil tersenyum manis dia hanya menyahut, "Air putih saja lah, tapi ngomong-ngomong maaf ya aku jadi merepotkan."
"Allaa .. nggak apa-apa." ujarku, namun di dalam hati aku berdebar bagaimana ya nanti aku tidur satu kamar dengan wanita yang baru 2 jam kukenal.
Setelah bisa menenangkan hati, aku menyambung, "Oh iya Mbak, mau ganti baju..? Pakai saja kaosku, sebentar ya kuambilkan, oh iya kalau Mbak mau mandi, biar aku ambilkan handuk sekalian ya..?"
"Aduh Mas, sudahlah jadi ngerepotin nih, sebenarnya sih kalau bisa aku juga mau pinjam celana pendek saja, boleh..?" si wanita berkata dengan wajah masih sembab.
"Nggak apa-apa kok, sekalian aja ya? tapi kalau baju dalam cewek aku nggak punya." ujarku sambil tersenyum memberanikan diri menggodanya.



Si wanita tertawa geli mendengar perkataanku tadi.
"Aduuh.., cantik sekali jika dia tertawa.." kataku dalam hati.
Sambil tersenyum, si wanita mengulurkan tangannya dan berjabat tangan denganku, "Widya." dia memperkenalkan diri.
"Namaku Pram, nama kamu bagus Mbak." jawabku sekaligus memuji namanya sunguh-sungguh.
Dia hanya tersenyum menanggapinya, lalu diambilnya celana, kaos dan handuk dari tanganku dan langsung menuju kamar mandi.

Sambil menunggu Widya mandi, aku menata kamar, kuambil bantalan sofa di teras dan kuatur sedemikian rupa berjejer di lantai membentuk tempat tidur. Beberapa saat kemudian Widya keluar dari kamar mandi dengan mengenakan kaos dan celana pendekku yang terlihat kebesaran, jadi terlihat lucu di mataku, namun bagiku tetap terlihat cantik dan manis. Kemudian kami pun terlibat obrolan hangat di serambi depan kamarku, sambil menikmati minuman hangat yang kusodori.



Kuperhatikan Widya memang cantik, putih dengan rambut sebahu diikat dengan karet gelang, dadanya membusung penuh, bibirnya merah segar walau tanpa polesan lipstik maupun kosmetik lainnya. Tingginya sekitar 165 cm, dengan body yang bagiku sangat proposional. Kutaksir umurnya walau lebih tua dariku tapi tidak lebih dari 25 tahun. Dia menceritakan bagaimana tadi dia sakit hati dengan pacarnya yang sedang memangku wanita lain, bagaimana sikap pacarnya itu akhir-akhir ini. Pokoknya dia mencurahkan semua isi hatinya kepadaku, dengan rokok yang tidak berhenti mengepul dari bibir seksinya, sedang aku hanya termangu mendengarnya.

Tidak terasa 1 jam lamanya kami mengobrol dan mataku semakin terasa berat.
Lalu aku memotong pembicaraanya, "Mbak, aku mau tidur dulu ya..?" kataku dan Widya masih asyik dengan sebatang rokoknya.
"Oh ya, silahkan Mas, nggak apa-apa, kan aku masih mau menikmati malam ini..!" jawabnya.
Kemudian aku masuk ke kamar, kutinggalkan Widya yang masih duduk di teras depan kamarku, langsung kurebahkan tubuhku di bantalan sofa yang kuatur sedemikian rupa di lantai membentuk tempat tidur.

Entah berapa lama aku terlelap, tiba-tiba aku terbangun karena merasakan geli di sekitar selangkanganku. Masih setengah sadar kurasakan ada sesuatu yang membuat kelakianku berdenyut-denyut bercampur geli. Begitu kubuka mataku, bagai disambar geledek rasa terkejutku, di keremangan lampu tidur, aku melihat Widya menindih pangkal pahaku dan jari di tangannyayang mungil itu tengah mengelus-elus batang kejantananku yang sudah terbuka lepas dari celanadalamku, sedang sarung yang biasa kupakai kalau aku tidur itu sudah terbuka seluruhnya. Sedang bibir dan mulutnya tengah asyik menciumi pangkal dari kemaluanku.



"Mbak..! Kk.. kkhh.. kamu lagi.. lagi.. ngapain..?" kata-kataku tercekat di kerongkongan menyadari semua ulahnya.
Sungguh kupikir aku sedang bermimpi, namun begitu kucubit pipiku sendiri terasa sakit, baru aku sadar itu memang nyata. Ya Tuhan! terus terang aku benar-benar memang belum pernah diperlakukan demikian oleh wanita, walau sudah 2 kali pacaran.

Begitu tahu aku sudah terbangun dan sadar sepenuhnya, Widya melirik ke arah bola mataku, dia tersenyum sambil tangannya tetap mengelus batang kemaluanku.
"Hmm.., boleh kan aku memberi sesuatu sekedar membalas kebaikan kamu..?"
Tubuhku gemetar dan keringat dingin mulai keluar dari pori-pori kulitku. Perlahan aku berusaha melepaskan diri dari tindihan tubuhnya.
Masih tergagap aku menanggapinya, "Ta.. tt.. tapi, eeng.. Mbak.. ee.. kamu.., eh, Mbak nggak perlu begini.."
Perlahan Widya beringsut ke atas dan berbisik pelan di telingaku, "Mbok jangan panggil aku Mbak dong..?" sambil jemari di tangannya masih tetap mengelus rudalku.

Usahaku untuk melepaskan diri sepertinya semakin sulit, karena tubuh Widya sekarang sudah menindih tubuhku."Lalu..? Aku.. ee.., musti panggil apa..? Kan umur Mbak lebih tua..?" tanyaku terbata-bata.
Tangan Widya sekarang mulai mengurut kemaluanku perlahan dari atas terus ke bawah, demikian berulang-ulang. Sontak aku kelojotan menerima perlakuannya.

"Terserah deh.., mau panggil apa, yang penting aku sekarang mau memberi hadiah spesial buat kamu sayang, pasti kamu akan sangat menikmati."
Suaranya terdengar sangat seksi di telingaku, karena memang saat itu mulutnya sedang menciumi daerah belakang telinga kiriku. Mataku terpejam menikmati buaian gairah dan hembusan kenikmatan yang diberikan Widya melalui remasan tangan di batang kemaluanku.



"Mbak.., oohh.. akhh.. aa.. aku.. belum pernah.. eengg.. belum pernah dii.. ee.. begini.. sama.. ee.. perempuan.., Mbak.." masih tergagap aku dengan polosnya terus terang ke padanya.
Sementara batang kejantananku tambah berdenyut keras diremas-remas dan diurut oleh tangan Widya yang bagiku sangat terampil.
Kuperhatikan Widya tersenyum, "Aku tau sayang, kamu memang baik, sangat baik malah, dan kamu sangat polos, aku sangat.. hmm.. aku senang jika aku bisa merasakan keperjakan laki-laki yang masih lugu seperti kamu.." kata-kata terakhir Widya terdengar malu-malu.
"Tapi Mbak, eengg.. apa Mbak.. ee.. nggak merasa bersalah..? Kan Mbak sudah punya pacar..?" sahutku.
Kembali dia tersenyum dengan manisnya, lantas Widya menjawab, "Sudahlah Pram sayang, jangan omongin dia lagi ya..? Pokoknya aku malam ini milik kamu, titik..! Lagian kan aku tadi bilang kalau.. eeng.. terus terang saja, aku ingiinn banget mencicipi keperjakaan.. hhmm.. jangan marah ya..?"

Mendengar perkataan Widya tadi, aku jadi senang, "Kenapa mesti marah..?" kataku dalam hati.
Selesai Widya berkata begitu, mulutnya mulai mendarat di bibirku, dilumatnya bibirku dengan lembut, kubalas lumatan bibirnya dengan penuh gairah, sementara jemari tangannya semakin keras mengayunkan batang kemaluanku naik turun. Perlahan dilepaskan lumatan mulutnya pada mulutku, bibirnya menelusur perlahan ke arah leherku, terus ke bawah bermain di sekitar dadaku, dijilatinya puting di dadaku. Aku kegelian.



Setelah puas bermain di dadaku, mulut Widya terasa menjalar ke bawah melewati perut langsung ke pusat kemaluan di selangkanganku. Kulirik ke bawah bertepatan dengan saat itu matanya sedang menatapku, lalu dia tersenyum, membuka mulutnya dan sedetik kemudian, "Aaahh.. God..!" jeritku dalam hati, karena mendapati bibir mungilnya yang terbuka tadi sudah mencaplok kepala di batang rudalku. Diturunkan kepalanya dan otomatis batang kemaluanku terus tenggelam di dalam mulutnya. Demikan terus mulut Widya menghisap kemaluanku.
Di sela hisapan dan jilatan mulutnya, Widya memuji kemaluanku, "Pram.., hmm.. aku sudah menduga.., hhmm.. punya kamu ini paling nggak ada 16 cm, lumayan sih.. tapi eengg.., lingkarannya ini lho, wahh..! Bisa dibayangin.., tanganku aja nggak muat megangnya, apalagi.. enngg.., masuk ke memekku yah..?" malu-malu Widya mengatakan begitu dengan wajahnya yang bersemu merah.

"Mbak.., oouuhh.., Mbak.. enak Mbak, mulut kamu bikin punyaku kayak mau meledak nih..!" desahanku keluar karena tidak tahan dengan mulut dan bibirnya yang menggarap sekujur rudalku.
"Jangan Pram! Jangan meledak sekarang! Ntar aja ya.., di dalam punyaku..?"
Kontan Widya menyudahi aksinya, lantas dia menyambung perkataannya, "Ngomong-ngomong, kamu belum pernah kan mencicipi kemaluan cewek..? Mau nggak..?"
"Glek!" aku hanya menelan ludah membayangkan tawaran yang selama ini hanya dalam mimpiku.
"Eee.., kayak apa sih rasanya..? Di film BF kayaknya nikmat banget menjilat memek cewek.."
Widya tertawa geli mendengar kepolosanku, "Memang kok, makanya dicobain deh, sebentar ya..?"



Widya bangkit dari tubuhku, dia berdiri di atasku dan tanpa malu-malu lagi Widya melorotkan sendiri celana pendek yang dikenakannya sekaligus celana dalamnya, namun kaosnya tidak ikut dilepas. Melihat aksi wanita cantik itu, aku hanya bengong dan berkali-kali menelan ludah menahan nafsu yang kian memburu. Lalu tanpa diduga, Widya berdiri tepat di atas wajahku yang masih tiduran di lantai, dikangkanginya kedua kaki jenjang milik Widya itu, hingga bulu-bulu lebat di sekitar selangkangannya jelas terlihat yang diantara bulu-bulu tersebut terlihat menyempil secuil daging kemerahan menutupi lubang kemaluan milik Widya yang sangat indah.Sepertinya Widya membiarkanku menikmati sesaat pemandangan indah yang baru kali ini kunikmati.

Sambil tersenyum, perlahan Widya menurunkan tubuhnya, berjongkok di atas dadaku. Sudah ratusan kali aku menelan ludahku sendiri menahan gejolak gairah yang benar-benar baru pertama kali sensasi yang diperlihatkan wanita seperti ini dalam hidupku. Dengan posisi dimana Widya duduk di atas dadaku, kemaluan Widya yang hangat dengan bulunya yang lebat dan sedikit kebasahan terasa menyentuh kulit di dadaku. Perlahan dibuka kedua paha Widya semakin melebar, memperlihatkan semakin jelas bentuk kemaluan seorang wanita, karena kemaluan Widya sekarang hanya berjarak sekitar 10 cm di depan wajahku.



Kuperhatikan dengan seksama, "Ooo, begini toh memek cewek itu..!" kataku dalam hati.
Tampak jelas sekarang secuil daging kemerahan yang tadi terlihat, yang ternyata adalah bentuk dari bibir luar kemaluan wanita. Terlihat sedikit terbuka, memperlihatkan bibir bagian dalam lubang kemaluan milik Widya tersebut. Sementara di bagian pucuk atas bibir kemaluan itu bertengger dengan indahnya secuil daging berwarna merah muda menonjol keluar. Aku menduga ini pasti klitoris atau kelentit wanita.

Ada sekitar 3 menit aku terpana memperhatikan semua pemandangan dahsyat yang baru kali ini kunikmati dalam hidupku.
"Aduuhh..!" aku menjerit kecil kaget ketika tangan Widya mencubit pipiku.
"Iiihh.., kamu ngeliatin apa sih Pram..?" Widya bertanya pura-pura tidak tahu.
Wajahku terasa panas menahan malu.
"Cuma mau dilihatin aja ya..?" kembali Widya membuatku sedikit kikuk.
"Eehh.. ohh.. nggak, habis punya kamu bagus sih..!" aku menjawab sekenanya, karena tidak tahu apa yang harus kukatakan.
"Ah masa sih..?" sahutnya, lalu seperti memancing gairah kelakianku, jari telunjuk di tangan Widya mengusap-usap bagian klitorisnya sendiri, dipelintir sedemikian rupa hingga sepertinya benda kecil di kemaluan Widya itu tambah mencuat keluar.

"Masa sih memekku bagus heh..? Bagus apanya..? Kalau bagus kok cuma diliatin aja..? Heh..?" Widya menyambung perkataannya yang terdengar suaranya sangat seksi.
Selesai berbicara, perlahan Widya menggerakkan pantatnya beringsut ke depan, menyodorkan kemaluannya seperti dipersembahkan kepada mulut dan bibirku. Sekarang jarak liang vagina Widya dengan wajahku hanya tinggal sekitar 5 cm. Dan kontan merebak aroma khas kemaluan seorang wanita menusuk hidungku. Sebuah aroma dan bau yang juga baru kali ini aku merasakannya. Begitu harum dan lembut seperti bau daun pandan. Sesaat aku memejamkan mata menikmati aroma yang tercium lembut, gurih menembus hidungku.



"Iiihh.., nih anak..! Ngapain sih..? Kayaknya kok dari tadi cuma ngeliatin aja, sekarang cuma mencium baunya aja..!" suara Widya sontak membuyarkan lamunanku.
Kulihat wajahnya terlihat cemberut. Aku tersenyum melihat ulahnya.
"Iya Mbak! Mosok nggak boleh sih aku menikmati dulu harumnya kemaluan Mbak..? Beneran kok Mbak, memek Mbak haruumm.. banget..!" aku mencoba merayu Widya.
Langsung ditanggapi olehnya, "Iya apa..?! Tapi katanya mau mencoba ngerasain memek cewek, kok didiamkan aja, lagian.. Ooouuhh Pram..! Ouuffsshh.. aduhh nakal kamu..! Yaahh.., gitu dong.. sshhtt..!" omongan Widya terputus begitu aku mulai mengangkat kepalaku guna menjulurkan lidahku dan menjilat bibir luar kemaluannya, karena aku sendiri sebenarnya sudah tidak sabar ingin segera merasakan dan mencicipi bagaimana sih rasa kemaluan wanita.

Lubang kemaluan Widya yang sudah setengah merekah itu begitu mengundang hasratku untuk menyusupkan lidahku ke dalamnya. Perlahan kusapu bibir kemaluan Widya bagian bawah, dan.. eehh ternyata ada sedikit kebasahan disitu, sejenak kukecap kebasahan berupa lendir bening yang dikeluarkan liang surga milik Widya itu.
"Hhmm.., lezat sekali..!" kataku dalam hati sambil meresapinya.
"Ehh Mbak, ee.. enak juga ya Mbak..?" ujarku sambil menikmati rasa gurih lendir itu.
Sambil merintih manja, Widya menyahut, "Ouuhh Pram.., itu baru lendir pelumas aja, coba dehnanti.. oohh.. sstt.. kamu akan tambah menikmati lendir yang keluar kalau aku orgasme nanti, makanya kamu harus berusaha membuatku puas, Pram..!"
Sementara pahanya dibuka semakin lebar memberi ruang gerak lebih leluasa buat lidah dan mulutku bergerak.

Kembali aku menjulurkan lidahku menyusup diantara belahan bibir kemaluan Widya sambil dibantu oleh jari-jarinya menguakkan belahan itu semakin lebar.
"Oouuhh.. oouuff.. sstt.., yah begitu sayangg.. terus masukkan lidah kamu lebih dalam..! Yaahh.. teruuss.. ooughh.." erangan Widya terdengar lembut dan bergairah menikmati sentuhan lidahku.
Apalagi petualangan lidahku mulai menyentuh secuil daging kelentit yang sudah terasa semakin keras mencuat keluar dan membuat Widya merintih keras.
"Pramm.., yahh.. betull..! Teruss.., yang lembut sayangg..! Oouff.. eesshhtt.. sstt.. edann..! Enak banget..! Aduuhh.., eesshh.. kamu ternyata.. uuff.. ternyata pintar juga.. eesshhtt.." desahnya tidak berhenti.
Sebenarnya aku hanya mempraktekkan apa yang selama ini kulihat di film BF, bagaimana cara perlakuan oral sex pada liang kemaluan wanita.



Kembali terasa di lidahku lendir yang keluar dari liang kemaluan Widya semakin banyak. Oohh Tuhan! Ternyata betapa nikmatnya rasa lendir kemaluan wanita itu. Aroma harum kemaluan milik Widya semakin tajam menusuk hidungku seiring semakin banyaknya lendir itu membanjir keluar dan membuatku semakin bernafsu terus menjilati seantero kemaluan Widya, terutama klitoris yang berwarna merah muda itu memang sangat membangkitkan hasratku untuk lebih bernafsu menjilatinya. Daging kelentit itu terus kusentil dengan lidahku dengan irama yang teratur, baik ke samping maupun ke atas dan ke bawah.
"Adduuhh.. Praamm.. eesshhtt.. pintar sekali kamu..! Yahh begitu.., teruuss.. duhh Gusti.. nikmat sekali..! Adduuhh.., kayaknya aku mau sampai nih..! Teruss..!" rintihan Widya terdengar semakin keras, dan malah sekarang seperti menjerit kecil, apalagi entah perintah dari siapa, aku yang tadi membuat gerakan menjilat, sekarang mulai memagut kelentit itu dan langsung kukulum layaknya mengulum permen.

Kukulum dan kuemut dengan mulutku daging kelentit milik Widya dengan gemas bercampur nafsu. Kontan tubuh Widya kelojotan, menggelinjang hebat merasakan nikmat yang amat sangat di pusat kenikmatan yang terletak pada kelentitnya. Bongkahan pantat milik Widya yang tadi mendudukidadaku, entah refleks atau apa, sekarang semakin maju dan aku yang tadi agak mengangkat kepala untuk menggarap kemaluannya dengan mulutku, sekarang bisa bersandar pada bantalan sofa di lantai, karena bongkahan pantat Widya sekarang tepat di atas kepalaku. Sekarang posisi tubuh Widya duduk bersimpuh yang mana kepalaku otomatis tenggelam di jepitan kedua pangkal pahanya.

Posisi demikian terus terang membuatku sulit bernafas, apalagi mulutku masih terus mengulum dengan buasnya daging kelentit milik Widya yang sepertinya terasa semakin tegang dan keras.Sementara dari sela-sela bulu kemaluannya, aku masih sempat melihat kedua tangan Widya meremas-remas kedua payudaranya seperti berusaha menambah rangsangan terhadap dirinya. Terlihat juga kepala Widya mendongak ke atas dan kedua bola matanya mendelik-delik serta pupil hitam di matanya sudah tidak terlihat, hanya terlihat warna putihnya saja.
"Pramm.. enngg.. oouukkhh.. esstthh.. Ya ampun Tuhann..! Adduuhh.. yyaahh.. sedikit lagi.. yahh.. uuff.. kkhh.. kk.. ka.. kamu ingin merasakan.., ouuhh.. ingin mencicipi lendirku kaann..? Yaahh.. sedikit lagi.. dikiit lagi sayaangg..! Makanya.., uughh.. emut terus..! Adduuhh.., lebih keras lagi. Yaahh.., terus hisap itilku.., teruuss.. emut yang kuat sayang, yaahh begitu..!" jeritan dan rintihan kenikmatan Widya terdengar putus-putus, sementara aku terus menghisap sambil menarik-narik kuat kelentit itu masuk ke dalam mulutku.



Dan tiba-tiba suara desahan itu berhenti. Sama sekali tidak terdengar jeritan maupun rintihan Widya, yang ada hanya tubuhnya bergetar hebat, kelojotan yang membuat pantat dan pinggulnya bergoyang kesana kemari, namun pagutan dan hisapan mulutku pada kelentitnya tetap tidak kulepaskan, mau tidak mau kepalaku ikut bergerak mengikuti gerakan liar bongkahan pantatnya, padahal tanganku yang dari tadi meremas-remas bongkahan pantat milik Widya itu sudah berusaha menahan gerakan liarnya itu. Aku tetap bertekad mempertahankan posisi mulutku menghisap dan memagut daging kelentit Widya.

Semenit kemudian kelojotan tubuh Widya terhenti, yang kurasakan tubuhnya meregang hebat, kedua pahanya kejat-kejat menghimpit kuat kepalaku yang membuatku sangat sulit untuk bernafas, namun aku rela menahan nafas hanya untuk menanti apa yang terjadi pada saat-saat dimana Widya akan menjemput puncak kenikmatan sejatinya.
Kembali Widya menjerit-jerit, "Aahh.., esshtt.. ituu..! Yahh.. ituu..! Aduuhh.. enakkhh.. enak banget..! Aahh.. esshhtt.. aduuhh.. ini sayangg..! Yaahh.., ini aku keluarin ya..? Oouuffsshhtt.. nikmatt sekalii.., yaahh..!"

Benar saja, beberapa detik setelah itu, terasa di lidahku semburan hangat cairan lendir itu keluar tertangkap di ujung lidahku, mengalir menerobos masuk ke dalam mulutku, terus menyerbu ke dalam kerongkonganku dan langsung kutelan. Benar seperti yang dikatakan Widya, lendir bening yang dikeluarkan lubang kemaluannya benar-benar sangat lezat, gurih dan ada sedikit rasa manis bercampur asin. Sungguh suatu sensasi yang baru pertama kali kualami dalam hidupku.

Entah mungkin ada 5 atau 6 kali mulutku menangkap semburan cairan lendir yang membanjir keluar dari lubang kemaluan Widya. Saking derasnya aliran lendir itu menyembur mulutku sampai tersedak. Dan semburan cairan itu semakin melemah sampai akhirnya berhenti sama sekali, hanya berupa tetesan-tetesan saja yang tentu tidak kulewati begitu saja. Jepitan kedua paha Widya di kepalaku terasa mengendur, hingga aku dapat mengambil nafas panjang. Kuhirup udara dalam-dalam karena ada lebih semenit aku menahan nafas sampai dadaku terasa sesak. Namun pengorbanan itu kuanggap sesuai dengan sensasi dasyat yang kudapatkan melalui hisapan dan jilatan mulut serta lidahku di setiap inchi pada lubang kemaluan Widya, hingga mimpiku bisa menjadi kenyataan untuk merasakan nimatnya, lezatnya, enaknya cairan lendir yang dikeluarkan liang vagina seorang wanita.



Detik berikutnya Widya merebahkan tubuhnya di atas tubuhku, dengan posisi pinggulnya masih menindih dadaku, punggungnya menindih batang kemaluanku tapi kepalanya di atas kakiku dan kedua kakinya menjuntai lurus melewati atas kepalaku. Sementara tubuhku bagian atas mulai dari dada hingga wajah basah oleh cairan lendir yang hangat, terasa melekat pada pori-pori di permukaan kulitku. Dada Widya terlihat naik turun beriringan dengan nafasnya yang naik turun sisa dari kenikmatan yang baru saja dicapainya.

Selang beberapa menit kemudian setelah nafasnya mulai teratur, Widya bangkit dari tubuhku, dan dapat kulihat dengan jelas raut wajahnya yang memerah, dengan rambut yang berantakan, namun justru menambah keseksiannya.
Sambil tersenyum manis, dia berkata kepadaku, "Ouhh Pram.., aku benar-benar nggak menduga, kamu begitu lihai dengan permainan mulutmu, padahal kamu belum pernah selain dengan aku kan..? Apa kamu bohong ya..?"

Aku menyahutnya dengan serius, "Lho kok nggak percaya Mbak..? Memang aku sudah pernah punya pacar 2 kali, tapi demi Tuhan, pacaranku sebatas ciuman thok..! Nggak lebih, swear Mbak..!"
Widya tersenyum geli melihat kepolosanku, "Iya.. ya.. aku percaya..! Lagian seandainya kamu bohong pun, aku nggak keberatan kok, masa bodo..! Yang penting aku enak, habis mulut dan lidah kamu itu lho bikin aku terbang ke awang-awang, nggak tau deh kalau senjata kamu itu bisa bikin aku juga terbang melayang nggak.."



Widya menanggapi keseriusanku dengan kerlingan nakal matanya yang menggoda. Tetapi habis berkata begitu, tangannya meraih batang kemaluanku yang dari tadi berdenyut-denyut. Diusapkannya perlahan batang rudalku dengan jari-jarinya yang lembut. Aku berdebar menanti aksi Widya selanjutnya. Setelah puas mengurut dan meremas-remas kemaluanku, Widya memposisikan tubuhnya berjongkok di atas perutku. Aku masih menduga-duga apa yang akan dilakukannya. Sepertinya dia akan menyusupkan batang kemaluanku pada lubang vaginanya dengan posisi seperti itu. Dadaku semakin berdebar menanti saat-saat dimana aku akan merasakan pertama kali dalam hidupku bagaimana nikmatnya bersanggama dengan seorang wanita.

Seperti tahu akan perasaanku, Widya mencoba membuatku rileks, "Pram.., kok kamu tegang sih..? Santai saja, Mbak maklum kalau kamu tegang begitu, Mbak dulu juga seperti kamu, gelisah dan tegang, nih coba ya..? Kamu tutup mata kamu, tarik nafas dalam-dalam..!" kata-kata Widya terputus begitu ujung di kepala kemaluanku menyentuh sesuatu yang hangat, basah dan kenyal.
Tapi aku tahu itu pasti bibir luar kemaluan Widya. Dengan telaten tangan Widya membimbing batang rudalku untuk mendapatkan posisi yang tepat agar jalan batang kemaluanku menembus liang kemaluannya bisa pas. Begitupun dengan pinggul Widya sedikit digoyangkan, agar posisi ujung kepala kemaluanku bisa tepat dalam jepitan bibir kemaluannya.



Aku memejamkan mata mengikuti nasehat Widya sambil merasakan geli bercampur ngilu. karena menikmati gesekan kulit kepala kemaluanku dengan bibir kemaluannya. Kuatur nafasku, dan, "Bleess..!" begitu Widya menurunkan pinggulnya, terasa batang kemaluanku perlahan menerobos masuk ke dalam lubang vaginanya.
Ohh Tuhann..! terasa begitu lembut dan hangatnya bibir dan dinding kemaluan milik Widya ini mendekap sekujur batang kemaluanku.
"Oouhh.. Mbaakk..!" hanya itu rintihan yang keluar dari mulutku mewakili berjuta kenikmatan yang baru kali ini kurasakan di umurku yang ke 20 tahun.
"Oouuff.., gimana sayaangg.., heehh..? Enaakhh..? Aahh.. sstt.. aduuhh.. gilaa..! Punya kamu.., uuff.. adduhh.., benar kan dugaan Mbak tadi..? Oouugghh.. gila..! Punya kamu gede banget.. tau nggak sih..? Aasshhtt.. Menuh-menuhin bungkusnya, Edaann..! Uuff.. adduuhh.." rintihan Widya bersahutan dengan desahan nikmatku.
"Yahh.., ya Mbakk..! Pantesan ya Mbak.., oouusshh.. pantesan kk.. kata orang making love itu.., aduuhh.. sshh.. nikmat sekali..!"

Perlahan Widya mulai menggerakkan pinggulnya naik turun, sedangkan aku hanya bisa menggigit bibirku merasakan desiran nikmat yang baru kali ini kurasakan. Desiran nikmat itu bertambah seiring dengan semakin cepatnya gerakan naik turun pinggul Widya di pusat selangkanganku. Apalagi begitu gerakan pinggul Widya bukan hanya naik turun, tetapi disertai dengan berputar-putar yang membuat batang rudalku seperti dipelintir. Seluruh sekujur tubuhku bergetar, perasaanku terbang melayang menjemput nikmat yang teramat sangat. Sementara kedua tangannyameremas-remas kedua payudaranya sendiri, seolah ingin menambah rangsangan untuk dirinya sendiri.



Sekitar 5 menit kemudian, gerakan Widya seperti orang kesurupan.
Dia mendesis panjang, matanya terbalik, "Praamm.., uugghh.. esshhtt.. akhh.. akkuu.. hampir.., yaahh.. yaahh.. yaahh.. Gilaa..! Enak bangett..! Oouuff.."
Dan rintihan itu tiba-tiba terhenti, tubuh Widya mengejang, sesaat kemudian Widya menjatuhkan tubuhnya di atas tubuhku, memeluk leherku kencang dan mulutnya melumat bibirku dengan buas. Akusendiri terkejut, entah apa yang dirasakannya. Yang kurasakan bibirku nyeri dilumat oleh bibirnya, dan entah dari mana tiba-tiba pangkal pahaku terasa basah tersembur cairan hangat yang mungkin dikeluarkan oleh vagina Widya.

"Edan kamu Pram..! Hehh.. ssthh.. uuff.., baru kali ini dalam satu babak Mbak kalah dua kali..! Ntar dulu ya..? Oohh.."
Habis berkata begitu, Widya menciumi pipiku lembut dan mesra, sambil tangannya mengelus rambutku yang sudah acak-acakkan.
Widya menatapku dengan matanya yang sayu, "Kayaknya aku kok mulai sayang kamu ya..? Wah gawat nih Mbak nggak ingin kehilangan kamu.." Widya melanjutkan perkataannya.
Aku hanya menatap Widya dengan pandangan bingung, sementara rudalku masih tetap menancap dengan gagahnya di jepitan lubang kemaluan Widya yang sudah sangat becek itu.

"Mbak.., eengg.. Mbak akhh.. ak.. akuu.., ee..," belum tuntas ucapanku, Widya memotong, "Iya sayang, Mbak tau..! Kamu pingin dikeluarin kan..? Kerasa kok di memek mbak, kontol kamu berdenyut-denyut, hi.. hi.. kaciaann..!"
Habis berkata demikian, Widya kembali menciumi wajahku, lalu menjalar ke arah leher, terus ke belakang telingaku.
"Kasian kamu sayang..! Coba deh rasakan ini..?"
Aku hanya bertanya dalam hati, apa maksud dari perkataan Widya baru saja. Namun kebingunganku hanya beberapa detik, karena terjawab oleh remasan otot-otot di kemaluan Widya yang meremas-remas sekujur batang rudalku.



"Oohh.., Mbakk.. uuffss.. Mbak..! Aduhh.. nikmatnya.." desahku tidak menentu.
Kalau dibiarkan, bisa kacau nih, aku bisa keluar tanpa memberikan perlawanan yang berarti.Tanpa mengeluarkan kemaluanku pada vaginanya, tanpa di diduga oleh Widya, aku merubah posisiku, dimana sekarang aku yang di atas menindih tubuh Widya. Kulihat Widya sedikit terkejut, namun dia hanya tersenyum melihat ulahku.
"Gantian ya Mbak..? Sekarang Mbak istirahat aja menikmati semuanya."
Sambil berkata begitu, aku menaikkan kedua kaki Widya yang jenjang itu ke atas pundakku.
"Adduuhh.., kok kamu tau sih posisi gini..? Posisi kayak gini Mbak paling suka lho..! Ayoo..! Kok diam saja..? Mbak 'emut' lagi lho kontol kamu sama memek Mbak, nih rasain..!" ancamnya.
Benar saja, ancamannya betul-betul di buktikan, kembali kurasakan batang rudalku terasa diremas-remas dengan lembut oleh liang kemaluan Widya.

Memang aku kalah jauh pengalaman di bidang seks, namun dasar sifatku yang tidak mau kalah, aku mencoba mengimbangi permainan hisapan vagina Widya. Perlahan kumulai menggerakkan batang kemaluanku keluar masuk di jepitan bibir vagina Widya yang masih terus mengemut batang kemaluanku. Dari gerakan perlahan, aku mencoba menaikkan tempo, semakin cepat rudalku menggelosor maju mundur pada lubang kemaluan Widya. Semakin lama denyutan bibir kemaluan Widya terasa melemah, seiring desahan nafasnya semakin keras terdengar menebar nafsu birahi.
"Iyyaa..! Terus..! Yaahh gituu..! Aduuhh Pramm..! Enak banget..! Terus tambah kenceng..!"
Disela-sela rintihan Widya, aku mendengar kecipak air lendir di setiap hantaman batang kemaluanku yang merojok-rojok seisi relung-relung liang vagina Widya.



Posisi kaki Widya sekarang menjepit punggungku yang otomatis ikut naik turun seirama gerakan naik turunnya pinggulku.
"Oouuhh.., Mbakk..! Aku baru merasakan enaknya ML ya Mbak..? Aduuhh.. enakk.. tenan Mbak..!" aku yang memang baru merasakan nimatnya bersetubuh dengan seorang wanita, benar-benarmerasakan nikmatnya surga duniawi ini.
Detik demi detik tidak kulewatkan, kuresapi betul phenomena ini dari ujung rambut sampai ke ujung kaki.
"Pramm.., uuff.. sstt.. Pram.. oohh.., aduhh Gusti..! Adduuhh.. gawat..! Mbak mau.. uuffsshhtt.., Mbak mau keluarr.., yaahh.. teruss..! Dikit lagi.., yaahh.. yaahh.. eesshhtt.. esshh.. aahh..!" terlihat mata Widya membuka lebar, namun yang terlihat hanya putihnya saja, entah dimana pupil hitam di matanya itu, pelukannya tambah erat, dan jepitan kedua kakinya tambah kuat menjepit pinggulku yang semakin cepat menghantam selangkangannya.

Beberapa detik kemudian, kembali kemaluan Widya berdenyut-denyut yang menandakan dia kembali meraih orgasmenya yang ketiga kali. Sedang aku entah dikarenakan denyutan liang kemaluan Widya atau apa, sesaat lagi seperti akan memuntahkan semua isi dari batang rudalku. Benar saja, kenikmatan yang kurasakan itu seperti merambat naik ke puncak dan terpusat pada batang kemaluanku.
"Ooouuhh.., Mbak.., adduuhh.. Mbaakk..! Yaahh.. oouuhh Godd..!" terasa ada aliran pada batang rudalku menuju ujung di kepala kemaluanku, dan, "Sreett.. serr.. sseerr.." entah berapa kali air maniku menyembur dari pucuk kemaluanku menyerbu masuk dan membasahi setiap relung pada dinding kemaluan di seantero lubang kemaluan Widya.

Beberapa menit kemudian, "Mbaakk.., hilang deh perjakaku diambil Mbak Widya..!" aku pura-pura merengek di depannya, sementara batang kemaluanku masih menancap pada lubang vagina Widya.
"Iya deh maaf yaa..? Kamu menyesal..?" Widya menyahut sambil mengecup pipiku dengan perasaan sayang.
Aku hanya menggeleng, lalu disambungnya lagi, "Pram, Mbak serius lho, kayaknya Mbak ada perasaan sayang deh sama kamu. Kepolosan dan kejujuran kamu itu yang membuat Mbak suka kamu. Tadinya Mbak hanya mau membalas perlakuan pacar Mbak itu, tapi kok rasanya malah memang Mbak sayang kamu. Lagian kejantanan kamu jauh di atas dia, Mbak sampai kepayahan menahan gempuran kamu. Kamu tau kan Mbak tadi orgasme sampai tiga kali..?"



Aku mengangguk, "Iya Mbak, aku tahu, Mbak tadi keluarin lendir tiga kali, pertama pakai mulutku, yang kedua dan ketiga pakai si 'Adek'..!"
Aku mengibaratkan batang rudalku dengan sebutan 'Adek'. Mbak Widya tersenyum mendengar perkataanku tadi, "Hemm.., boleh juga tuh, nama kesayangan kontol kamu 'Adek' aja ya..? Iya nih, si 'Adek' bikin Mbak dehidrasi, kekurangan cairan tubuh..!"
Terasa batang rudalku berangsur lemas, dan tidak lama kemudian tercabut dengan sendirinya dari segala kehangatan dan kebasahan pada liang surga milik Mbak Widya ini. Kulihat cairan maniku tumpah kembali keluar bercampur dengan lendir milik Mbak Widya. Sekonyong-konyong Mbak Widya menempelkan telapak tangan kanannya di mulut kemaluannya sendiri.

Aku terbengong menyaksikan ulahnya, "Mau ngapain nih orang..?" batinku.
Seperti mengetahui akan kebingunganku, Widya hanya tersenyum, lalu dia berkata, "Pram, mani seorang perjaka konon rasanya sangat lezat, makanya Mbak ingin mencicipi mani kamu. Toh tadi kamu juga udah ngerasain cairan lendirku kan..? Apa salahnya kalau Mbak juga ingin merasakan dan mencicipi sperma kamu..?"
Setelah dirasa cukup, Widya menarik tangannya yang tadi menutupi selangkangannya, terlihat di telapak tangannya penuh dengan cairan spermaku. Tanpa ragu-ragu cairan sperma di telapak tangannya dibawa ke depan mulutnya dan langsung direguk perlahan, sambil dikecap terlebih dahulu dengan matanya sedikit terpejam, seolah Widya sedang menikmati sebuah minuman terlezat yang pernah dirasakannya.

Diseruput sedikit demi sedikit sampai akhirnya cairan sperma itu habis. Seperti tidak puas, telapak tangannya dijilat seolah tidak rela ada sisa spermaku yang tertinggal di telapak tangannya.
Aku tertegun dan meringis dengan semua ulah Widya, "Nggak jijik toh Mbak..? Apa sih rasanya, kayaknya kok sampai segitunya..?"
Widya langsung menyahut ucapanku, "Lho kamu sendiri tadi apa nggak jijik menghisap habis lendir Mbak..? Hayo..? Air mani kamu bener-bener lezat, gurih nggak seperti air mani pacar Mbak, bau..! Kalau lagi berkencan dengan dia terus sperma dia keluar, Mbak sampai muntah. Gimana ya..? Sperma kamu bener-bener putih dan bersih, Mbak suka banget dengan sperma kamu, bikin Mbak ketagihan deh kayaknya."
Kemudian kami membersihkan diri dan kulihat jam sudah menunjukkan pukul 05:00 dini hari. Sambil berpelukan, kami pun terlelap bersama.



Demikianlah, setelah itu kami masih sering mengulangi perbuatan itu pada beberapa kesempatan, sampai akhirnya Widya kembali ke pacarnya yang dulu dan kudengar mereka akhirnya menikah. Kalau diingat kembali, aku hanya tersenyum sendiri dengan pengalaman pertamaku bersetubuh dengan seorang wanita. Ya, dengan Widya lah pertama kali kurasakan nikmatnya tubuh wanita dan yang merenggut keperjakaanku.

Tamat

Please CLICK Our Sponsor to keep this site going.

ADULT FRIENDSTER - The World's Largest Sex Community ~ Join Now! It's totally FREE!

Powered by ScribeFire.

Panasnya Apotik 24Jam

Please CLICK Our Sponsor to keep this site going.

Sudah lebih dari 4 jam Tedi bersama 2 rekannya menunggu didepan pintu kamar UGD (Unit Gawat Darurat) sebuah rumah sakit di kota metropolitan. Rudi teman mereka bersama pacarnya mengalami kecelakaan mobil yang lumayan parah tadi pagi sehingga harus dirawat secara intensif di ruang UGD. Tedi dan 2 rekannya merasa berkewajiban untuk membantu teman karibnya karena pihak keluarga Rudi belum ada satupun yang muncul di rumah sakit. Rudi merupakan anak tunggal dan kedua orang tuanya berada di sebuah negara Eropa Timur sebagai staf kedutaan besar. Sedangkan keluarga-keluarga dekat Rudi masih belum tiba karena tinggal di luar pulau Jawa seperti Pontianak, Tarakan dan Manado. Beruntunglah Rudi memiliki karib seperti Tedi dan 2 rekannya yang lain untuk mengurus keperluannya sewaktu dirawat di UGD.

Seorang perawat keluar dari ruang UGD dan menuju ke arah Tedi sambil membawa sebuah kertas di tangannya. “Mas, ini resep dokter yang harus segera dibelikan obatnya agar teman Mas besok pagi dapat langsung disuntik dengan obat itu.”, ungkap perawat tersebut kepada 3 pemuda yang sudah kelihatan lelah.
“Kira-kira di apotik rumah sakit ini obat itu ada nggak, Mbak?”, tanya seorang rekan Tedi.
“Kalau ada saya nggak akan minta tolong pada kalian”, jawab perawat singkat.
“Yuk, dicari!”, ajak Tedi pada 2 temannya.
“Sebentar Mas”, cegah perawat itu.
“Kalian yang mempunyai golongan darah sama dengan Rudi sebaiknya tinggal disini, jaga-jaga kalau teman kalian membutuhkan darah lagi dan persedian kami habis”, meneruskan keterangannya.



Akhirnya 3 pemuda itu berembuk dan memutuskan agar Tedi saja yang mencari obat dan 2 temannya tetap tinggal.

Tedi mengeluh dalam hati sambil mengendarai mobil, “Cari apotik yang buka jam 1 pagi ini pasti susah, aku nggak seberapa hapal jalan Jakarta lagi”.

Setelah berkendaraan selama 10 menit akhirnya dia menemukan sebuah apotik yang masih buka tapi setelah dimasukinya pegawai apotik tersebut menyatakan kalau obat yang dicari Tedi tak ada. Kejadian tersebut berulang sampai 4 kali dengan alasan yang mirip, “obat itu habis”, “besok siang baru siap”, dan sebagainya. Demi teman yang saat ini tergolek di ranjang UGD, Tedi tak berputus asa meskipun tubuhnya sudah lelah dan ngantuk.

Tanpa berharap banyak Tedi memarkir mobilnya didepan apotik kecil di ujung jalan yang sempit. “Paling-paling nggak ada lagi”, pikir Tedy sambil menyerahkan resep obat yang dicarinya kepada pegawai apotik itu, seorang wanita berumur 30-an.
“Silakan tunggu dulu, saya carikan”, ucap wanita itu dengan sopan.

Dia mencek dengan komputernya, lalu masuk ke ruangan berdinding kaca transparan yang terlihat penuh laci obat, keluar lagi dan terus masuk ke ruangan tertutup. Wanita itu keluar bersama seorang pria berumur 50-an dengan wajah masih ngantuk.

Sambil mengenakan kaca matanya pria itu berkata pada Tedi, “Dik, obat ini agak langka, menyiapkannya butuh waktu 1 jam dan yang bisa menyiapkan cuma cabang kami yang berada di Depok. Sebaiknya adik langsung aja mendatangi kesana atau kalau adik mau nunggu biar pegawai kami yang ngantar kesini, gimana?”.

Langsung dijawab Tedi, “Saya tunggu aja disini, Pak! Capek Pak saya putar-putar carinya! Berapa, Pak?”.
Dijawab oleh wanita disebelah pria itu, “Totalnya Rp 536.500,-”.
Dalam hati Tedi menggerutu, “Busyet, habis nih sisa gajianku!”.

Jam di dinding apotik menunjukkan setengah dua, hawa sejuk pagi masuk melalui jendela apotik membuat Tedi yang baru saja duduk beberapa menit di ruang tunggu menjadi ngantuk. Matanya yang agak sayu mulai menatap wanita yang sibuk di counter apotik itu, sementara itu pegawai pria yang tadi sudah tak terlihat lagi.



Dalam hati Tedi mulai berdialog dengan dirinya sendiri untuk menghilangkan kebosanan, “Kalau diperhatikan cewek itu cakep juga ya, rambutnya hitam panjang, kulitnya sawo matang, wajahnya mirip siapa? oh iya kayak penyanyi yang namanya Memes, tingkah lakunya anggun dan sopan, persis deh, bodinya juga kelihatan oke, payudaranya terlihat padat walaupun tidak terlalu besar, bego sekali aku baru menyadarinya sekarang”. Tatapan mata Tedi yang semula sayu menjadi berbinar-binar seolah memandang hidangan lezat sewaktu lapar. Rasa ngantuknya lenyap dalam keheningan ruangan apotik yang hanya ada dia dan pegawai wanita itu.

Dengan mulai berkurangnya aktifitas pegawai wanita itu, ia mulai merasa kalau sedang diperhatikan. Sedikit curi pandang ke arah Tedi, perasaannya terbukti benar. Pemuda langsing tinggi, 25-an tahun tapi lumayan tampan yang duduk didepannya memandang ke arahnya tanpa berkedip. Tedi akhirnya merasa kalau tatapannya dirasakan oleh wanita itu.

Perhatian Tedi beralih ke barang-barang yang ada di outlet apotik itu. Bangkit dari tempat duduknya sambil membungkukkan badan ia melihat satu persatu barang dalam etalase kaca. Dengan penasaran pegawai wanita itu bertanya pada Tedi, “Mencari apa, Mas?”
“Hanya lihat-lihat kok Mbak!”, jawab Tedi, tapi pandangannya tertuju pada sederet kotak kondom dengan berbagai merk dan hal ini tak luput dari perhatian wanita itu.



Perhatian Tedi pada deretan kondom itu begitu nampak karena dia benar-benar lagi membandingkan kelebihan setiap merk kondom dengan lainnya melalui tulisan-tulisan yang ada pada kotaknya.

Tanpa malu-malu Tedi bertanya pada pegawai wanita itu, “Mbak, yang merk “A” ini harganya berapa?” yang dijawab pula oleh wanita itu. “Kalau yang “B”?” “Kalau yang “C”?” Semua pertanyaan itupun dijawab oleh pegawai wanita itu. Dengan wajah bingung Tedi menegakkan kembali badannya sambil mendekat ke arah pegawai itu. “Mbak, yang bagus yang mana?” tanyanya lirih dengan wajah lugu. Pegawai wanita itu menjawab dengan menggelengkan kepalanya serta tersenyum malu.

Dengan wajah kecewa tak memperoleh jawaban, Tedi membalikkan badan lalu keluar dari apotik itu dan mengambil kotak rokoknya dari sakunya.

Bersandar pada kusen pintu apotik, Tedi menikmati setiap sedotan asap rokoknya. Tanpa disadarinya pegawai wanita tadi sudah ada disampingnya dan mengagetkannya dengan permintaannya, “Mas, boleh minta rokoknya?” Bagai orang dihipnotis Tedi menghulurkan kotak rokok dan koreknya kepada wanita. Tedi merasa kaget campur bingung dan heran menatap wanita disampingnya sedang menikmati sedotan pertama pada sebatang rokok.

“Nggak usah bengong Mas, emangnya kenapa?”, tanya wanita itu.
“Ah, Nggak, nggak heran kok, sehari habis berapa Pak biasanya, Mbak?”, tanya Tedi sedikit menggoda.
“Saya merokok kadang-kadang aja kok, Mas!”, jawab wanita itu.
Setelah itu mereka mengobrol akrab bak 2 orang yang telah lama berkenalan.
“Mas, tadi tanya soal kondom, apa sudah menikah?”, tanya wanita itu.
“Belum, makanya saya bertanya, Mbak sudah?”, jawab Tedi dan berbalik bertanya.
“Sudah 5 tahun”, jawab wanita sambil menunjukkan kekecewaan di wajahnya.
“Wah, sudah pengalaman dong, jadi menurut Mbak, sewaktu suami Mbak pakai kondom yang enak rasanya yang merk apa?”, tanya Tedi seakan hal itu menjadi teka-tekinya.
“Apa kamu sudah punya pacar?”, tanya balik wanita itu.
Dengan menggelengkan kepala, Tedi menunduk malu seolah sadar bahwa dia menunjukkan keluguannya, lalu dia berusaha menutupinya dengan berkata, “Tapi gini-gini pengalamanku nggak kalah sama Mbak! cuman saya nggak pernah pakai kondom”
“Oh, ya? saya percaya kok”, sindir wanita itu.
“Kalau nggak percaya boleh dicoba!”, tantang Tedi.



Dengan wajah yang memerah dan tersenyum, wanita itu membuka pintu apotik lalu masuk kembali setelah membuang puntung rokoknya, meninggalkan Tedi seorang diri.

Dengan menggeleng-gelengkan kepala Tedi merasa sangat tolol setelah menyadari kalau dia baru saja mengeluarkan kata-kata yang paling bodoh sepanjang pengalamannya berkenalan dengan cewek. Bahkan saat ini dia belum mengetahui nama dan alamat wanita yang baru saja bercakap-cakap dengannya selama 30 menit. Sebuah hasil yang dapat menjatuhkan pamor yang dikenal teman-temannya sebagai seorang yang ahli memperoleh data tentang cewek dalam berkenalan.

Tak lama kemudian Tedi juga kembali masuk kedalam apotik dan mendapati pegawai pria apotik itu telah duduk dimeja counter. Merasa ingin buang air kecil, Tedi menanyakan letak toilet kepada pria itu. Sesuai petunjuk pria tadi, tedi memasuki lorong panjang dalam apotik itu dan akhirnya menemukan kamar mandi setengah terbuka yang kelihatan sangat bersih.

Dengan terburu-buru Tedi masuk dan langsung membuka resleting celana jeansnya dan segera mengeluarkan penisnya dari dalam CDnya lalu, “Ah.. Lega rasanya!”



Rupanya Tedi melupakan menutup pintu kamar mandi. Dan karena lagi menikmati buang air kecil dia tak merasakan kalau di belakangnya sudah berdiri pegawai wanita tadi sambil mengamati bentuk dan ukuran penis Tedi yang lagi menyemburkan cairan urine bak ujung selang. Setelah membersihkan penisnya dengan tissu yang ada disampingnya, ia terkejut setengah mati merasakan pundaknya dipegang tangan halus dan punggungnya merasakan geseran dengan 2 benda tumpul yang lunak. Menoleh ke belakang ia melihat wajah pegawai wanita tadi.

Dengan napas lega Tedi berkata, “Kukira hantu, sampai hampir pingsan rasanya!”.
“Aku mau buktikan ucapan Mas diluar tadi!”, ucap wanita itu sambil tangan kanannya bergerilya memegang pangkal penis Tedi.



Tanpa dikomando burung Tedi langsung mendongkak keatas memberi penghormatan atas rangsangan genggaman halus tangan wanita itu. Diikuti helaan napas yang dalam wanita itu menggeser-geserkan daerah vitalnya yang masih berada dibalik rok dan CDnya ke pantat Tedi. Dengan serta merta Tedi memutar bagian tubuhnya hingga berhadapan dengan wanita itu. Lepaslah genggaman wanita itu pada penis Tedi, tapi pantatnya jadi gantinya, diremas dan ditariknya kearah tubuh wanita itu.

Dua bibir saling bertautan, cumbuan dibalas cumbuan, keduanya saling bercumbu dengan gairah yang luar biasa. Dua tangan Tedi menemukan pantat wanita itu dan meremasnya sambil menarik ketubuhnya. Penis Tedi terhimpit dan bergesek dengan bagian depan rok wanita itu tepat pada daerah sekitar alat vitalnya, sementara buah dadanya terhimpit dada Tedi. Di bagian bawah gesek menggesek 2 alat vital yang berlainan jenis menimbulkan efek yang semakin menjadi-jadi meskipun masih terhalang oleh rok dan CD wanita itu. Di bagian tengah dimana gesekan payudara yang semakin mengeras pada dada Tedi juga terhalang oleh BH, pakaian wanita itu dan kaos Tedi.



Bagian ataslah yang baru bebas dari segala penghalang, lidah Tedi masuk dalam mulutnya dan mengusap lidah wanita itu dengan liarnya dan dibalas dengan sedotan dari mulut wanita itu, hal ini terjadi silih berganti sementara kedua bibir saling melekat satu sama lainnya.

Selang beberapa waktu terjadi genjatan senjata. Kedua pihak saling melepas halangan yang ada. Pakaian terusan wanita itu sekarang sudah terlepas semua kancing depannya hingga bagian depan tubuhnya terbuka bebas. Celana jeans dan CD Tedi juga sudah sampai kebawah, juga kaosnya yang benar-benar lepas tersampir di gagang pintu kamar mandi sempit yang tertutup. Wanita itu kemudian melingkarkan tangannya kebelakan untuk melepas kancing BHnya, Tedi memanfaat momen itu dengan berjongkok dan mencumbu perut wanita itu sambil melorotkan CD wanita itu hingga lepas. Bersamaan dengan lepasnya BH wanita itu, cumbuan bibir Tedi juga bertemu bibir vaginanya. Desahan dan erangannya merasuki otak Tedi, sedotan mulutnya pada vagina wanita itu diikuti dengan permainan lidah di klitoris.



Kedua tangan bebas wanita itu segera menangkap dan menarik bagian belakang kepala Tedi ke arahnya hingga muka Tedi terhimpit diselakangannya. Sedotan mulut Tedi bertambah kuat bak pompa air yang lagi menyedot sumur. Sesekali wanita itu agak menjongkok dan dengan tarikan kuat pada kepala Tedi hingga juluran lidah Tedi dapat masuk kedalam lubang vaginanya yang paling dalam. Rangsangan hebat yang diberikan Tedi menghasilkan gelombang kejut pada wanita itu, denyut-denyut dinding vaginanya mengantarkan keluarnya cairan kental. Bergelinjang dalam keadaan berdiri membuatnya terhuyung lemas namun beruntung dinding kamar mandi itu telah dekat dengan punggungya hingga tersandarlah punggungnya di dinding. Dekapan Tedi setelah bangkit dari jongkoknya juga membantu wanita itu untuk tetap berdiri sambil bersandar pada dinding kamar mandi.

Dalam dekapan Tedi, mata wanita itu terpejam merasakan kepuasan sesaat, payudaranya menempel pada dada Tedi yang berbulu tipis, dan napasnya yang tadinya terengah-engah mulai teratur kembali. Penis Tedi menempel ketat pada daerah kemaluan wanita itu hingga merasakan kehangatan yang basah. Tedi mulai mencumbu mulut wanita itu dan sedikit demi sedikit diber jalan hingga pergumulan kedua mulut tak dapat dihindarkan kembali. Diikuti gerakan pinggul dan pantat, mengakibatkan geseran penis Tedi pada bibir vagina wanita mulai terasa nikmatnya bagi kedua belah pihak. Lalu wanita itu membuat rangkulan tangan serta usapan di punggung dan belakang kepala Tedi. Terprovokasi oleh rangsangan yang diberikan wanita itu, Tedi mulai sedikit berjongkok hingga ujung penisnya menempel bagian depan lubang vagina lalu dengan gerakan meluruskan kembali kakinya, naik dan masuklah seluruh batang kemaluannya kedalam liang kenikmatan wanita itu yang telah licin dengan tiba-tiba. Kaget oleh sentakan Tedi, keduanya melepaskan ciuman mulut, “Akh..!”, jerit wanita itu dengan mulut terbuka dan diikuti dengan desahan, “Ah.. ah.. ah..” ketika Tedi memompa batang kemaluannya kebawah dan keatas. Dua insan berlainan jenis telah memulai hubungan sebadan sambil berdiri dalam kamar mandi apotik yang sempit.



Mulut Tedi mulai menghisap bagian kiri leher wanita itu lalu sesekali pada telinga kirinya. Dengan berputarnya waktu dan berbagai rangsangan yang saling diterima keduanya, wanita itu semakin merasa lemas pada bagian kakinya karena memaksakan diri untuk merengguk kepuasan meskipun telah berorgasme 2 kali. Akhirnya dengan tetap menyandarkan punggungya pada dinding kamar mandi ia meminta tangan Tedi untuk menahan pantatnya lalu mengaitkan kedua kakinya pada bagian belakang kaki Tedi. Sambil membopong wanita itu Tedi tetap melakukan pemompaan batang kemaluannya pada vagina wanita itu. Kekuatan Tedi ada batasnya, akhirnya dilepaskannya kaki kanan wanita itu agar dapat menopang tubuh wanita itu sendiri. Dengan tangan kanan tetap memegang paha kiri wanita itu, Tedi mempercepat gerakan pompanya.
“Aduh Mas aku mau keluar lagi, ssh..”, ucap wanita itu sambil menggigit bibir atasnya.
Tedipun segera melepas beban yang sedari tadi ditahannya, penisnya berdenyut hebat dalam liang kenikmatan, menyemprotkan cairan sperma bagai semburan ular berbisa. Merasakan semburan cairan hangat dalam liangnya, wanita itu pun tak kuasa menahan orgasmenya. Keduanya saling berangkulan sampai penis Tedi keluar dari liang kenikmatan dalam keadaan kosong dan lemas. Diakhiri dengan saling ciuman bibir, keduanya membersihkan diri, mengenakan kembali pakaian yang lepas, dan keluar dari kamar mandi.



Tedi melihat waktu pada jam dinding apotik menunjukkan pukul 3 pagi dan setelah menerima obat pesanannya yang baru tiba itu dari pegawai pria apotik itu, dia langsung keluar menuju mobilnya dan melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi hingga sampai rumah sakit tempat kawannya dirawat. Kemudian dia memberikan obat serta kopi resepnya itu pada perawat jaga lalu duduk termenung di ruang tunggu sambil berusaha mengingat kejadian sensasional di apotik tadi. Lalu dari kejauhan lorong rumah sakit didepannya dia melihat Joni dan Rio, kedua kawannya, keluar dari sebuah ruangan dengan wajah suka cita, diikuti 2 perawat, yang seorang berumur 40-an dan satunya 20-an. Kedua perawat yang berjalan dibelakang Joni dan Rio terlihat sedang membetulkan seragamnya dan berusaha menutup kancing bagian atasnya. Pemandangan ini tak luput dari penglihatan Tedi.

Kira-kira apa yang telah dilakukan Joni dan Rio? Donor darah merah atau putih? Kenapa mereka kelihatan senang sekali? Itulah semua pertanyaan dalam benak Tedi.

Please CLICK Our Sponsor to keep this site going.

ADULT FRIENDSTER - The World's Largest Sex Community ~ Join Now! It's totally FREE!

, ,

Powered by ScribeFire.