Kamis, 31 Juli 2008

Petualangan Di Resort

Pada hari ketiga pondok sebelah-sebelah kami sudah ada beberapa yang terisi. Nampaknya tamu-tamu yang membooking pondok itu sudah datang beberapa diantaranya.

Disebelah kiri pondok kami dihuni sebuah keluarga, yang dari perkenalan kami mereka dari Batam. Selain orang tua yang ikut ada tiga orang anak dua gadis yang satu masih SMU dan yang satu baru lulus SMP dan seorang anak laki-laki yang masih balita. Dilihat dari ciri-cirinya sih mereka WNI keturunan atau Cina/Tionghoa. Kedua anak gadis mereka cantik-cantik sekalipun aku tahu itu karena pengaruh kulit mereka yang putih sehingga terlihat lebih bersih.

Sementara disebelah kanan pondok kami tidak terisi siapapun dan agak jauh dibelakang ada serombongan mahasiswi yang menyewa pondok tersebut. Ada 3 orang yang bernama Antin yang berbody aduhai namun wajahnya tidak terlalu cantik tapi lumayanlah. Lalu Riesty yang anak Jakarta dan tinggi, wajahnya cantik berkulit kuning langsat. Sementara yang terakhir Andina yang bertubuh agak kecil namun imut ditambah dengan kulit putih dan rambut lurus pendeknya membuat dia semakin imut.

Namun nampaknya Joni tidak begitu bersemangat melihat adanya dara-dara menggairahkan disekitarnya. Jelas semua ini ada sebabnya. Pada hari kedua di resort saat kami ke coffee shop, kami sempat berpapasan dengan seorang gadis cantik, cukup cantik….ah tidak, sangat cantik menurut Joni (setidaknya pernyataan ini didukung oleh Alex).



Namanya Ranti, dia seorang petugas supervisor bagian pelayanan di ball-room sampai dengan coffee shop.
Ditunjang dengan tinggi badan dan pakaian yang modis, pantas saja kalau Joni tergila-gila berat kepadanya. Namun sayang, kesan pertama saja sudah jauh dari bagus, sahabatku dicuekin begitu saja saat minta kenalan baru setelah Anthony yang maju gadis ini bersedia menuturkan namanya. Mungkin karena tahu Anthony anak dari boss-nya.
Kulihat-lihat tubuhnya benar-benar aduhay sekali. Ramping namun berisi dengan payudara menonjol, sekitar 36B kalau aku tidak salah tebak. Lesung pipinya benar-benar melengkapi diva ini menjadi primadona di resort.
Sudahlah soal Joni dan gadis pujaannya yang berakhir dengan kasih tak sampai itu. Pada sore itu di hari ketiga, aku sendirian berjalan menyusuri sungai kecil yang memisahkan antar satu pondok dengan pondok lainnya. Jujur saja rasa ingin tahuku besar, penasaran kearah mana sungai buatan ini berakhir dan ternyata berakhir di aliran sungai yang akan kepersawahan dibelakang resort.
Saat aku kembali, aku melihat coffee shop nampak sepi pengunjung. Aku masuk saja dan memesan segelas capucino black current latte (sebuah perpaduan yang benar-benar gila, aku sama sekali tidak menganjurkan kalian yang membaca ini untuk mencoba campuran minuman ini). Belum cukup dengan keanehan ini, aku minta penyajiannya dibuat dengan shake (dikocok ala milk shake dan rum) ditambah cherry diatasnya. Jelas pramusajinya bengong mendengar pesananku namun dasar pramusaji di hotel kelas tinggi, dengan cepat dia menyesuaikan keadaan dan memberikan apa yang aku pesan dengan cepat lagi.
Baru kuminum sedikit, sudah kurasakan rasa aneh menyelimuti tenggorokanku dan hampir aku tersedak. Sialan, pikirku.
"Kalau tau rasanya bakalan kayak gini, ga bakalan deh aku mau pesan aneh-aneh." umpatku dalam hati.
Nampaknya tingkahku ini mengundang perhatian seseorang yang menahan tawanya saat aku tersedak coco-granule bercampur dengan gumpalan latte-shaken. Saat aku menoleh, surprise…….ternyata yang memperhatikan aku itu adalah Ranti, gadis pujaan satu arah milik Joni. Dia lalu menghampiriku, sesaat ada rasa malu mendera wajahku.
"Sialannnnnn, malu-maluin aja nih. Dah lama-lama kayak orang desa atau orang yang hidup di gua ntar." Aku mengumpat berulang-ulang dalam hati sambil menyunggingkan senyuman untuk menutupi rasa malu.
"Baru kali ini ada orang nekat mencoba resep diluar wajar." Ranti duduk didekatku sambil menyilangkan kakinya diatas kakinya yang lain. Senyumannya benar-benar menggoda. Jika Lina (adik pacarku) mempunyai sex appeal senilai 7 maka Ranti ini patut mendapat nilai 9. Pembawaan dirinya benar-benar sempurna, pantas dia mendapat posisi supervisor di resort mewah ini di usia muda.
"Ah, mumpung disini, coba-coba dikit siapa tahu rasanya beda dengan di kampung." Tak sengaja kalimat aneh keluar dari mulutku dan segera kusesali setelah aku melihat sesungging senyuman keluar dari mulutnya. Kalau Jakarta kampung terus kotanya mana goblok, makiku dalam hati kutujukan pada mulutku sendiri.
Sambil memanggil pelayan, dia tersenyum berkata padaku dengan dibarengi lirikan matanya yang entah kenapa kupikir semakin nakal saja,
"Coba deh ini, ini resep terbaik kami di coffee shop. I treat you for this." Dan dalam sekejap sebuah kopi aneh muncul dihadapanku. Bentuknya kurang meyakinkan namun baunya harum sekali menyejukkan pikiran yang biasanya hanya kutemukan bau jenis ini di teh hijau. Dan rasanya cukup fantastis.
Aku lalu melihat daftar menu,
"Sesuai harganya." celetukku sendirian. Ranti tertawa sambil memanggil lagi pelayan, kali ini dia order untuk dirinya sendiri. Black Berry Shake kulihat dia menulis pesanannya,
"Apalagi itu? Pasti bentuknya aneh." suara itu langsung kupendam dalam-dalam agar tidak meluncur dari mulutku, takut jika aku bertambah kelihatan bego didepan Ranti.
Sembari menghirup aroma kopi yang menenangkan ini Ranti mulai bercerita tentang dirinya dan juga bertanya tentang diriku antaranya alasan aku disini dan mengenai statusku yang sekarang mahasiswa. "Hmmm, enak juga yah masih kuliah. Dulu waktu aku masih kuliah enak juga, nggak perlu mikirin cari duit."
Ranti tergelak sambil memandang langit-langit coffee shop. Jelas dia tidak mungkin mengamati lampu gantung yang ada diatas kami karena walaupun senadainya lampu gantung itu bernilai seni tetaplah lampu gantung, tak mungkin menyita pandangan dara cantik ini lama-lama.
"Masih teringat kenangan manis kuliah dulu?" tanyaku basa-basi dan dia hanya tersenyum sembari sesekali melirik kearahku. Seandainya aku memegang alat pengukur tegangan listrik mungkin sekarang jarumnya menunjuk kearah maksimum, lirikan matanya bagaikan menyetrum jantungku.
"Sial, aku yang biasanya jadi buaya kok malah ambruk didepan cewek." dalam hati aku memaki diriku lagi.
"Hmmm, abis ini kamu mau kemana?" Ranti bertanya lagi, kali ini dia tidak lagi lirik-lirik kearahku tapi sibuk memainkan jarinya yang lentik disebuah communicator. Aku langsung saja menjawab bahwa aku tidak memiliki rencana untuk sore ini.
Ranti meletakkan cangkir kopi yang sudah mendekati dasar,



"Bagaimana kalau kamu ikut aku sore ini, kebetulan aku mau keliling ke beberapa tempat. Itu juga kalau kamu gak sibuk." Ini dia pikirku, ini kesempatan buat diriku agar dapat lebih dekat dengannya. Jam menunjukkan angka 6 lebih 10 menit dan kami berdua cabut dari tempat itu untuk pergi ke lokasi yang dikatakan oleh Ranti.
Sebuah lapangan squash yang berada didalam gedung utama. Aku heran kenapa aku tidak memperhatikan kalau ternyata di resort inipun terdapat sarana olah raga. Ranti mengatakan bahwa selain squash ada juga lapangan basket yang ada diluar ruangan dekat dengan sauna. Tentu saja kolam renang tetap ada.
"Kukira kemana, ternyata kemari yah? Pasti kamu suka tenis?" tanyaku padanya setelah aku dan Ranti memasuki ruangan ganti untuk squash.
"Tapi aku gak bisa maen, lagipula nggak bawa peralatan." Aku mulai sadar bahwa satu-satunya alat olah raga yang kubawa kemari hanyalah ranselku yang beratnya bukan main yang pantas dijadikan barbel.
Ranti hanya tersenyum,
"Jangan khawatir, pakai saja kaus itu yang kamu pakai sekarang, toh nggak ada yang mengharuskan memakai sport shirt. By the way itu juga kaus santai khan.
"Ranti melirik kearahku dan menyadarkanku bahwa sekarang aku bersepatu kets (sebenarnya ini sepatu buat lari pagi/joging tapi sepertinya dia tak terlalu peduli akan itu).
Kami bermain tiga babak dan semuanya dimenangkan oleh Ranti. Jujur saja satu-satunya olah raga yang aku bisa hanyalah taekwondo, itupun juga asal-asalan. Pernah ikut tim basket di kampus hanya selama dua minggu setelah aku sadar bahwa aku sama sekali tidak punya talenta di bidang itu.
Sembari menyeka keringat dia tertawa dan memberikan sebuah handuk bersih kepadaku.
"Handuk disini dijamin bersih kok. By the way, abis ini mampir kesuatu tempat dulu yah?" dia mengajakku pergi dari tempat itu.
"Gila!" batinku, betapa tidak, dengan kondisi berkeringat dan belum mandi dia malah mengajakku jalan-jalan. Jujur saja meskipun aku suka berjalan bersama cewek tetapi aku tidak pede kalo disuruh berkeringat ria begini.
Kami pergi kegedung utama resort dan menaiki tangga sampai di lantai 4.
"Kenapa pakai tangga? Kan ada lift."
Aku baru saja akan mengucapkan itu tapi lalu aku cepat-cepat tahan karena takut dia menganggapku orang yang gampang merengek.
"Hah? Ini bukannya kamar hotel?" aku terkejut kala Ranti membuka kamar 405, dan lebih terkejut ketika dia mengatakan bahwa kamar itu miliknya selama dia kerja di resort tersebut.
"Gila! Supervisor saja dah dapat kamar mewah kayak gini, kayaknya aku salah jurusan, harusnya ikut fakultas pariwisata dan perhotelan di kampus.
"Namun semua pikiran yang berkecamuk di kepalaku itu langsung hilang ketika melihat Ranti mengeluarkan sebuah kaus putih bersih dan handuk lalu memberikan padaku.
"Kalau kamu mau mandi, mandi sini aja biar cepet." Sebuah ucapan yang nyaris tak bisa kupercaya keluar dari mulut seorang Ranti.
Aku kontan gugup,
"Bener? Lah kaus ini?" tanyaku padanya dan dia hanya senyum sambil mendudukkan pantatnya yang aduhai itu di kursi sofa.
"Aku ada banyak kok. Lagipula itu kaus promosi dari hotel."
Ranti lalu pindah duduk di pinggiran tempat tidur sambil menawarkanku sebuah minuman kaleng dingin.
"Untuk mengganti keringat." katanya sambil tersenyum lagi.
Selang beberapa setelah aku mandi, tiba-tiba pintu terbuka,
"Di, kamu lupa handuk….." Ranti tidak jadi meneruskan kata-katanya ketika melihatku telanjang bulat disirami air dari shower. Dia langsung membalikkan wajahnya,
"Sori, aku kira kamu mandi di bath-tub." Ranti kembali memerah mukanya.



Entah apa yang membuat mukanya semerah itu, karena dia telah melihat tubuhku atau karena dia merasa malu karena telah membuka pintu kamar mandi tanpa ijin atau karena setelah itu aku langsung memeluknya erat dari belakang. Ya, aku memeluk perutnya dari belakang dan menariknya masuk kekamar mandi.
Entah apa yang menyihirnya, karena dia sama sekali tidak melawan bahkan ketika siraman shower sudah membasahi seluruh pakaiannya. Badannya berbalik dengan wajah penuh tanda tanya seolah-olah belum sadar benar dengan apa yang terjadi.
"Ran…" ucapku pelan sambil mengecup bibirnya yang tipis itu.
Pagutan demi pagutan dimulutnya akhirnya mendapatkan balasan dari sang dara cantik. Kami berciuman sangat mesra malam itu.
Disaat lidahku melakukan servis kilat kemulut dan bibir Ranti, kedua tanganku seolah menanggapinya dengan sangat sigap. Dalam beberapa detik seluruh pakaian Ranti telah terjatuh kelantai yang basah itu dan sekarang bukan hanya aku yang telanjang tapi juga Ranti telah bugil total.



Kulihat tubuhnya yang montok tapi juga padat berisi, benar-benar luar biasa. Semakin memikirkannya semakin tegang saja penisku. Ranti tersentak ketika tanpa sengaja tangannya menyentuh sesuatu yang terasa keras yang ternyata adalah batang kejantananku. Aku yakin dari ukurannya saja jelas dia sudah kaget sekali.
Kuremas payudaranya sambil kuciumi leher juga buah dadanya itu beserta putingnya. Ranti melenguh untuk yang pertama kalinya, desahan-desahan mulai keluar dari mulutnya tak terbendung lagi.
"Jangan Di! Aku masih bau belum mandi."
Ranti coba melepaskan diri dari jeratanku namun aku malah semakin liar jadinya. Aku ambil sabun mandi cair dan aku mandikan dia seperti seorang bayi dari ujung kepala hingga ujung kaki disertai dengan cumbuan-cumbuan nan panas.
Hasilnya sudah dapat ditebak bahwa gadis seperti Ranti tidak akan tahan dengan cumbuan-cumbuanku. Dia menyerah dan akhirnya mengikuti kemana nafsuku membawanya pergi. Setelah acara mandi selesai, aku segera mulai gerilyaku didaerah vaginanya, dan benar saja cairan kewanitaanya sudah mulai bermunculan karena rangsangan dariku.
"Ah, empfff, Di achhhh….." desahan Ranti semakin menjadi saja saat tanganku memainkan bibir kemaluannya dan juga klitorisnya. Aku gesek-gesekan jari tengahku di klitorisnya yang membuat dia menjadi kalang kabut menerima luapan hasrat nafsunya sendiri. Tak butuh waktu lama sebelum akhirnya dia lemas dalam ketiadaan, orgasme pertamanya telah mencapai puncaknya dah meletus keluar seperti gunung berapi yang sudah lama menahan tekanan lahar panas.
Aku menunggu sampai dia mempunyai kembali kekuatan untuk berdiri lalu dengan perlahan aku arahkan penisku kearah bibir kemaluannya. Ranti nampak pasrah setelah tenaganya habis saat mengalami orgasme pertamanya. Dan tak lama kemudian kepala batang kemaluanku sudah berada didalam bibir vagina Ranti.
“Ach, Di sakit…aku…ahhh…" desahan diiringi rintihan rasa sakit dari Ranti, ternyata dia masih perawan saat itu.
Suara tersebut membuatku semakin horny saja karena jujur saja suara rintihan diselingi dengan desahan yang keluar dari mulut Ranti benar-benar seksi.
Aku dorong batang kejantananku lebih kuat kearah dalam vagina Ranti dan dara itu setengah melotot matanya menahan nyeri dan tubuhnya mengejang ketika batang kejantananku menembus hymen (selaput dara) miliknya. Gadis cantik itu kemudian menunduk lemas, tapi tak lama kemudian dia mulai mendesah lagi karena saat itu batang kejantananku sudah masuk seluruhnya kedalam liang senggamanya.

"Ran, kamu masih perawan yah? Kamu cantik sekali Ran, aku sudah lama naksir kamu sejak kita bertemu di Lobby."
Segala rayuan yang tak perlu lagi keluar dari mulutku bersamaan dengan sodokan-sodokan batang kejantananku kedalam liang kewanitaan Ranti.

"Aku juga naksir…kamu …..Di…" Ranti mencoba menyusun kata-katanya dalam irama goyanganku yang semakin lama semakin liar saja dan cepat. Kontan desahan yang keluar dari mulut Ranti juga semakin keras dan tak kalah liar juga.



Lima belas menit kiranya aku memompakan penisku didalam vagina Ranti dalam posisi berdiri. Kuangkat tubuhnya lebih tinggi sementara kedua kakinya mengapit pinggangku dan punggungnya disandarkan ketembok. Disaat itu Ranti mendesah keras dan mencengkeram tubuhku erat-erat begitu juga dengan kakinya. Nampaknya orgasme kedua Ranti akan segera datang sebentar lagi.

"Ran, kita barengan keluarnya saja!" aku mulai mempercepat pompaanku ketika kurasakan cairan kewanitaan Ranti mulai banyak, dan akhirnya keluar juga sperma dari penisku membanjiri liang vagina Ranti. Kurang lebih 6 kali tembakan sperma keluar dari ujung batang kejantananku itu.

"Ahhhh…Ran…." aku tenggelam dalam kenikmatanku.
Selama kurang lebih 10 detik aku dan Ranti terdiam bagai patung, lalu aku membopongnya dengan kondisi penis masih tertancap di vaginanya. Aku bawa Ranti kekasur dan kuletakkan dia hati-hati. Ciuman-ciumanku kembali mendarat di bibir dan seluruh wajahnya termasuk leher dan buah dadanya yang menggiurkan itu. Sekilas aku melihat air mata keluar dari kedua mata Ranti namun dia cepat-cepat menyekanya. Senyumannya tampak lebih kecil dari yang tadi dan seperti dipaksakan.
Aku tersenyum padanya,
“Ran, kamu benar-benar hebat. Alangkah senangnya bila bisa mendapatkan dirimu seutuhnya….menjadi kekasihmu maksudku."
Aku memberikan sebuah penghiburan klasik padanya dan Rantipun memelukku dengan erat melupakan bahwa saat ini vaginanya masih ber-coitus dengan penis milikku.
Disaat Ranti memelukku, kurasakan bahwa batang kemaluanku membesar lagi.



Babak kedua dimulai, pikirku. Segera aku lakukan sodokan-sodokan kecil kedalam vagina Ranti. Gadis ini merintih dan mendesah-desah tak karuan, kali ini dia mencoba menikmatinya lebih dari yang tadi. Pompaanku berlangsung selama 20 menit sebelum akhirnya aku mengalami ejakulasiku yang kedua.

"Ran, aku mau keluar lagi. Aku crotin didalam yah?" kataku padanya namun tak dijawab mungkin karena dia sudah pasrah mengingat aku tadi juga telah berejakulasi didalam rahimnya.
"Ran…." bisikku agak keras sambil mencengkeram pundaknya juga payudaranya. "Crottt…..crottt…..crottt…………..crottt…………………..crot tt" air mani begitu banyak keluar membanjiri liang senggama gadis ini. Ranti menutup matanya ketika dia merasakan bahwa ada cairan hangat disemprotkan kedalam vaginanya dan beberapa mengalir keluar dari bibir vaginanya.

Setelah semua itu terjadi, kami kembali mandi dan berpakaian lagi. Aku kenakan kaus pemberian Ranti dan keluar dari kamarnya setelah mengucapkan terima kasih special dan mencium bibirnya dengan panas.

"Di, kapan kita ketemu lagi?" aku tak menyangka Ranti akan bertanya seperti itu.
Aku tersenyum lepas,
"Besok aku tunggu jam 10 pagi di kolam renang. Aku nggak akan melupakan malam ini Ran. Tidur yang nyenyak yah!"
Aku lalu pergi sambil teringat bahwa di kamar mandi Ranti terdapat cairan merah darah keperawanannya juga menempel dibeberapa bagian sprei putihnya. Ah aku tak peduli, kataku dalam hati. Ranti…….dia tak berbeda dengan gadis-gadis tempat aku bepetualang, namun jujur saja sampai sekarang aku masih mengingatnya. Mungkinkan aku jatuh cinta? Ah nggak, mana mungkin….

ADULT FRIENDSTER - The World's Largest Sex Community ~ Join Now! It's totally FREE!

Senin, 28 Juli 2008

Mariaku

Sehari sesudah permainan histerikku dengan Atika, mbak Eva menemuiku. "Atika told me what you did to her yesterday.." Kata-kata singkat itu di ucapkan dengan nada bergetar menahan emosi. Aku betul-betul lemas mendengarnya.. yah.. kejadian juga.. bisa-bisa malah aku kehilangan mbak Eva karena perbuatanku ini.. Akhirnya aku mengusulkan untuk melibatkan Atika dalam pembicaraan ini yang akhirnya membawa kami bertiga pada suatu diskusi paling terbuka yang pernah aku alami. Mbak Eva, Atika , dan aku saling membagi perasaan kami dengan apa adanya, tanpa basa-basi, tanpa maksud terselubung.. luar biasa !! keterbukaan ini, ajaibnya, membuat perasaan kasih sayang diantara kami semakin kuat. Akhirnya kami sepakat, bahwa dalam seminggu 2 hari waktuku untuk mbak Eva, 1 hari kosong, 2 hari berikutnya untuk Atika, dan 2 hari sisanya kosong. Karena hubungan kami ini murni hubungan sexual, maka sengaja kami masukkan hari-hari kosong untuk memberi kesempatan tubuhku beristirahat. Tapi ya... dalam praktek sih.. itu terserah aku.. kalau aku sedang mood untuk permainan kasar.. ya aku temui Atika.. kalau sedang mood permainan lembut.. ya aku temui kakaknya.. GILA ! Ini memang pengalamanku yang paling gila !! But its REAL !!!

"Buka mulutnya dong mas Rafi.." Maria menyodorkan sepotong kue ke mulutku.
Aku menyambutnya sambil pura-pura menggonggong sehingga membuat anak gadis mbak Eva itu tertawa geli melihat tingkahku.
Hari ini genap sudah sebulan aku tinggal di keluarga mbak Eva. Seminggu terakhir ini load pekerjaanku agak berkurang sehingga hari-hari 'kosong' ku selain kupergunakan untuk memberi kepuasan 'extra' pada mbak Eva dan Atika ('kan hari 'kosong' mestinya istirahat..), juga kupergunakan untuk mengenal Maria lebih dekat. Anak gadis yang semula kutaksir berusia 18 tahun itu ternyata berumur 21.
"Mama memang kawin muda.. dia melahirkan Ria ketika berumur 19 tahun..!! Hebat ya ?" Katanya ketika kutanya usia sesungguhnya.
Ya, aku tahu kalau mamamu hebat Maria.. mamamu dan tantemu adalah wanita-wanita yang hebat di atas ranjang.. hebatnya lagi, mereka bisa menutupinya darimu....
"Kalau kamu sendiri gimana ?" tanyaku memancing "Yaaa.. yang penting kuliah selesai dulu.. tapi, ngga juga sih.. namanya juga jodoh.. kita ngga pernah tau.. kalau besok tiba-tiba datang seorang pangeran tampan yang kaya raya dan baik hati lalu melamar Ria ? Masak nolak?"
"Kalau gitu kuliahnya ngga selesai dong.."
"Lho mas ini gimana, ya kasih syarat dong.. boleh kau melamarku tapi biarkan aku menyelesaikan studi ku.. gitu looo.."
Maria memang anak yang sangat cerdas. Buktinya tahun depan ia akan meraih gelar insinyur di IPB. Dengan pengetahuannya yang luas ia selalu menjadi teman diskusi yang menyenangkan ditambah lagi dengan sifat keibuan dan perhatiannya yang tinggi pada orang lain, membuat Maria menjadi sosok ideal bagi setiap pria untuk dijadikan seorang pendamping hidup.. Oh satu lagi.. soal fisik ! Tubuh Maria adalah kombinasi antara mbak Eva dan Atika. Tubuhnya tinggi semampai, ukuran buah dadanya persis seperti ibunya dan jauh lebih kencang dan ketat, maklum... perawan. Gadis ini juga mempunyai hobi mengkoleksi BH yang bentuknya aneh-aneh... entah dari mana didapatnya itu.. Seperti saat ini karena ia mengenakan kaos komprang bergambar Tweety favoritnya maka bila lengannya diangkat, maka terlihatlah buah dadanya yang besar itu dibalut oleh BH nya yang bermodel bikini dimana cupnya berbentuk sarang laba-laba sehingga kulit buah dadanya yang putih itu dapat terlihat. Putingnya ditutup oleh gambar seekor laba-laba kecil. Bila sedang bercerita dengan semangat, tampak gundukan besar itu bergoyang-goyang. Wuih.. syurr juga aku dibuatnya. Urusan wajah, Maria lebih mirip ayahnya yang asli Solo. Kalau dicari bandingannya raut wajahnya bisa dimirip-miripkan dengan Widi AB THREE. Hanya saja, hidung Maria lebih mancung dan tubuhnya lebih tinggi dan seksi. Secara keseluruhan, Maria jauh lebih menarik dibanding Widi. Terus terang, aku betah duduk berlama-lama di dekatnya..



"So, gimana Fi ? Bisa ngga kamu nganter si Ria survey ?" mbak Eva bertanya seraya memberikan piring penuh dengan nasi hangat kepadaku. Sore itu ia mentraktir seluruh keluarganya karena mendapat promosi menjadi direktur program di kursus bahasa Inggris tempatnya bekerja. "Iya mas, Ria harus survey tentang pola tani di daerah perbukitan. Ini juga baru survey lokasi kok.. belum penelitiannya.. jadi paling lama cuma makan waktu 2 hari.." Seekor kucing kelaparan tentu tak akan menolak diberi ikan asin. Dan bagiku, Maria adalah ikan kakap !!
"Sure.. ngga masalah.. kapan kita berangkat ?" Tanyaku enteng.
"Gimana kalo malam ini juga mas..."
"Malam ini ?" seruku bersamaan dengan Atika.
Mbak Eva tak kuasa untuk menyembunyikan senyumnya. Ia mengerti, karena malam ini seharusnya aku adalah 'jatah' Atika. Dan hari Senin, suami Atika akan pulang dari Dubai.
"Iya, malam ini, supaya Minggu sore kita sudah sampai lagi ke Bogor.. soalnya kalau Minggu pulangnya kemalaman, kasian mas Rafi.. Senin kan harus ngantor... gimana mas ?"
Maria memandangku dengan kerlingan mata bundarnya yang indah.
"I don't mind.. lets go then.." jawabku seraya melirik Atika.
Istri kesepian itu tak dapat menyembunyikan kekecewaannya. Alisnya mengkerut, bibirnya merengut, dan matanya menatapku kesal. Well.. I am sorry my dear.. keliatannya aku harus mengecewakanmu nanti malam...

Aku berjalan sambil menggendong ransel tentara di pundak. Aku dan Maria tengah menyusuri sebuah sungai yang terletak 60 km di selatan Bogor. Kami sedang bersiap-siap melintasi sungai itu untuk mencapai desa Batu Sumur yang terletak di areal yang berbukit-bukit. Dari deskripsi yang diberikan oleh dinas pembinaan desa Pemda Jawa Barat, desa tersebut tampaknya ideal untuk proyek penelitian akhirnya Maria. Masih terngiang bisikan mbak Eva ketika melepaskan kepergian kami.
"Fi.. promise me.. please don't touch her.. she is still a virgin.. ". Saat itu aku hanya tersenyum.. dan aku bersyukur bahwa I don't give my word to Eva, karena semakin lama berdua dengan Maria, semakin sexy penampilannya dimataku.. (dasar mata keranjang... susah..!!)
"Wah, jembatan kayunya masih 2 km lagi dari sini mas.." Ria menunjuk lokasi jembatan itu di peta.
"Tapi jembatan tali sudah keliatan.. tuh dia.." Gadis manis itu menunjuk ke sebuah jembatan darurat terbuat dari tali tambang yang disimpul erat. Kuperhatikan wajah manis yang menggunakan topi tentara, kemeja lapangan berwarna coklat, dan celana pendek komprang dengan warna yang sama. Kemeja itu tak dapat menyembunyikan keindahan tubuhnya. Di bagian dada tampak kancing-kancingnya agak tertarik karena desakan dua buah dadanya yang besar itu (kutaksir sekitar 36..). Namun karena badannya yang tinggi (sedikit lebih pendek dariku yang 176 cm..) bentuknya jadi proporsional.. dan indah.... titik-titik keringat berkumpul di ujung hidung mancungnya.. bibirnya yang mungil nampak kering oleh panasnya udara.. kain di sekitar ketiaknya basah oleh keringat. Aku memandang jembatan tali itu dengan agak kawatir..
"Apa kuat menahan beban tubuh kita ? Apa tidak sebaiknya kita pergi menuju ke jembatan kayu ?" tanyaku sambil melihat potongan ilalang dan bercak tanah merah yang menempel di betis dan pahanya yang mulus itu.
"And walk for another 2 Kilo ?.. hmm.. mas Rafi..sebentar lagi kayaknya mau hujan deh.. jadi kita harus cepat-cepat, no risk no gain.." katanya sambil tersenyum. Benar juga. Soalnya dari sungai itu kita masih harus jalan 5 km lagi untuk sampai ke desa. Tampak tangannya membuka kancing kemejanya yang ke satu dan kedua.. sehingga putihnya gundukan besar buah dada itu terlihat olehku. Udara mendung sore itu semakin terasa gerah saja.
"Ok kalau begitu biar aku dulu yang nyeberang.. baru kamu.. sungainya juga keliatan ngga terlalu dalem kok.. " kataku seraya menapakkan kakiku di jembatan tali itu.. Aku merayap perlahan-lahan.. memang tali itu sangat kokoh sehingga kekhawatiranku berkurang.
"Mas.. Ria juga naik ya .... talinya kuat kan.. " Tanpa menunggu jawabanku, gadis bertubuh tinggi sintal itu mulai merayap di belakangku.. tali mulai bergoyang-goyang.. ingin aku berteriak untuk menyuruhnya kembali, namun kuurungkan karena khawatir ia terkejut.. geraknya semakin cepat ke arahku yang masih menunggu.. tiba-tiba kaki gadis itu tergelincir... badannya yang dibebani ransel kehilangan keseimbangan dan.
"Mas.. AAAAAAAAIII... " BYUUURRRR.. Maria tercebur ke dalam sungai berwarna coklat itu.. Aku terkejut melihat gadis itu menggapai-gapai.. My GOD..Maria rupanya tidak bisa berenang !! Tanpa pikir panjang kulempar ranselku dan terjun ke sungai. Tanganku memeluk lehernya dari belakang dan kuseret ke sisi tujuan kami. Tubuh Maria terasa berat karena ia masih membawa ransel. Maria megap-megap dengan wajah pucat karena terkejut.
"Ngga apa..ngga apa..its OK.. you're save now.." Kataku sambil memeluk erat tubuh sintal Maria.. wouww.. dalam suasana panik seperti itu masih juga dadaku terasa berdesir.. benar-benar montok tubuh perawan ini terasa dalam pelukanku.. dengan spontan kucium keningnya untuk menenangkan Maria yang masih pucat dan gemetar karena kaget. Tetesan air dari langit perlahan mengetuk-ngetuk muka kami.. dan dalam 1 menit hujan turun dengan lebatnya diikuti oleh kilat yang menyambar.. What a day... aku melepaskan pelukanku dan menyapu sekelilingku dengan pandangan.. ahhhh thank god, kuliat sebuah gubuk kira-kira 200 m di depan kami.
"Maria.. disitu ada gubuk" kataku riang "ayo kita kesana.." kuangkat tubuh gadis itu dan kupapah menuju gubuk itu. Gubuk itu rupanya tak berpenghuni. Perfect! lalu kubuka ransel Maria. Hanya ada bivak untuk bermalam dan kaleng makanan dan minuman.. shit.. pakaian kering ada di ransel satu lagi yang kulepaskan ketika terjun ke sungai.. dan ransel itu seingatku juga tercebur ke dalamnya.. ya nasib.. akhirnya ku bentangkan bivak sebagai alas duduk, dan kududukkan Maria di atasnya.
"ahhhh..." terdengan gadis itu menghela nafas lega seraya tersenyum "mas Rafi.. thanks ya Ria udah ditolongin..." Aku balas tersenyum.
"its OK non.. lain kali lebih hati-hati ya ..?" Lalu kubuka bajuku dan menggantungnya di tali jemuran tua yang masih ada di dalam gubuk itu. Maria memandang tubuhku yang cukup atletis itu terlihat pandangannya menyapu perlahan dari otot leherku.. otot dadaku yang bidang.. otot perutku yang berbentuk kotak-kotak kecil.... pusarku yang mulai ditumbuhi bulu.. semakin kebawah.. dimana bulu-buluku makin lebat... kebawah lagi... dan berhenti di tonjolan di balik celana pendekku ... Aku agak kikuk juga melihat penisku yang berdiri karena udara dingin. Apalagi sambil dipandangi oleh mata cantik milik Maria itu. Entah apa yang dipikirkannya... tiba-tiba kulihat Maria terbelalak melihat pahaku.
"adduhh mas.. ada LINTAH !!" serunya sambil bangkit dan mendekat ke pahaku. Akupun panik dibuatnya. "sebentar mas.. jangan bergerak.. ini ada satu.. dua.." lalu dengan serius ia berputar ke belakang, ke depan lagi.. tangannya tanpa sadar menyingkapkan celanaku yang cukup longgar semakin ke atas.
"nah.. ada satu lagi mas..hhhhh" mendadak ia seperti hendak tersedak ketika matanya tertumbuk pada CD ku yang basah kuyup sehingga tak kuasa menutupi testis dan batang penisku yang jelas tercetak di kain basah itu. Mungkin seumur hidup, perawan itu baru sekali ini melihat testis dan batang penis yang tengah berdiri tegak itu.. Aku yang masih memusatkan perhatianku pada lintah-lintah di pahaku itu dengan polosnya membuka celana pendekku dan memelorotkannya ke lantai.
"Ria.. tolong liat lagi apakah masih ada lintah yang nempel di kakiku ?" Mata Maria makin terbelalak, karena kini terlihat benar bentuk batang penisku yang tengah berdiri itu dari luar CD basahku.. bahkan belakangan baru kusadari kepalanya yang laksana helm perang dunia II itu menyembul keluar mengarah ke pusar.
"Emmm.. emmmm.. ngga deh mas.. cu..cuman tiga.." jawabnya tergagap sambil terus menatap kepala penisku. Aku masih juga belum 'ngeh' akan situasi yang sebenarnya bisa menjadi 'opportunity' ... masih dengan naifnya aku berkata pada anak mbak Eva itu.
"Ria.. jangan-jangan di tubuh dan kakimu ada juga lintah menempel.. sebaiknya kamu periksa dulu.."



Mendengar itu Maria langsung berdiri dan bergegas membuka kemeja basahnya. Dibukanya kancing kemejanya yang ketiga.. (belahan buah dadanya semakin jelas..) keempat.. (buah dadanya sudah terlihat lebih jelas.. putih warnanya di bawah cahaya matahari menjelang senja..) dan terakhir..Maria membuka bajunya dengan kedua tangannya ke samping.. di saat itulah aku melihat kedua buah dada besar berukuran 36 itu menggelantung menantang untuk di jamah. Dan BH nya... my god... model BH nya..!!! Maria menggunakan BH berwarna merah dengan bentuk bikini yang talinya hanya selebar 1/2 cm !! Tapi yang membuat kepala penisku semakin menyembul dari CD ku adalah penutup putingnya yang terbuat dari bahan transparan berbentuk bibir Mick Jagger. Akibatnya, mataku dapat melihat dengan jelas puting berwarna coklat kemerahan itu berdiri tegak di tengah dinginnya hujan. Karena terburu-buru melepaskan, pakaian Maria tersangkut di kedua sikunya di belakang punggungnya. Gadis itu menggoyang-goyangkan tangannya untuk bisa segera terbebas dari belitan bajunya. Akibatnya, buah dadanya bergeletar dan bergayut ke kanan dan ke kiri. Getarannya persis seperti getaran puding besar yang diguncang piringnya. Aku mulai terangsang melihat gadis setengah telanjang itu menggeliat-geliat di hadapanku. Kembali terngiang pesan ibunya di telingaku.. "Fi.. promise me.. please don't touch her.. she is still a virgin.. ". Kembali kulihat buah dada besar dengan putingnya yang bergelayut itu... Ou what the hell... kuhampiri tubuh mulus itu dan kuputar sehingga ia membelakangiku.
"Sini kubantu Ri.." tanganku menarik bajunya hingga terlepas.
"Sorry Ria.. ini supaya cepat.." kutempelkan dada dan perutku di punggungnya yang polos itu.. kujulurkan tanganku seakan memeluk perut depannya.. dan tanganku membuka celana pendek komprangnya dan dengan cepat menurunkan resleting. Ketika resletingnya sudah mencapai dasar dengan sengaja kutekan resleting itu bersama jari-jariku ke selangkangannya.
"Ahhhh... mas Rafi..." desahnya sambil melirik ke belakang dengan pandangan merajuk. Saat itu praktis aku memeluk tubuh perawan itu dari belakang. Bagian depan tubuhku kutempelkan ke punggungnya. Penisku yang semakin besar itu dengan tenangnya berlabuh di belahan pantat Maria yang sekal itu.. Gadis itu rupanya merasa bahwa penisku menempel di belahan pantatnya tiba-tiba aku merasakan bahwa Maria sengaja menggerakkan otot pantatnya sehingga kedua buah pantatnya bergerak menjepit penisku.. aaaawww.. nikmatnya... yess keliatannya gadis ini sudah mulai terpengaruh suasana... saat itu pipi kananku menempel di kuping kirinya. Dari balik punggungnya kulihat ke bawah buah dadanya yang besar dan ketat itu berbentuk kerucut dengan putingnya yang sudah menonjol.. entah karena dingin... atau karena suasana... "Ria.." bisikku dengan serak.. "jangan panik ya.. di dada sebelah kiri kamu ada lintah.. Ria tercekat.. dengan raut muka ketakutan ia memandang buah dada kirinya dan.
"Iiiiiiih... mas... jijik.. buangin dooongg.."
"ya..ya.. biar aku periksa dulu lainnya.. supaya yakin ada berapa lintah yang ada di tubuh kamu.."
Akupun melepaskan celana pendeknya, sehingga saat itu.. kami dua orang anak manusia berlainan jenis, berpelukan dengan hanya memakai pakaian dalam. Bentuk CD Maria lagi-lagi lain dari pada yang lain.. bentuknya sih standar.. tapi di daerah vaginanya ditutupi oleh kain bermotif jaring, sehingga otomatis dari jaring itu keluarlah bulu-bulu keriting yang sangat lebat itu.. nafsuku sudah naik ke kepala. Aku sudah tak peduli dengan pesan-pesan ibunya... di dalam pikiranku sekarang cuma ada satu kata.. "Perawani !!". Tanganku mulai meraba-raba punggungnya dari atas.. ke bawah...melewati pinggang.. pantat... buah pantat kanan.
"mas...apa ngga bisa dilihat aja ? kalau diraba kan geli.." ujarnya tersenyum.. belum juga bisa kutebak senyum itu.. apakah artinya.. teruskan... atau..stop..!!
"biar yakin aja Ria.. " kataku sambil meneruskan rabaanku ke buah pantat kiri.. lalu kutelusuri belahan pantatnya ke bawah.. melewati anus.. terus ke selangkangan.. dan kutekan tanganku di vaginanya.
"Aaaaaa.. mas Rafi aaa.. tangannya kok nakal.. nanti Ria marah nih.." Lagi-lagi anak mbak Eva itu melirikku dengan pandangan merajuk.. kuputar lagi tubuhnya sehingga kita saling berhadapan, kemudian aku berjongkok dan kulihat ada 2 lintah menempel di paha bagian dalam kiri dan kanan.. bener-bener hebat lintah-lintah itu.. tau benar dia tempat-tempat strategis untuk menghisap darah.. tak lupa aku memandang ke arah selangkangannya yang hanya tertutup jaring itu sehingga tampak jelas segunduk daging gemuk yang ditutupi bulu-bulu keriting nan lebat itu. Maria melihat tingkahku itu dan dengan segera menutupinya dengan jari tangannya.
"mas Rafiiii... kok malah ngintip sihh.. mbok tolong buangin lintahnya.. nanti Ria bilangin mama lo.." rajuknya dengan manja.
"Oke..Oke.. begini caranya... lintah ini akan kita taburi garam.., lalu kita buang.. begitu sudah lepas.. sebaiknya bekas gigitan lintah itu kita sedot dan buang darahnya ke lantai supaya tak ada racun yang masuk.. is that clear..?"
Ria mengangguk mendengar penjelasanku yang -- terus terang -- cuma didasari oleh logika "ngeres" itu. Aku mengambil garam yodium di ransel Maria, dan mulai kutaburi di lintah yang menempel di dada kirinya.
"Ria .. sorry.. bisa dibuka BH nya semua ? aku takut kalau lintahnya lepas malah jatuh ke dalam cup BH.. bisa berabe nanti.. " Ria mengangguk menuruti permintaanku yang ditunjang mimik serius itu.. ia menjulurkan kedua tangannya ke belakang punggung dan... tassss.. terlepaslah kedua buah dada cantik itu dan bergelayut dengan menantang. Begitu dekatnya mataku sehingga aku bisa melihat urat-urat birunya di sepanjang buah dada itu. Tangan kananku memegang buah dada kirinya, mengangkatnya.
"sssss... mau diapain mas..?" bisiknya mendesis geli.
" supaya garamnya ngga kemana-mana.." jawabku seenaknya.. lalu kutaburi lagi lintah itu dengan garam seraya menempelkan jari telunjukku di ujung putingnya.
"mmass.." Maria menatap mukaku dengan mata sayu karena geli.. tubuhnya mulai menggeliat pelan.. beberapa detik kemudian lintah itu menggeliat-geliat dan dengan mudah kutarik dan kubuang.... Maria meringis ketika sedotan lintah itu terlepas.. Lalu kuturunkan mukaku, kudekati bibirku ke bekas gigitan lintah yang berwarna biru itu, lalu perlahan-lahan kujilat.
"perih Ria..?" tanyaku.
"ehhhh.. g..geli.." rintihnya ketika aku mulai mengecup-ngecup dadanya.. mula-mula perlahan.. kemudian sedikit keras.. dan akhirnya kusedot dengan kuat.



"Ehhhhh mmas Rafiii..?!?!?" rengeknya sambil menjambak rambutku.. mungkin maksudnya ingin mencegah.. tapi tak kulihat usaha sungguh-sungguh ke arah itu.. perlahan tapi pasti kuperluas areal sedotanku bukan hanya di bekas gigitan lintah tapi bergeser menuju putingnya..terus.. semakin dekat.. semakin dekat... dan....
"AUUUUUUWWW... !!!"

Bersamaan dengan masuknya puting panjang Maria ke mulutku, kuselipkan tangan kananku ke dalam selangkangannya melalui perut, kusibakkan bulu-bulu keriting lebatnya, dan... kujamah vagina mungil yang masih sempit itu.. Maria terbelalak dan menutup kedua pahanya. Ia belum dapat menerima kedatangan benda asing di daerah terlarangnya. Wow.. berarti belum pernah ada tangan lain yang piknik kesana selain aku.. kenyataan itu membuatku semakin terangsang.. Maria menggelinjang kegelian ketika kusedot dan kugigit puting kirinya.. ia sama sekali tidak menolak ketika tangan kiriku mulai meremas dan memilin buahdada dan puting kanannya.
"Mmmasss..please.. stop dulu.. masih ada lintah yang mesti dibuang.." bisiknya dengan suara serak.. stop dulu katanya.. stop dulu.. kalau begitu pasti ada kelanjutannya.
"Ria.. coba kamu berbaring.." Maria mengikuti permintaanku,
"Sorry Ri.." kataku seraya membuka kedua belah pahanya. Aku menelan ludahku berkali-kali.. susah betul kudeskripsikan dengan kata-kata betapa merangsangnya ia dalam posisi itu.. lalu kutaburkan garam sebanyak-banyaknya di atas tubuh kedua lintah yang seharusnya kuberi tanda jasa itu karena memberi kesempatan menelanjangi Maria di hadapanku.. dan.. lintah-lintah itu menggeliat-geliat sebelum dengan mudah kulemparkan ke luar... kupandangi CD nya yang merangsang itu, kupandangi bulu-bulu keriting itu.., kiturunkan wajahku mendekati selangkangannya.. sekilas kulihat Maria mengangkat kepalanya ingin melihat apa yang akan kulakukan di selangkangannya.. kutempelkan bibirku di paha dalam kanannya.. bukannya kusedot, malah kutelusuri paha bagian dalam itu ke atas mendekati vaginanya. Bau khas vagina perempuan menusuk hidungku.. dan aku sangat hafal.. bahwa ini bau vagina yang sudah banjir !! "Ehhh...hhhhhh...ssssss masss.. " desisnya sambil menggoyang pinggulnya ke kiri dan kanan. Bibirku sampai sudah di vaginanya. Kukecup CD nya yang sudah basah oleh cairan vagina Maria.. lalu dengan jari telunjukku kukuakkan CD di selangkangannya itu ke samping sehingga tampak belahan vaginanya yang sudah mulai terbuka namun masih tampak sempit itu.. kukecup bibir vaginanya..kunaikkan bibirku ke arah atas dan kutemukan bagian yang menonjol sebesar biji kacang lalu tiba-tiba.......kukecup dan kusedot-sedot..

"AAAAHHH...ssss...MASSS" jeritnya sambil tiba-tiba bangkit dari tidurnya sambil menjambak rambutku untuk menghentikan aktifitasku.
"mas..please..MAS RAFI..PLEASE... j..jangan mass.. nanti Ria keterusan... OUUUHHH.." lenguhnya ketika tanpa menghiraukan kata-katanya aku mulai memasukkan dan menggerak-gerakkan lidahku ke dalam vaginanya. Aku menghentikan jilatanku, kuangkat wajahku ke hadapan wajahnya.. kami berdua kini berada dalam posisi duduk...Kaki Maria mengangkang .. sedangkan aku berlutut di hadapannya.. kupandang wajah cantik yang kini tak berani memandang langsung mataku.. matanya hanya memandang bibirku yang semakin dekat ke bibirnya.. semakin dekat dan.. Maria memejamkan matanya.. tangannya naik memeluk leherku.. tanganku memeluk bahunya dan merapatkan buah dadanya ke dadaku..kamipun berciuman dengan mesranya.. desahan dan rintihan halus terdengar memenuhi gubuk itu.. sesekali kulepas bibirnya dan ku kecup kupingnya seraya membisikkan kata-kata mesra.
"Aku sayang kamu Ria.. kamu cantik sekali.." kemudian kulanjutkan ciumanku dengan kuluman lidahku dalam mulutnya.. Maria ternyata cukup mahir dalam hal cium mencium.. ia melumat habis bibirku dan menjelajah bersih seluruh rongga mulutku.. masih sambil menciumi bibirnya.. perlahan-lahan kubaringkan dan...... kutindih tubuh sintal Maria dengan tubuh tegapku sehingga buah dadanya yang besar itu serasa hendak pecah tergencet oleh dadaku.. dengan cepat kuturunkan celana dalamku sehingga penisku seakan meloncat keluar dan berdiri tegak mencari tempat berlabuh.. dengan lembut kubimbing tangan kanan Maria ke selangkanganku dan kugenggamkan penis gemukku itu di tangannya. Sambil menggigit dan mengecup bibirku, mata perempuan itu mendelik ketika tangannya memegang raksasa kecil di selangkanganku itu..tangannya secara refleks mulai bergerak maju-mundur..maju-mundur.. my god.. nikmatnya.. betapa nikmatnya kocokan seorang anak perawan yang ibunya pun sering kusetubuhi.. kedua tanganku turun ke pinggang Maria dan dengan cepat menurunkan CD nya.. tiba-tiba Maria meronta, tangannya melepaskan penisku dan berpindah menahan CD nya agar tidak diturunkan.. ia melepaskan bibirnya dari ciumanku dan dengan nafas tersengal-sengal ia mendesah.



"mas Rafi.. j..jangan mass.. Ria takut keterusan.. Ria takuut... Ria belum siaap..." Aku mengecup kening dan pipinya dengan penuh kasih sayang.
"sh..sh..sh..sh..sh.... jangan takut sayang.. ibumu mengalami hal ini 3 tahun lebih dulu dari usiamu yang sekarang.. dan dia ngga menyesal kan?"
"Oke..kalau begitu kita akan bermain tanpa mengganggu keperawananmu.. aku akan memasuki hanya kalau kamu minta.. setuju??" Ria tersenyum lega dan mencium bibirku. Tangannya kembali mengocok penisku dan akupun dengan leluasa menurunkan CD nya.. akhirnya... Kaami berdua bergumul dengan penuh nafsu dalam keadaan telanjang bulat... Maria mulai menggelinjang-gelinjang histeris "Ouww..maaaass..maaaasss.. gellliiihhh aouww.." .. terutama bila kugesekkan penis raksasaku ke klit nya. Untuk menambah kenikmatan gesekan itu.. Maria mengangkat kedua pahanya sehingga kepala penisku menusuk-nusuk klitnya yang....ya ampuuun...sudah sangat bengkak itu... tiba-tiba kurasakan hal yang aneh di kedua pahaku...ya ampuuun.. lintah-lintah kurang ajar itu ternyata dengan santainya masih menikmati darahku.. Kuhentikan kegiatanku.
"Ria.. tolong aku ya?? Tolong buang lintah-lintah di kakiku.." Ria tertawa seraya mendorong badanku ke samping.
"Ya ampun..mas.. saking asyiknya Ria jadi lupa.."
"Kamu ngerasa asyik Ria ?" tanyaku memancing. Mariia tertunduk sambil tersenyum lalu menganggukkan kepala.
"Pernah ngerasain asyik yang seperti ini dengan orang lain ? Pancingku lagi.. c'mon Fi.. cut it out.. it's none of your business.. tapi aku penasaran mendengar jawabannya.. sambil masih terus menunduk Maria menggelengkan kepalanya.. tampak ia menggigit bibirnya tanda menahan rasa malu.. yessss so I am the first time.. yessss.... to be the first selalu memberikan kebanggaan tersendiri... yesss .. (dasar laki-laki !! first time aja diributin !!). Aku berbaring sambil mengangkang, mata Maria tak bisa lepas dari penis gemukku yang masih berbaring tegak dengan kepalanya yang nyaris menyentuh puser. Tangannya menaburkan garam di tubuh lintah-lintah sialan itu.. dan tak lebih dari semenit, binatang menjijikkan itu sudah pada berjatuhan. Maria melemparkannya jauh-jauh.. lalu langkah berikutnya ? Maria mendekatkan mukanya ke arah selangkanganku perlahan-lahan.. semakin dekat.. semakin dekat.. dan terasa paha bagian dalam kaki kiriku di sedot.. setelah beberapa saat ia berpindah meneyedot bekas gigitan lintah di kaki kananku.. ketika itu kugesekkan penis raksasaku d pipinya ..tiba-tiba ia melepaskan sedotannya lalu membaringkan kepalanya di atas penisku lalu seraya memejamkan mata ia membelainya dengan pipi kanan dan kiri.. seperti sedang menyayangi anak kucingnya.. lalu ia menciumi dan menjilati batang penisku dari arah testis keatas..terus ke atas.. perlahan tapi pasti terus ke atas... sejenak ia berhenti di urat di bawah kepala penisku dan menggigitnya.
"Yaaaahhh..ouwww Ria.. enaknya.. belajar dari mana kamu..?"
"movie.." jawabnya pendek dan seketika itu juga ia membuka mulutnya lebar-lebar dan mengamblaskan seluruh penisku ke dalam mulutnya... sungguh kasihan melihat Maria di saat itu.. ia persis seperti seorang anak yang memasukkan 2 buah pisang ambon ke dalam mulutnya... besar sekali.. Kemudian ia menaikkan kepalanya naik.. turun..naik.. turun.. tiba-tiba naik-turun, naik-turun, kebih cepat lagi..lebih cepat lagi... aku bangkit duduk dan membelai punggung mulus Maria, yang dilanjutkan dengan meremas kedua buah dada besar anak gadis itu terasa benar kenyanya di telapak tanganku.
"Mmmmhhh..Emhhhhh...Emhhhhhhh" ia menjerit-jerit sambil terus mengulum ketika kuperas keras-keras kedua buah dadanya... tiba-tiba aku berbaring kembali, namun tubuhku kupindahkan sedemikian rupa sehingga wajahku tepat berada di bawah vaginanya..yess 69 position.. dan... kubenamkan wajahku dalam hutan lebat milik perawan ini.. Aku menjilati seluruh bagian bibir luar maupun dalam vagina Maria.. Perempuan itu menggelinjang-gelinjang dengan dasyat di atas perutku. Ia juga tak menolak ketika kuselipkan lidahku ke dalam vaginanya..semakin dalam.. semakin dalam.. lalu dengan lidah ditegangkan aku menggerakkan mukaku maju-mundur di bawah vagina Maria. Perempuan itu sungguh-sungguh sedang dalam puncak birahinya sehingga ia benar-benar lupa diri.. satu-satunya hal dalam benaknya adalah.. kepuasan seksual.. apapun itu namanya... Kugulingkan kembali Maria, lalu kutindih tubuh sintalnya.. kembali kuciumi kuping dan lehernya.. mata Maria tampak terpejam dan kulihat ia sudah mengangkangkan pahanya seakan menanti sesuatu.. aku agak ragu-ragu melihat sikapnya itu.. tapi tak ada salahnya mencoba.. kuarahkan kepala penisku ke dalam vaginanya. Kutempelkan di pintunya yang sempit itu.. tak ada perlawanan.. hanya rintihan penantian yang menggairahkan..
"mas.terus masss..." aku mulai memasukkan penisku ke dalam vagina sempit itu.. 1 cm..3 cm.. 5 cm.. Maria menggigit bibir.. ia menghayati betul masuknya penisku centi demi centi... 7 cm..
“aaaaahh....." 10 cm...
"aaaAAAHH..." dan...16 cm …
"AAAAAAAAHHHHH..."BLESSSSS.. amblas sudah keperawanan Maria.



Tampak darah segar meleleh dari vaginanya dan membasahi bivak di bawah. Maria menggigit bibir..alisnya berkerut..expresinya menunjukkan ia sedang merasakan kesakitan... buah dadanya yang bergeletar kesana kemari kuremas dan kusedot... tiba-tiba aku mulai menggenjot penisku keluar masuk vagina Maria..
"aaahhhh..mas...aduh enaknyah..aduh enaknyahhh..aaaahhhh.." Maria menjerit-jerit histeris mirip tantenya Atika. Gerakanku semakin cepat dan semakin cepat.. tiba-tiba kurasakan otot-otot vagina Maria berkontraksi.. seluruh tubuh wanita itu menegang..Maria memelukku dan mencium bibirku erat-erat...Juga pinggulnya berputar semakin cepat.. Aku semakin cepat menggenjot penisku.. makin cepat.. makin cepat.. tiba-tiba kurasakan sesuatu menyemprot dari penisku...
"RIIIAAAAAA..."
"mmas RAFIII...AAAAAAHH..." crat..crat..crat..crat...crat..... aku menembakkan spermaku seraya menerima siraman air panas dari vaginanya. Kami terhempas setelah mengarungi samudera birahi penuh nafsu ini. Maria memejamkan matanya. Tampak ada air mata meleleh di ujungnya..
“Ria bahagia mas...Ria puas.." Kami saling bercumbu mesra sambil berpelukan selama kurang lebih lima belas menit, sebelum memutuskan untuk menggunakan baju lembab dan meneruskan perjalanan ke Batu Sumur. Survey itu sukses, dan aku sempat sekali lagi bersetubuh dengan Maria disebuah motel di Bogor sebelum kembali ke rumah.

Sampai bulan ke 6, aku menjalani kehidupan sex yang paling mengggairahkan selama hidupku. Setiap minggu aku harus menyetubuhi at least mbak Eva dan anaknya Maria... juga Atika bila suaminya berlayar.. Sesudah bulan ke-6 aku kembali ke Jakarta. Hubunganku dengan Maria berlanjut hingga kini. Mbak Eva hanya tau bahwa kita pacaran, tanpa tahu bahwa hubungan kami sudah seperti suami istri. Semenjak aku menjalin hubungan serius dengan Maria, aku berhenti berhubungan sex dengan mbak Eva. Janda cantik itu setahun kemudian menikah dengan seorang duda tanpa anak. Atika melahirkan seorang anak hasil hubungannya denganku. Namun, suaminya hanya tahu bahwa itu adalah anaknya. Atika mendapatkan sensasi yang luar biasa karena bisa memperoleh anak dari bukan suaminya. Sensasi ini berupa perasaan dendam yang terbalas. Aku hidup bersama dengan Maria yang tak pernah mengetahui hubunganku dengan ibu dan tantenya...dan aku menghentikan petualangan sex ku setelah Maria ada di sisiku..at least sampai hari ini... entah besok, atau lusa.

ADULT FRIENDSTER - The World's Largest Sex Community ~ Join Now! It's totally FREE!

Kamis, 24 Juli 2008

GADIS SAMPUL YANG SEXY

Siang itu panas sekali ketika aku melangkah keluar dari kampus menuju ke mobilku di tempat parkir. Segera kupacu pulang mobilku, tapi sebelumnya mampir dulu beli es dawet di kios di pinggir jalan menuju arah rumahku. Setelah sampai rumah dan kumasukkan mobil ke garasi, segera kuganti baju dengan seragam kebesaran, yaitu kaos kutang dengan celana kolor. Kucuci tangan dan muka, kemudian kuhampiri meja makan dan mulai menyantap makan siang lalu ditutup dengan minum es dawet yang kubeli tadi, uaaaah… enak sekali… jadi terasa segar tubuh ini karena es itu.

Setelah cuci piring, kemudian aku duduk di sofa, di ruang tengah sambil nonton MTV, lama kelamaan bosan juga. Habis di rumah tidak ada siapa-siapa, adikku belum pulang, orang tua juga masih nanti sore. Pembantu tidak punya. Akhirnya aku melangkah masuk ke kamar dan kuhidupkan kipas angin, kuraih majalah hiburan yang kemarin baru kubeli. Kubolak-balik halaman demi halaman, dan akhirnya aku terhanyut.

Tiba-tiba bel pintu berbunyi, aku segera beranjak ke depan untuk membuka pintu.
Sesosok makhluk cantik berambut panjang berdiri di sana. Sekilas kulihat wajahnya, sepertinya aku pernah lihat dan begitu familiar sekali, tapi siapa ya..?



“Cari siapa Mbak..?” tanyaku membuka pembicaraan.
“Ehm… bener ini Jl. Garuda no.20, Mas..?” tanya cewek itu.
“Ya bener disini, tapi Mbak siapa ya..? dan mau ketemu dengan siapa..?” tanyaku lagi.
“Maaf Mas, kenalkan… nama saya Rika. Saya dapat alamat ini dari temen saya. Mas yang namanya Adi ya..?” sambil cewek itu mengulurkan tangan untuk bersalaman. Segera kusambut, aduuuh… halus sekali tanganya.

“Eng… iya, emangnya temen Mbak siapa ya..? kok bisa tau alamat sini..?” tanyaku.
“Anu Mas, saya dapat alamat ini dari Bimo, yang katanya temennya Mas Adi waktu SMA dulu…” jelas cewek itu.

Sekilas aku teringat kembali temanku, Bimo, yang dulu sering main kemana-mana sama aku.

“Oooh… jadi Mbak Rika ini temennya Bimo, ayo silahkan masuk… maaf tadi saya interogasi dulu.”

Setelah kami berdua duduk di ruang tamu baru aku tersadar, ternyata Rika ini memang dahsyat, benar-benar cantik dan seksi. Dia saat itu memakai mini skirt dan kaos ketat warna ungu yang membuat dadanya tampak membusung indah, ditambah wangi tubuhnya dan paha mulus serta betis indahnya yang putih bersih menantang duduk di hadapanku.

Sekilas aku taksir payudaranya berukuran 36B.Setelah basa-basi sebentar, Rika menjelaskan maksud kedatangannya, yaitu ingin tanya-tanya tentang jurusan Public Relation di fakultas Fisipol tempat aku kuliah. Memang Rika ini adalah cewek pindahan dari kota lain yang ingin meneruskan di tempat aku kuliah. Aku sendiri di jurusan advertising, tapi temanku banyak yang di Public Relation (yang kebanyakan cewek-cewek cakep dan sering jadi model buat mata kuliah fotografi yang aku ambil), jadi sedikit banyak aku tahu.

Kami pun cepat akrab dan hingga terasa tidak ada lagi batas di antara kami berdua, aku pun sudah tidak duduk lagi di hadapannya tapi sudah pindah di sebelah Rika. Sambil bercanda aku mencuri-curi pandang ke wajah cantiknya, paha mulusnya, betis indahnya, dan tidak ketinggalan dadanya yang membusung indah yang sesekali terlihat dari belahan kaos ketatnya yang berleher rendah. Terus terang saja si kecil di balik celanaku mulai bangun menggeliat, ditambah wangi tubuhnya yang membuat terangsang birahiku.



Aku mengajak Rika untuk pindah ke ruang tengah sambil nonton TV untuk meneruskan mengobrol. Rika pun tidak menolak dan mengikutiku masuk setelah aku mengunci pintu depan. Sambil ngemil hidangan kecil dan minuman yang kubuat, kami melanjutkan ngobrol-ngobrol. Sesekali Rika mencubit lengan atau pahaku sambil ketawa-ketiwi ketika aku mulai melancarkan guyonan-guyonan.

Tidak lama, adik kecilku di balik celana tambah tegar berdiri. Aku kemudian usul ke Rika untuk nonton VCD saja. Setelah Rika setuju, aku masukkan film koleksiku ke dalam player. Filmnya tentang drama percintaan yang ada beberapa adegan-adegan ranjang. Kami berdua pun asyik nonton hingga akhirnya sampai ke bagian adegan ranjang, aku lirik Rika matanya tidak berkedip melihat adegan itu.

Kuberanikan diri untuk merangkul bahu Rika, ternyata dia diam saja tidak berusaha menghindar.
Ketika adegan di TV mulai tampak semakin hot, Rika mulai gelisah, sesekali kedua paha mulusnya digerak-gerakkan buka tutup. Wah, gila juga nih cewek, seakan-akan dia mengundang aku untuk menggumulinya. Aku beranikan diri untuk mengelus-elus lengannya, kemudian rambutnya yang hitam dan panjang. Rika tampak menikmati, terbukti dia langsung ngelendot manja ke tubuhku.

Kesempatan itu tidak kusia-siakan, langsung kupeluk tubuh hangatnya dan kucium pipinya. Rika tidak protes, malah tangannya sekarang diletakkan di pahaku, dan aku semakin terangsang lalu kuraih dagunya. Kupandang mata bulat indahnya, sejenak kami berpandangan dan entah siapa yang memulai tiba-tiba, kami sudah berpagutan mesra. Kulumat bibir bawahnya yang tebal nan seksi itu dan Rika membalas, tangannya yang satu memeluk leherku, sedang yang satunya yang tadinya di pahaku sekarang sudah mengelus-elus yuniorku yang sudah super tegang di balik celanaku.

Lidah kami saling bertautan dan kecupan-kecupan bibir kami menimbulkan bunyi cepak cepok, yang membuat semakin hot suasana dan seakan tidak mau kalah dengan adegan ranjang di TV. Tanganku pun tidak mau tinggal diam, segera kuelus paha mulusnya, Rika pun memberi kesempatan dengan membuka pahanya lebar-lebar, sehingga tanganku dengan leluasa mengobok-obok paha dalamnya sampai ke selangkangan. Begitu bolak-balik kuelus dari paha lalu ke betis kemudian naik lagi ke paha.



Sambil terus melumat bibirnya, tanganku sudah mulai naik ke perutnya kemudian menyusup terus ke dadanya. Kuremas dengan gemas payudaranya walau masih tertutup kaos, Rika merintih lirih. Lalu tanganku kumasukkan ke dalam kaosnya dan mulai meraba-raba mencari BH-nya. Setelah ketemu lalu aku meraih ke dalam BH dan mulai meremas-remas kembali buah dadanya, kusentuh-sentuh putingnya dan Rika mendesah. Seiring dengan itu, tangan Rika juga mengocok yuniorku yang masih tertutup celana dalam, dan mulai dengan ganas menyusup ke dalam celana dalam meraih yuniorku dan kembali mengocok dan mengelus.

Aku yang sudah mulai terbakar birahi, kemudian melepaskan kaos Rika dan BH-nya hingga sekarang nampak jelas payudaranya yang berukuran 36 B semakin mengembang karena rangsangan birahi.



Langsung aku caplok buah dadanya dengan mulutku, kujilat-jilat putingnya dan Rika mendesis-desis keenakan,

“Sssh… aaauuh… Mass Adiii… ehhh… ssshhh…” sambil tangannya mendekap kepalaku, meremas-remas rambutku dan membenamkannya ke payudaranya lebih dalam.

Kutarik kepalaku dan kubisikkan ke telinga Rika,
“Rika sayang, kita pindah ke kamarku aja yuuk..! Aman kok nggak ada siapa-siapa di rumah ini selain kita berdua…”

Rika mengangguk, lalu segera kupeluk dan kugendong dia menuju ke kamar. Posisi gendongnya yaitu kaki Rika memeluk pinggangku, tangannya memeluk leherku dan payudaranya menekan keras di dadaku, sedangkan tanganku memegang pantatnya sehingga yuniorku sekarang sudah menempel di selangkangannya.

Sepanjang perjalanan menuju kamar, kami terus saling berciuman. Sesampainya di kamar, kurebahkan tubuhnya di tempat tidur, Rika tidak mau melepaskan pelukan kakinya di pinggangku malahan sekarang mulai menggoyang-goyangkan pinggulnya.

“Sayang… sabar dong.., lepas dulu dong rok sama celana kamu…” kataku.
”Oke Mas… tapi Mas juga harus lepas baju sama celana Mas, biar adil..!” rajuk Rika.



Setelah kulepas baju dan celanaku hingga telanjang bulat dan yuniorku sudah mengacung keras tegak ke atas, Rika yang juga sudah telanjang bulat kembali merebahkan diri sambil mengangkangkan pahanya lebar-lebar, hingga kelihatan bibir vaginanya yang merah jambu itu.

Aku pun segera menindihnya, tapi tidak buru-buru memasukkan yuniorku ke vaginanya, kembali aku kecup bibirnya dan kucaplok dan jilat-jilat payudara serta putingnya. Jilatanku turun ke perut terus ke paha mulusnya kemudian ke betis indahnya naik lagi ke paha dalamnya hingga sampai ke selangkangannya.

“Auuww… Mas Adiiii… ehhmm… shhh… enaaaakkk Masss…” ceracau Rika sambil kepalanya menggeleng-geleng tidak karuan dan tangannya mencengkeram sprei ketika aku mulai menjilati bibir vaginanya, terus ke dalam memeknya dan di klitorisnya.
Dengan penuh nafsu, terus kujilati hingga akhirnya tubuh Rika menegang, pahanya mengempit kepalaku, tangannya menjambak rambutku dan Rika berteriak tertahan. Ternyata dia telah mencapai orgasme pertamanya, dan terus kujilati cairan yang keluar dari lubang kenikmatannya sampai habis.

Aku bangun dan melihat Rika yang masih tampak terengah-engah dan memejamkan mata menghayati orgasmenya barusan. Kukecup bibirnya, dan Rika membalas, lalu aku menarik tangannya untuk mengocok penisku. Aku rebahkan tubuhku dan Rika pun mengerti kemauanku, lalu dia bangkit menuju ke selangkanganku dan mulai mengemut penisku.

“Oooh… Rik… kamu pinter banget sih Rik…” aku memuji permainannya.

Kira-kira setengah jam Rika mengemut penisku. Mulutnya dan lidahnya seakan-akan memijat-mijat batang penisku, bibirnya yang seksi kelihatan semakin seksi melumati batang dan kepala penisku. Dihisapnya kuat-kuat ketika Rika menarik kepalanya sepanjang batang penis menuju kepala penisku membuatku semakin merem-melek keenakan.



Setelah bosan, aku kemudian menarik tubuh Rika dan merebahkannya kembali ke tempat tidur, lalu kuambil posisi untuk menindihnya. Rika membuka lebar-lebar selangkangannya, kugesek-gesekkan dulu penisku di bibir vaginanya, lalu segera kumasukkan penisku ke dalam lubang senggamanya.

“Aduuh Mas… sakiiit… pelan-pelan aja doong… ahhh…” aku pun memperlambat masuknya penisku, sambil terus sedikit-sedikit mendorongnya masuk diimbangi dengan gerakan pinggul Rika.
Terlihat sudut mata Rika basah oleh air matanya akibat menahan sakit. Sampai akhirnya,

“Bleeesss…” masuklah semua batang penisku ke dalam liang senggama Rika.

“Rika sayang, punya kamu sempit banget sih..? Tapi enak lho..!” Rika cuma tersenyum manja.

“Mas juga, punya Mas besar gitu maunya cari yang sempit-sempit, sakit kaan..!” rajuk Rika.

Aku ketawa dan mengecup bibirnya sambil mengusap air matanya di sudut mata Rika sambil merasakan enaknya himpitan kemaluan Rika yang sempit ini. Setelah beberapa saat, aku mulai menggerakkan penisku maju mundur dengan pelan-pelan.

“Aaah… uuuhhh… oooww… shhh… ehhmmm…” desah Rika sambil tangannya memeluk erat bahuku.

“Masih sakit Sayaaang..?” tanyaku.

“Nggak Mas… sedikiiitt… auuoohhh… shhh… enn.. ennnaakk.. Mas… aahh…” jawab Rika.

Mendengar itu, aku pun mempercepat gerakanku, Rika mengimbangi dengan goyangan pinggulnya yang dahsyat memutar ke kiri dan ke kanan, depan belakang, atas bawah. Aku hanya bisa merem melek sambil terus memompa, merasakan enaknya goyangan Rika. Tidak lama setelah itu, kurasakan denyutan teratur di dinding vagina Rika, kupercepat goyanganku dan kubenamkan dalam-dalam penisku.
Tanganku terus meremas-remas payudaranya. Dan tubuh Rika kembali menegang,

“Aaah… Masss Adiiii… teruuus Maass… jangan berentiii… oooh… Maasss… aaahhh… akuuuu mauuu keluaaar… aaawww…”

Dan, “Cret… cret… crettt…” kurasakan cairan hangat menyemprot dari dalam liang senggama Rika membasahi penisku.



Kaki Rika pun memeluk pinggangku dan menarik pinggulku supaya lebih dalam masuknya penisku ke dalam lubang kenikmatannya. Ketika denyutan-denyutan di dinding vagina Rika masih terasa dan tubuh Rika menghentak-hentak, aku merasa aku juga sudah mau keluar. Kupercepat gerakanku dan,

“Aaah… Rikaaa… aku mau keluar Sayaaang…” belum sempat aku menarik penisku karena kaki Rika masih memeluk erat pinggangku, dan,

“Crooot… crooot… crooott…” aku keluar di dalam kemaluan Rika.

“Aduuhhh enakkknyaaa…”



Dan aku pun lemas menindih tubuh Rika yang masih terus memelukku dan menggoyang-goyangkan pinggulnya.
Aku pun bangkit, sedangkan penisku masih di dalam liang senggama Rika dan kukecup lagi bibirnya.

Tiba-tiba, “Greeekkk…” aku dikejutkan oleh suara pintu garasi yang dibuka dan suara motor adikku yang baru pulang.
Aku pun cepat-cepat bangun dan tersadar. Kulihat sekeliling tempat tidurku, lho… kok… Rika hilang, kemana tuh cewek..? Kuraba penisku, lho kok aku masih pake celana dan basah lagi. Kucium baunya, bau khas air mani. Kulihat di pinggir tempat tidur masih terbuka majalah hiburan khusus pria yang kubaca tadi. Di halaman 68, di rubrik wajah, kulihat wajah seorang cewek cantik yang tidak asing lagi yang baru saja kutiduri barusan, yaitu wajah Rika yang menggunakan swimsuit di pinggir kolam renang.

Aaaaahhh... rupanya hanya mimpi...

ADULT FRIENDSTER - The World's Largest Sex Community ~ Join Now! It's totally FREE!

AYU CINTA PERTAMAKU MASIH PERAWAN

Cinta pertama tak pernah mati, apalagi bila cinta itu tumbuh saat masa kanak-kanak atau remaja. Kesederhanaan kala itu justru menjadikan pengalaman masa lalu terpatri erat di dalam sanubari sebagai kenangan indah yang tak terlupakan.

Kisah nyata ini kualami dengan seorang gadis yang kukenal dan teman bermain sejak kecil, kisah pacaranku dengan Ayu, seorang gadis yang sangat istimewa bagiku.Kisah ini terjadi di awal tahun sembilan puluhan. Saat masih kanak-kanak, kami bermain seperti halnya anak-anak pada umumnya.

“Hoom-pim-pah ..”"Agus jaga..”. Ia menutup mata di bawah pohon kersen.

Kami, anak-anak yang lain, lari mencari tempat persembunyian. Aku lari ke warung Ma’ Ati yang sudah tutup. Ayu lari mengikutiku. .Aku merangkak masuk di bawah meja warung itu, Ayu mengikutiku dari belakang dan jongkok di sebelahku. Ayu dan aku mengintip lewat celah kecil di gedek di bawah meja yang sempit itu mencari kesempatan untuk lari keluar. Entah mengapa, aku selalu merasa senang kalau berada dekatnya. Waktu itu rasanya tidak ingin aku keluar dari tempat persembunyianku. Apakah ini yang namanya “cinta anak-anak”? Aku tak tahu. Yang aku tahu Ayu memang cantik. Aku juga sadar kalau aku juga ganteng (teman-temanku bilang begitu).

Hingga kalau kami main pangeran-pangeranan, rasanya cocok kalau aku jadi pangeran, Ayu jadi puteri. Juga dalam permainan lain Ayu cuma mau ikut dalam kelompokku. Teman-temanku sering memasang-masangkan aku dengan dia.Masa kecil kami memang menyenangkan.

Sampai tiba saatnya aku harus berpisah dengan teman-temanku karena harus mengikuti ayahku yang ditugaskan di kota lain. Waktu itu aku masih duduk di kelas empat SD. Sejak itu aku tak pernah dengar kabar apa-apa dari teman-temanku itu, termasuk Ayu.

Dua belas tahun kemudian.Aku menghadiri sebuah pesta pengantin. Lagu The Wedding mengalun mengiringi para tamu yang asyik menikmati hidangan prasmanan. Gadis-gadis tampak cantik dengan dandanan dan gaun pesta mereka. Sampai Oom Andi, salah seorang pamanku menepuk pundakku.



”Eh Rik, apa kabar?”
"Oh, baik saja oom.”
"Akan kupertemukan kau dengan seseorang, ayo ikut aku.”

Aku mengikuti oom-ku itu menuju ke seorang gadis yang sedang asyik menikmati ice creamnya.
Gadis itu mengenakan gaun pesta berwarna kuning dengan bahu terbuka, cantik sekali dia.

Begitu aku melihat dia, aku segera teringat pada seseorang.

”Apakah, apakah dia ..?”
"Benar Rik, dia Ayu.”
"Ayu, ini kuperkenalkan pada temanmu.”

Gadis itu tampak agak terperanjat, tetapi sekalipun terlihat ragu-ragu, tampaknya ia pun mengenaliku.

”Ini Riki, tentu kamu kenal dia,” kata oomku.Kami bersalaman.

”Wah, sudah gede sekali kamu Ayu.”
"Memangnya suruh kecil terus, memangnya kamu sendiri bagaimana?” katanya sambil tertawa.
Tertawanya dan lesung pipinya itu langsung mengingatkanku pada tertawanya ketika ia kecil. Aku benar-benar terpesona melihat Ayu, aku ingat Ayu kecil memang cantik, tetapi yang ini memang luar biasa. Apakah karena dandanannya? Ah, tidak, sekalipun tidak berdandan aku pasti juga terpesona.

Gaun pestanya yang kuning itu memang tidak mewah, tetapi serasi sekali dengan tubuhnya yang semampai. Bahunya terbuka, buah dadanya yang putih menyembul sedikit di atas gaunnya itu membedakannya dengan Ayu kecil yang pernah kukenal.

”Sudah sana ngobrol-ngobrol tentu banyak yang diceritain,” kata oomku seraya meninggalkan kami.
”Tuh ada kursi kosong di situ, yuk duduk di situ,” kataku.

Kamipun berjalan menuju ke kursi itu.

”Bagaimana Ayu, kamu sekarang di mana?”
"Aku sekarang tinggal di Semarang, kamu sendiri di mana?”
"Aku kuliah di Bandung, kamu bagaimana?”

Ia terdiam, menyendok ice creamnya lalu melumat dan menelannya, perlahan ia berkata,

“Aku tidak seberuntung kamu Rik, aku sudah bekerja. Aku hanya sampai SMA. Yah keadaan memang mengharuskan aku begitu.”
"Bekerja juga baik Ayu, tiap orang kan punya jalan hidup sendiri-sendiri. Justru perjuangan hidup membuat orang lebih dewasa.”



Kira-kira satu jam kami saling menceritakan pengalaman kami. Waktu itu umurku 22, dia juga (sejak kecil aku sudah tahu umurnya sama dengan umurku). Perasaan yang pernah tumbuh di sanubariku semasa kecil tampaknya mulai bersemi kembali. Rasanya tak bosan-bosan aku memandang wajahnya yang ayu itu. Apakah cinta anak-anak itu mulai digantikan dengan cinta dewasa? Aku tidak tahu. Aku juga tidak tahu apakah ia merasakan hal yang sama. Yang pasti aku merasa simpati padanya.

Malam itu sebelum berpisah aku minta alamatnya dan kuberikan alamatku.Sekembali ke Bandung kusurati dia, dan dia membalasnya. Tak pernah terlambat dia membalas suratku. Hubungan kami makin akrab.

Suatu ketika ia menyuratiku akan berkunjung ke Bandung mengantar ibunya untuk suatu urusan dagang. Memang setelah ayahnya pensiun, ibunya melakukan dagang kecil-kecilan. Aku senang sekali atas kedatangan mereka. Kucarikan sebuah hotel yang tak jauh dari rumah indekosku. Hotel itu sederhana tetapi cukup bersih.Pagi hari aku menjemput mereka di stasiun kereta api dan mengantarnya ke hotel mereka. Sore hari, selesai kuliah, aku ke hotelnya. Kami makan malam menikmati sate yang dijual di pekarangan hotel.

Pada malam hari kuajak Ayu berjalan-jalan menikmati udara dingin kotaku. Entah bagaimana mulainya, tahu-tahu kami mulai bergandengan tangan, bahkan kadang-kadang kulingkarkan tanganku di bahunya yang tertutup oleh jaket. Kami berjalan menempuh jarak beberapa kilometer, jarak yang dengan Vespaku saja tidak terbilang dekat. Tetapi anehnya kami merasakan jarak itu dekat sekali. Sekembali di hotel kami masih melanjutkan pecakapan di serambi hotel sampai lewat tengah malam, sementara ibu Ayu sudah mengarungi alam mimpi. Besok sorenya aku ke hotel untuk mengantarkan mereka ke stasiun untuk kembali ke kota mereka.

Ketika aku tiba di hotel, ibu Ayu sedang mandi, Ayu sedang mengemasi barang-barang bawaannya. Aku duduk di kursi di kamar itu. Tiba-tiba terbersit di pikiranku untuk memberikan selamat jalan yang sangat pribadi bagi dia. Dengan berdebar aku bangkit dari tempat dudukku berjalan dan berdiri di belakangnya, perlahan kupegang kedua bahunya dari belakang, kubalikkan tubuhnya hingga menghadapku.

”Ayu, bolehkah ..?”Ia tampak gugup, ia menghindar ketika wajahku mendekati wajahnya. Ia kembali membelakangiku.
”Sorry Ayu, bukan maksudku ..”Ia diam saja, masih tampak kegugupannya, ia melanjutkan mengemasi barang-barangnya.

Terdengar bunyi pintu kamar mandi terbuka, ibu Ayu keluar.Di stasiun, sebelum masuk ke kereta kusalami ibunya.
Ketika aku menyalami Ayu aku berbisik,

“Ayu, sorry ya dengan yang tadi.”Dia hanya tersenyum. Manis sekali senyumnya itu.
”Terimakasih Rik atas waktumu menemani kami.”

Hubungan surat-menyurat kami menjadi makin akrab hingga mencapai tahap serius. Aku sering membuka suratku dengan “Ayuku tersayang”. Kadang-kadang kukirimi dia humor atau kata-kata yang nakal. Dia juga berani membalasnya dengan nakal. Pernah dia menulis begini, “Sekarang di sini udaranya sangat panas Rik, sampai kalau tidur aku cuma pakai celana dalam saja. Tanaman-tanaman perlu disirami (aku juga).”Membaca surat itu aku tergetar. Kubayangkan ia dalam keadaan seperti yang diceritakannya itu. Kukhayalkan aku berada di dekatnya dan melakukan adegan-adegan romantis dengannya. Aku merasakan ada tetesan keluar dari diriku akibat khayalan itu. Kuoleskan tetesan itu di kertas surat yang kugunakan untuk membalas suratnya. (Barangkali ada aroma, atau entah apa saja, yang membuat ia merasakan apa yang kurasakan waktu itu. Tetapi aku tak pernah cerita pada dia tentang ini.)



Sampai tiba liburan semester, aku mengunjungi dia. Aku tinggal di rumahnya selama empat malam. Inilah pengalamanku selama empat malam itu.Aku tiba pagi hari. Setelah makan pagi, aku dan dia duduk-duduk di kamar makan. Aku melihat Ayu mengenakan cincin imitasi dengan batu berwarna merah muda di jari manisnya.

”Bagus cincinmu itu. Boleh kulihat?” Kutarik tangannya mendekat, tetapi aku segera lupa akan cincin itu. Ketika lengannya kugenggam, serasa ada yang mengalir dari tangannya ke tanganku. Jantungku berdebar. Tak kulepas genggamanku, kubawa telapak tanganku ke telapak tangannya. Kumasukkan jari-jariku di sela jari-jarinya. Jari-jarinya yang halus, putih dan lentik berada di antara jari-jariku yang lebih besar dan gelap. Kugenggam dia, dia juga menggenggam. Kuremas-remas jari-jari itu. Dia membiarkannya. Kami berpandangan dengan penuh arti sebelum ia bangkit dengan tersipu-sipu,

”Aku bereskan meja dulu.”

Ia pun membereskan meja makan dan mencuci piring. Setelah itu ia berkemas-kemas untuk pergi bekerja. Siang itu aku tidak kemana-nama, aku beristirahat sambil membaca buku-buku novel yang kubawa.Sore harinya aku, Ayu dan adiknya menonton film di bioskop. Aku ingat ketika nonton itu aku sempat remas-remasan tangan dengan dia. Setelah pulang nonton kami duduk-duduk di ruang tamu. Saat itu sekitar pukul sembilan. Kami hanya ngobrol-ngobrol biasa karena orang-orang di rumah itu masih belum tidur. Ayu membuat secangkir kopi untukku. Sekitar pukul sepuluh rumah mulai sepi, orang tua dan adik Ayu sudah masuk ke kamar tidur masing-masing. Hanya tinggal aku dan Ayu di ruang tamu. Ia duduk di sofa di sebelah kananku.Dari obrolan biasa aku mulai berani.

Kulingkarkan tanganku dibahunya. Ayu diam saja dan menunduk. Dengan tangan kiriku kutengadahkan wajahnya, kudekatkan kepalaku ke wajahnya, kutarik dia. Berbeda dengan di hotel waktu itu, ia memejamkan matanya membiarkan bibirku menyentuh bibirnya. Kukecup bibirnya. Cuma sebentar. Hening, segala macam pikiran berkecamuk di kepalaku (kukira juga di kepalanya). Aku merasa jantungku berdegup.



Pelan-pelan tangan kananku kulepas dari bahunya, menyusup di antara lengan dan tubuhnya, dan kutaruh jari-jariku di dadanya. Ia membiarkan dadanya kusentuh. Aku melangkah lagi, jari-jariku kuusap-usapkan di situ. Ia membolehkan bahkan menyandarkan badannya di dadaku. Aku mencium semerbak bau rambutnya. Aku pun tidak ragu lagi, kuremas-remas payudaranya. Ia tetap diam dan tampaknya ia menikmatinya.Setelah beberapa saat ia menggeser badannya sedikit lalu, seolah tak sengaja, ia menaruh tangannya di pangkuanku, tepat di atas kancing celanaku. Aku tanggap isyarat ini. Kubuka ruitsluiting celanaku, kutarik tangannya masuk ke sela yang sudah terbuka itu. Ia menurut dan ia menyentuh penisku, jari-jarinya yang tadi pasif sekarang mulai aktif. Walaupun masih terhalang oleh celana dalam, ia mengusap-usap di situ.

Aku melangkah lebih jauh lagi, tanganku yang berada di dadanya sekarang memasuki dasternya, menyusup di sela-sela BH-nya dan kuremas-remas payudaranya langsung. Payudaranya memang tidak terlalu besar tetapi cukup kenyal dalam remasanku. Dia tak mau kalah, tangannya menyusup masuk ke celana dalamku dan langsung menyentuh penisku lalu mengenggamnya. Bergetar hatiku, baru kali itu penisku disentuh seorang gadis, gairahku melonjak. Dua kali ia menggerakkan genggamannya ke atas ke bawah dan aku tak tahan .. menyemburlah cairanku membasahi jari-jarinya dan celana dalamku. Aku mengeluh dan menyandarkan diriku ke sofa.

Ia melepaskan tangannya dari celanaku dan melihat tangannya yang basah.

”Kental ya Rik,” bisiknya.
”Ayu, terlalu cepat ya, ini pengalamanku pertama,” kataku kecewa.
”Aku tahu Rik,” ia memahami.”Kamu ganti dulu, besok aku cuci yang itu,” lanjutnya.

Ia bangkit ke kamar mandi untuk mencuci tangannya. Aku masuk ke kamar mengganti celana dalamku. Ketika keluar Ayu sudah berada kembali di situ. Kami ngobrol-ngobrol sebentar lalu kami pergi tidur. Aku masuk ke kamarku dan Ayu masuk ke dalam, ke kamarnya.

Malam kedua. Seperti halnya malam pertama, setelah suasana sepi kami memulai dengan berciuman. Kalau kemarin hanya kecup bibir sebentar, kali ini aku mencoba lebih. Mula-mula kukecup bibir bawahnya, lalu bibir atasnya, lalu lidahku masuk. Lidahku dan lidahnya bercanda. Aku mengecap rasa manis dan segar di mulutnya, kurasa ia makan pastiles atau permen pedas sebelumnya.



Lalu kami main remas-remasan lagi. Kali itu dia tidak memakai BH hingga lebih mudah bagiku meremas-remas payudaranya. Seperti kemarin tangannya pun meraba-raba penisku. Aku sudah khawatir kalau aku akan cepat keluar seperti kemarin, tetapi rupanya tidak. Aku juga ingin melakukan seperti yang dia lakukan. Tanganku menuju ke bawah, kusingkapkan dasternya, tetapi ketika tanganku menuju ke celananya ia menepisnya. Rupanya ia belum mau sejauh itu.
Malam itu kami cuma main remas-remasan saja. Kuremas-remas payudaranya, dan dia membelai-belai penisku sementara bibir kami berkecupan. Akhirnya aku tak tahan juga hingga cairanku menyemprot keluar membasahi tangannya, sama seperti kemarin. Tetapi aku lebih senang karena kami bisa bermain-main lebih lama. Aku merasa ada kemajuan, aku lebih percaya diri.

Malam ketiga. Seperti malam-malam sebelumnya, kami mulai dengan saling berciuman di sofa. Ketika baru mulai babak remas-remasan aku ingat bahwa aku membawa sebuah buku seksologi. Kuambil buku itu dan kutunjukkan pada Ayu. Kubuka pada halaman yang ada gambar alat genital pria. Kujelaskan padanya cara bekerjanya alat itu. Dia mendengarkannya dengan perhatian. Seolah guru biologi aku menunjukkan contohnya, kubuka ruitsluiting celanaku. Kuturunkan celana dalamku hingga penisku menyembul keluar dan kupertontonkan pada Ayu. penisku memang beda dengan yang di gambar, kalau yang di gambar itu lunglai, penisku berdiri tegak.

Ayu memperhatikan penisku itu.”Itu lubangnya ada dua ya?” tanyanya, “Satu untuk kencing, satu lagi untuk ngeluarin?”
"Ah, engga. Cuma ada satu,” kataku sambil tertawa.

Kubuka lubang kecil itu agak lebar untuk menunjukkan bahwa lubangnya memang cuma satu. Ujung itu merah mengkilat basah oleh cairan bening. Kubawa telunjuknya mengusapnya dan ia membiarkan jarinya basah. Kemudian jari-jari lentik itu menyusuri urat-urat di situ dari atas ke bawah.

”Rupanya jelek, tapi kok bisa bikin enak ya,” katanya sambil tertawa.
”Eh, tahunya kalau enak. Memang sudah pernah mencoba?” sahutku.
”Katanya sih,” sahutnya sambil tertawa.

Jemarinya pun memain-mainkan penisku.”Kalau ini isinya apa?” Candanya sambil memain-mainkan kantung bolaku.”Biji salak kali,” jawabku sambil tertawa. Ia juga tertawa.

Lalu tangannya menggenggam penisku dan menggosok-gosoknya.”Jangan keras-keras Ayu. Nanti keluar,” bisikku. Diapun menurut, dia masih menggenggam tetapi tidak menggosok hanya mengusap-usap perlahan.

”Boleh aku lihat punyamu?” tanyaku.
”Jangan ah,” jawabnya.
”Sebentar saja,” kataku.

Ia pun menurut. Ia membiarkan tanganku menyingkap dasternya dan menurunkan celana dalamnya hingga ke lutut.

Aku menelan ludah, baru kali itu aku melihat alat kelamin wanita, sebelumnya aku melihatnya cuma di gambar-gambar. Tanganku pun menuju ke situ. Kuusap-usap rambutnya lalu jariku membuka celah di situ dan kulihat basah di dalamnya.

”Kok basah kuyup begini.”
"Tadi kamu juga." katanya

Kutengok penisku, sudah kering memang, karena diusap oleh Ayu, tetapi aku melihat di ujungnya mulai membasah lagi. Aku ingat ketika membaca buku seksologiku ada bagian yang namanya “labia majora”, ada “labia minora”, ada “clitoris.” Aku mencoba mencari tahu yang mana itu. Aku mencoba membuka celahnya lebih lebar tetapi ia menepis tanganku.

”Sudah ah, malu,” katanya. Ia kembali menaikkan celana dalamnya.
”Kamu curang Ayu. penisku sudah kamu lihat dari tadi,” kataku bercanda.
”Kan katamu cuma lihat sebentar.”



Susasana hening. Kupeluk dia. Kembali kami berciuman. Tangannya kembali mengusap-usap penisku. Tanganku juga menyusup ke celana dalamnya (dasternya masih menyingkap). Dia tidak menolak. Kuusap-usap rambut di balik celana dalam itu dan jari-jariku pun menggelitik di situ. Aku merasakan basahnya. Kurebahkan dia di sofa, kutarik celana dalamnya.
Tapi Ayu menolak tanganku dan berbisik,

”Di kamar saja Rik.”
Aku sadar, di situ bukan tempat yang tepat.
”Kamu masuk duluan,” katanya.

Akupun masuk ke kamarku melepaskan seluruh pakaianku lalu aku merebahkan diri menunggu Ayu. Setelah beberapa menit Ayu masuk membawa handuk kecil lalu mengunci pintu. Ia menghempaskan diri di sisiku. Aku segera tahu bahwa dia tidak mengenakan celana dalam lagi. Segera kulepas dasternya. Tak ada apa-apa lagi yang menutupi kami. Tanpa basa-basi lagi kami segera berpelukan dan berkecupan dengan ganas. Tangan-tangan kami saling meraih, menyentuh, meremas apa saja untuk bisa saling menggairahkan.

Kugigit putingnya. Ia menggelinjang. Ia bangkit dan membalas dengan mengulum penisku. Ganti aku yang menggelinjang. Kami melakukan itu mungkin sepuluh menit. Gairah tak tertahankan lagi.

”Rik, masukkan saja..,” bisiknya memohon.

Ayu merebahkan dirinya telentang. Aku mengambil posisi di atasnya. Kedua pahanya membuka lebar menampung tubuhku, lalu kedua kakinya, seperti juga kedua tangannya, melingkari tubuhku. Ujung penisku mencari-cari lubang punyanya. Setelah ketemu aku dorong sedikit. Ia agak mengerang.

”Pelan-pelan Rik,” bisiknya. Kudorong penisku pelan-pelan, sekali, dua kali, dan akhirnya tembus. Ia menggelinjang dan mengeluh. Kami berdua merasa di awang-awang. Rasanya bumi ini hanya milik kami berdua. Kami berdua menggerak-gerakkan tubuh kami mencari sentuhan-sentuhan yang paling peka.Kenikmatan makin meninggi, setelah beberapa saat gerakan tubuhnya makin kencang lalu ia memelukku erat-erat seraya merintih,

”Rik, Rik,..” Aku juga tak tahan dan segera menyusulnya,

”Ayu..” Dia memelukku erat, bibir kami berkecupan ketika benihku menyemprot di dalamnya.
Cairanku menyatu dengan cairannya. Selama beberapa menit kami masih dalam posisi itu.

”Rik, aku cuma ingin sama kamu, engga ada yang lain lagi,” katanya.
”Begitu juga aku Ayu, aku sayang kamu,” kataku sambil membelai pipinya.

Lalu kukecup bibirnya, mesra dengan segenap perasaanku.Sekitar setengah jam kami masih berpelukan terbuai oleh pengalaman barusan.
Lalu kami bangkit. Aku lap penisku dengan handuk kecil, dan ia pun mengelap vaginanya, aku lihat ada darah di handuk itu. Lalu kami rebah berhadapan dan kami berpelukan lagi dan tak pakai apa-apa. Kami pun tertidur.

Menjelang pagi kurasakan Ayu bangun. Ia akan mengenakan dasternya.
”Aku harus kembali ke kamarku Rik, sudah pagi.”



Tetapi aku menarik tangannya hingga ia kembali rebah di sisiku.
”Masih setengah tiga Ayu, di sini dulu.”
Penisku pun kembali tegang dan keras. Ayu melihatnya.
”Rupanya si kecilmu sudah siap lagi Rik,” candanya.

Ia pun bangkit lalu tubuhnya menindih tubuhku yang rebah telentang. Ia mengecupi leherku kiri dan kanan bertubi-tubi. Akhirnya bibir itu mampir di bibirku. Lidahku dan lidahnya berbelitan, sebentar dalam mulutku, sebentar dalam mulutnya. Lalu ia mengangkat tubuhnya sedikit, mengarahkan lubangnya ke ujung penisku lalu ia mendorongkan tubuhnya ke belakang hingga penisku masuk ke dalamnya sepenuhnya. Ia duduk di perutku. Tanganku meremas-remas payudaranya dan ia menggoyang-goyangkan tubuhnya di atasku. Mula-mula gerakannya tak terlalu cepat tetapi semakin lama ritme gerakannya makin meninggi lalu ia rebah dalam pelukanku, aku mendengar desahnya penuh kenikmatan. Namun aku masih tegar. Ganti ia yang kutelentangkan, aku berada di atasnya, kugerakkan tubuhku. Beberapa saat kemudian kenikmatanpun menjalar di seluruh tubuhku.

Malam itu tak banyak kata-kata yang kami ucapkan, tetapi tubuh-tubuh kami telah saling bicara mencurahkan seluruh perasaan kami yang terpendam selama berbulan-bulan.

Jam setengah empat sudah, ia mengenakan dasternya mengecup pipiku dan kembali ke kamarnya. Aku pun tertidur dengan rasa bahagia.

Malam keempat. Kami mulai dengan bercium-ciuman sebentar di sofa. Kami tak mau berlama-lama di situ, kami pun masuk kamar. Setelah mengunci pintu ia melepaskan dasternya. Aku juga melepaskan pakaianku. Ternyata di balik daster itu ia mengenakan blouse dan celana mini tipis yang tak terlampau ketat berwarna biru muda. payudaranya tidak terlalu besar tetapi cukup menonjol di balik blousenya itu, putingnya tampak jelas di balik blousenya yang transparan itu dan di celananya aku juga bisa melihat rambutnya menerawang. Aku terpesona melihat Ayu berdiri di depanku dengan pakaian begitu seksi. Rambutnya yang bergerai panjang, tubuhya yang semampai sangat serasi dengan yang dipakainya. Aku duduk terpana di tempat tidur memandangnya. Kalau saja aku bisa memotretnya pasti tiap malam kupandangi foto itu dengan penuh pesona.



”Luar biasa Ayu, cantik sekali kamu. Di mana kamu beli bajumu itu?”
Dia tidak menjawab, hanya tersenyum. Ia menuju tempat tidur dan merebahkan diri. Aku pun rebah di sisinya. Kubelai putingnya di balik blousenya itu. Lalu kuusap celananya dan jari-jariku merasakan kemresak rambut-rambut di baliknya. Lalu kami rebah berhadapan. Kusisipkan penisku melalui sela celana mininya menyentuh vaginanya lalu kudekap dan kucium dia. Beberapa menit kami berciuman. Lalu ia bangkit mengecup dadaku di berbagai tempat.Kulepas celana mini dan blousenya. Sekarang tak ada apa-apa lagi yang melekat di tubuh kami. Aku duduk dan ia duduk di pangkuanku berhadapan dengan aku. Punya kami saling menempel. penisku berdiri tegak dikelilingi oleh rambut-rambutnya dan rambut-rambutku, hingga penisku tampak seolah-olah punyanya juga. Segera kamipun berdekapan erat, beciuman sambil duduk. Cukup lama kami bercumbu rayu dengan berbagai cara. Seperti malam sebelumnya, malam itu kami melakukan lagi dua kali.

Esoknya aku harus kembali ke kotaku. Hari itu Ayu mengambil cuti seharian ia menemaniku. Sore hari Ayu mengantarku ke stasiun kereta api. Kulihat matanya berkaca-kaca ketika aku menyalami dia.

”Datang lagi ya Rik, malam ini aku akan memimpikanmu,” katanya ketika aku akan menaiki kereta.Ketika kereta bergerak meninggalkan stasiun aku masih melihat dia melambaikan tangannya sampai ia hilang dari pandanganku.
”Aku pasti datang lagi Ayu,” tanpa sadar kuucapkan kata-kata itu.

ADULT FRIENDSTER - The World's Largest Sex Community ~ Join Now! It's totally FREE!

Rabu, 23 Juli 2008

Pengalaman Pertamaku dengan Om Dokter

Namaku Rini, usiaku sekarang 23 tahun, aku bekerja sebagai salah satu karyawati di BUMN besar di Jakarta. Oh ya, kata temen-temen sih aku memiliki wajah yang cantik, dengan rambut sebahu, kulitku kuning langsat, tinggi 163 cm, dengan tubuh yang langsing dan seksi. Aku ingin menceritakan pengalaman seksku yang pertama justru dari teman baik ayahku sendiri.



Peristiwa yang tak kuduga ini terjadi ketika aku baru saja akan masuk kelas 2 SMP, ketika aku masih tinggal di Yogya. Teman ayah itu bernama Om Bayu dan aku sendiri memanggilnya Om. Karena hubungan yang sudah sangat dekat dengan Om Bayu, ia sudah dianggap seperti saudara sendiri di rumahku. Om Bayu wajahnya sangat tampan, wajahnya tampak jauh lebih muda dari ayahku, karena memang usianya berbeda agak jauh.

Usia Om Bayu ketika itu sekitar 28 tahun. Selain tampan, Om Bayu memiliki tubuh yang tinggi tegap dengan dada yang bidang.

Kejadian ini bermula ketika liburan semester. Waktu itu kedua orang tuaku harus pergi ke Madiun karena ada perayaan pernikahan saudara. Karena kami dan Om Bayu cukup dekat, maka aku minta kepada orang tuaku untuk menginap saja di rumah Om Bayu yang tidak jauh dari rumahku selama 5 hari itu. Om Bayu sudah menikah, tetapi belum punya anak. Istrinya adalah seorang karyawan perusahaan swasta, sedangkan Om Bayu tidak mempunyai pekerjaan tetap. Dia adalah seorang makelar mobil. Hari-hari pertama kulewati dengan ngobrol-ngobrol sambil bercanda-ria, setelah istri Om Bayu pergi ke kantor. Om Bayu sendiri karena katanya tidak ada order untuk mencari mobil, jadi tetap di rumah sambil menunggu telepon kalau-kalau ada langganannya yang mau mencari mobil. Untuk melewatkan waktu, sering juga kami bermain bermacam permainan seperti halma atau monopoli, karena memang Om Bayu orangnya sangat pintar bergaul dengan siapa saja.Ketika suatu hari, setelah makan siang, tiba-tiba Om Bayu berkata kepadaku,

“Rin… kita main dokter-dokteran yuk.., sekalian Rini, Om periksa beneran, mumpung gratis”.

Memang kata ayah dahulu Om Bayu pernah kuliah di fakultas kedokteran, namun putus di tengah jalan karena menikah dan kesulitan biaya kuliah.

“Ayoo…”, sambutku dengan polos tanpa curiga. Kemudian Om Bayu mengajakku ke kamarnya, lalu mengambil sesuatu dari lemarinya, rupanya ia mengambil stetoskop, mungkin bekas yang dipakainya ketika kuliah dulu.



“Nah Rin, kamu buka deh bajumu, terus tiduran di ranjang”. Mula-mula aku agak ragu-ragu.

Tapi setelah melihat mukanya yang bersungguh-sungguh akhirnya aku menurutinya.

“Baik Om”, kataku, lalu aku membuka kaosku, dan mulai hendak berbaring.

Namun Om Bayu bilang, “Lho… BH-nya sekalian dibuka dong.. biar Om gampang meriksanya”. Aku yang waktu itu masih polos, dengan lugunya aku membuka BH-ku, sehingga kini terlihatlah buah dadaku yang masih mengkal.

“Wah… kamu memang benar-benar cantik Rin…”, kata Om Bayu. Kulihat matanya tak berkedip memandang buah dadaku dan aku hanya tertunduk malu. Setelah telentang di atas ranjang, dengan hanya memakai rok mini saja, Om Bayu mulai memeriksaku. Mula-mula ditempelkannya stetoskop itu di dadaku, rasanya dingin, lalu Om Bayu menyuruhku bernafas sampai beberapa kali, setelah itu Om Bayu mencopot stetoskopnya. Kemudian sambil tersenyum kepadaku, tangannya menyentuh lenganku, lalu mengusap-usapnya dengan lembut.

“Waah… kulit kamu halus ya, Rin… kamu pasti rajin merawatnya”, katanya.

Aku diam saja, aku hanya merasakan sentuhan dan usapan lembut Om Bayu. Kemudian usapan itu bergerak naik ke pundakku. Setelah itu tangan Om Bayu merayap mengusap perutku. Aku hanya diam saja merasakan perutku diusap-usapnya, sentuhan Om Bayu benar-benar terasa lembut. Dan lama-kelamaan terus terang aku mulai jadi agak terangsang oleh sentuhannya, sampai-sampai bulu tanganku merinding dibuatnya.



Lalu Om Bayu menaikkan usapannya ke pangkal bawah buah dadaku yang masih mengkal itu, mengusap mengitarinya, lalu mengusap buah dadaku. Ih… baru kali ini aku merasakan yang seperti itu, rasanya halus, lembut, dan geli, bercampur menjadi satu. Namun tidak lama kemudian, Om Bayu menghentikan usapannya. Dan aku kira… yah hanya sebatas ini perbuatannya. Tapi kemudian Tom Bayu bergerak ke arah kakiku.

“Nah.. sekarang Om periksa bagian bawah yah…”, katanya.

Setelah diusap-usap seperti tadi yang terus terang membuatku agak terangsang, aku hanya bisa mengangguk pelan saja. Saat itu aku masih mengenakan rok miniku, namun tiba-tiba Om Bayu menarik dan meloloskan celana dalamku. Tentu saja aku keget setengah mati.

“Ih… Om kok celana dalam Rini dibuka…?”, kataku dengan gugup.

“Lho… kan mau diperiksa.. pokoknya Rini tenang aja…”, katanya dengan suara lembut sambil tersenyum, namun tampaknya mata dan senyum Om Bayu penuh dengan maksud tersembunyi.

Tetapi saat itu aku sudah tidak bisa berbuat apa-apa. Setelah celana dalamku diloloskan oleh Om Bayu, dia duduk bersimpuh di hadapan kakiku. Matanya tak berkedip menatap vaginaku yang masih mungil, dengan bulu-bulunya yang masih sangat halus dan tipis. Lalu kedua kakiku dinaikkan ke pahanya, sehingga pahaku menumpang di atas pahanya. Lalu Om Bayu mulai mengelus-elus betisku, halus dan lembut sekali rasanya, lalu diteruskan dengan perlahan-lahan meraba-raba pahaku bagian atas, lalu ke paha bagian dalam.

Hiii… aku jadi merinding rasanya. “Ooomm…”, suaraku lirih.

“Tenang sayang.. pokoknya nanti kamu merasa nikmat…”, katanya sambil tersenyum.

Om Bayu lalu mengelus-elus selangkanganku, perasaanku jadi makin tidak karuan rasanya. Kemudian dengan jari telunjuknya yang besar, Om Bayu menggesekkannya ke bibir vaginaku dari bawah ke atas.

“Aahh… Oooomm…”, jeritku lirih. “Sssstt… hmm… nikmat.. kan…?”, katanya.

Mana mampu aku menjawab, malahan Om Bayu mulai meneruskan lagi menggesekkan jarinya berulang-ulang. Tentu saja ini membuatku makin tidak karuan, aku menggelinjang-gelinjang, menggeliat-geliat kesana kemari.



“Ssstthh… aahh… Ooomm… aahh…”, eranganku terdengar lirih, dunia serasa berputar-putar, kesadaranku bagaikan terbang ke langit.

Vaginaku rasanya sudah basah sekali karena aku memang benar-benar sangat terangsang sekali. Setelah Om Bayu merasa puas dengan permainan jarinya, dia menghentikan sejenak permainannya itu, tapi kemudian wajahnya mendekati wajahku. Aku yang belum berpengalaman sama sekali, dengan pikiran yang antara sadar dan tidak sadar, hanya bisa melihatnya pasrah tanpa mengerti apa yang sebenarnya sedang terjadi. Wajahnya semakin dekat, kemudian bibirnya mendekati bibirku, lalu ia mengecupku dengan lembut, rasanya geli, lembut, dan basah.

Namun Om Bayu bukan hanya mengecup, ia lalu melumat habis bibirku sambil memainkan lidahnya. Hiii… rasanya jadi makin geli… apalagi ketika lidah Om Bayu memancing lidahku, sehingga aku tidak tahu kenapa, secara naluri jadi terpancing, sehingga lidahku dengan lidah Om Bayu saling bermain, membelit-belit, tentu saja aku jadi semakin nikmat kegelian.
Kemudian Om Bayu mengangkat wajahnya dan memundurkan badannya.

Entah permainan apa lagi yang akan diperbuatnya pikirku, aku toh sudah pasrah. Dan eh… gila… tiba-tiba badannya dimundurkan ke bawah dan Om Bayu tengkurap diantara kedua kakiku yang otomatis terkangkang. Kepalanya berada tepat di atas kemaluanku dan Om Bayu dengan cepat menyeruakkan kepalanya ke selangkanganku. Kedua pahaku dipegangnya dan diletakkan di atas pundaknya, sehingga kedua paha bagian dalamku seperti menjepit kepala Om Bayu. Aku sangat terkejut dan mencoba memberontak, akan tetapi kedua tangannya memegang pahaku dengan kuat, lalu tanpa sungkan-sungkan lagi Om Bayu mulai menjilati bibir vaginaku.

“Aaa… Ooomm…!”, aku menjerit, walaupun lidah Om Bayu terasa lembut, namun jilatannya itu terasa menyengat vaginaku dan menjalar ke seluruh tubuhku.

Namun Om Bayu yang telah berpengalaman itu, justru menjilati habis-habisan bibir vaginaku, lalu lidahnya masuk ke dalam vaginaku, dan menari-nari di dalam vaginaku. Lidah Om Bayu mengait-ngait kesana kemari menjilat-jilat seluruh dinding vaginaku. Tentu saja aku makin menjadi-jadi, badanku menggeliat-geliat dan terhentak-hentak, sedangkan kedua tanganku mencoba mendorong kepalanya dari kemaluanku. Akan tetapi usahaku itu sia-sia saja, Om Bayu terus melakukan aksinya dengan ganas. Aku hanya bisa menjerit-jerit tidak karuan.

“Aahh… Ooomm… jaangan… jaanggann… teeerruskaan… ituu… aa… aaku… nndaak… maauu.. geellii… stooopp… tahaann… aahh!”.

Aku menggelinjang-gelinjang seperti kesurupan, menggeliat kesana kemari antara mau dan tidak. Biarpun ada perasaan menolak akan tetapi rasa geli bercampur dengan kenikmatan yang teramat sangat mendominasi seluruh badanku. Om Bayu dengan kuat memeluk kedua pahaku diantara pipinya, sehingga walaupun aku menggeliat kesana kemari namun Om Bayu tetap mendapatkan yang diinginkannya. Jilatan-jilatan Om Bayu benar-benar membuatku bagaikan orang lupa daratan. Vaginaku sudah benar-benar banjir dibuatnya. Hal ini membuat Om Bayu menjadi semakin liar, ia bukan cuma menjilat-jilat, bahkan menghisap, menyedot-nyedot vaginaku. Cairan lendir vaginaku bahkan disedot Om Bayu habis-habisan. Sedotan Om Bayu di vaginaku sangat kuat, membuatku jadi semakin kelonjotan.
Kemudian Om Bayu sejenak menghentikan jilatannya. Dengan jarinya ia membuka bibir vaginaku, lalu disorongkan sedikit ke atas. Aku saat itu tidak tahu apa maksud Om Bayu, rupanya Om Bayu mengincar clitorisku. Dia menjulurkan lidahnya lalu dijilatnya clitorisku.

“Aahh…”, tentu saja aku menjerit keras sekali. Aku merasa seperti kesetrum karena ternyata itu bagian yang paling sensitif buatku.

Begitu kagetnya aku merasakannya, aku sampai mengangkat pantatku. Om Bayu malah menekan pahaku ke bawah, sehingga pantatku nempel lagi ke kasur, dan terus menjilati clitorisku sambil dihisap-hisapnya.

“Aa… Ooomm… aauuhh… aahh… !”, jeritku semakin menggila. Tiba-tiba aku merasakan sesuatu yang teramat sangat, yang ingin keluar dari dalam vaginaku, seperti mau pipis, dan aku tak kuat menahannya, namun Om Bayu yang sepertinya sudah tahu, malahan menyedot clitorisku dengan kuatnya.

“Ooomm… aa… !”, tubuhku terasa tersengat tegangan tinggi, seluruh tubuhku menegang, tak sadar kujepit dengan kuat pipi Om Bayu dengan kedua pahaku di selangkanganku. Lalu tubuhku bergetar bersamaan dengan keluarnya cairan vaginaku banyak sekali, dan tampaknya Om Bayu tidak menyia-nyiakannya. Disedotnya vaginaku, dihisapnya seluruh cairan vaginaku. Tulang-tulangku terasa luluh lantak, lalu tubuhku terasa lemas sekali. Aku tergolek lemas. Om Bayu kemudian bangun dan mulai melepaskan pakaiannya. Aku, yang baru pertama kali mengalami orgasme, merasakan badanku lemas tak bertenaga, sehingga hanya bisa memandang saja apa yang sedang dilakukan oleh Om Bayu.

Mula-mula Om Bayu membuka kemejanya yang dilemparkan ke sudut kamar, kemudian secara cepat dia melepaskan celana panjangnya, sehingga sekarang dia hanya memakai CD saja. Aku agak ngeri juga melihat badannya yang tinggi besar itu tidak berpakaian. Akan tetapi ketika tatapan mataku secara tak sengaja melihat ke bawah, aku sangat terkejut melihat tonjolan besar yang masih tertutup oleh CD-nya, mencuat ke depan. Kedua tangan Om Bayu mulai menarik CD-nya ke bawah secara perlahan-lahan, sambil matanya terus menatapku.



Pada waktu badannya membungkuk untuk mengeluarkan CD-nya dari kedua kakinya, aku belum melihat apa-apa, akan tetapi begitu Om Bayu berdiri tegak, darahku mendadak serasa berhenti mengalir dan mukaku menjadi pucat karena terkejut melihat benda yang berada diantara kedua paha atas Om Bayu. Benda tersebut bulat, panjang dan besar dengan bagian ujungnya yang membesar bulat berbentuk topi baja tentara. Benda bulat panjang tersebut berdiri tegak menantang ke arahku, panjangnya kurang lebih 20 cm dengan lingkaran sebesar 6 cm bagian batangnya dilingkarin urat yang menonjol berwarna biru, bagian ujung kepalanya membulat besar dengan warna merah kehitam-hitaman mengkilat dan pada bagian tengahnya berlubang dimana terlihat ada cairan pada ujungnya.

Rupanya begitu yang disebut kemaluan laki-laki, tampaknya menyeramkan. Aku menjadi ngeri, sambil menduga-duga, apa yang akan dilakukan Om Bayu terhadapku dengan kemaluannya itu.
Melihat ekspresi mukaku itu, Om Bayu hanya tersenyum-senyum saja dan tangan kirinya memegang batang kemaluannya, sedangkan tangan kanannya mengelus-elus bagian kepala kemaluannya yang kelihatan makin mengkilap saja. Om Bayu kemudian berjalan mendekat ke arahku yang masih telentang lemas di atas tempat tidur. Kemudian Om Bayu menarik kedua kakiku, sehingga menjulur ke lantai sedangkan pantatku berada tepat di tepi tempat tidur. Kedua kakiku dipentangkannya, sehingga kedua pahaku sekarang terbuka lebar. Aku tidak bisa berbuat apa-apa, karena badanku masih terasa lemas. Mataku hanya bisa mengikuti apa yang sedang dilakukan oleh Om Bayu.

Kemudian dia mendekat dan berdiri tepat diantara kedua pahaku yang sudah terbuka lebar itu. Dengan berlutut di lantai di antara kedua pahaku, kemaluannya tepat berhadapan dengan kemaluanku yang telah terpentang itu. Tangan kirinya memegang pinggulku dan tangan kanannya memegang batang kemaluannya. Kemudian Om Bayu menempatkan kepala kemaluannya pada bibir kemaluanku yang belahannya kecil dan masih tertutup rapat.

Kepala kemaluannya yang besar itu mulai digosok-gosokannya sepanjang bibir kemaluanku, sambil ditekannya perlahan-lahan. Suatu perasaan aneh mulai menjalar ke keseluruhan tubuhku, badanku terasa panas dan kemaluanku terasa mulai mengembung. Aku agak menggeliat-geliat kegelian atas perbuatan Om Bayu itu dan rupanya reaksiku itu makin membuat Om Bayu makin terangsang. Dengan mesra Om Bayu memelukku, lalu mengecup bibirku.

“Gimana Rin… nikmat kan…?”, bisik Om Bayu mesra di telingaku, namun aku sudah tak mampu menjawabnya.

Nafasku tinggal satu-satu, aku hanya bisa mengangguk sambil tersipu malu. Aku sudah tidak berdaya diperlakukan begini oleh Om Bayu dan tidak pernah kusangka, karena sehari-hari Om Bayu sangat sopan dan ramah.
Selanjutnya tangan Om Bayu yang satu merangkul pundakku dan yang satu di bawah memegang penisnya sambil digosok-gosokkan ke bibir kemaluanku. Hal ini makin membuatku menjadi lemas ketika merasakan kemaluan yang besar menyentuh bibir kemaluanku. Aku merasa takut tapi kalah dengan nikmatnya permainan Om Bayu, di samping pula ada perasaan bingung yang melanda pikiranku. Kemaluan Om Bayu yang besar itu sudah amat keras dan kakiku makin direnggangkan oleh Om Bayu sambil salah satu dari pahaku diangkat sedikit ke atas.

Aku benar-benar setengah sadar dan pasrah tanpa bisa berbuat apa-apa. Kepala kemaluannya mulai ditekan masuk ke dalam lubang kemaluanku dan dengan sisa tenaga yang ada, aku mencoba mendorong badan Om Bayu untuk menahan masuknya kemaluannya itu, tapi Om Bayu bilang tidak akan dimasukkan semua cuma ditempelkan saja. Saya membiarkan kemaluannya itu ditempelkan di bibir kemaluanku.

Tapi selang tak lama kemudian perlahan-lahan kemaluannya itu ditekan-tekan ke dalam lubang vaginaku, sampai kepala penisnya sedikit masuk ke bibir dan lubang vaginaku. Kemaluanku menjadi sangat basah, dengan sekali dorong kepala penis Om Bayu ini masuk ke dalam lubang vaginaku. Gerakan ini membuatku terkejut karena tidak menyangka Om Bayu akan memasukan penisnya ke dalam kemaluanku seperti apa yang dikatakan olehnya. Sodokan penis Om Bayu ini membuat kemaluanku terasa mengembang dan sedikit sakit. Seluruh kepala penis Om Bayu sudah berada di dalam lubang kemaluanku dan selanjutnya Om Bayu mulai menggerakkan kepala penisnya masuk dan keluar dan selang sesaat aku mulai menjadi biasa lagi.

Perasaan nikmat mulai menjalar ke seluruh tubuhku, terasa ada yang mengganjal dan membuat kemaluanku serasa penuh dan besar. Tanpa sadar dari mulutku keluar suara,

“Ssshh… ssshh… aahh… ooohh… Ooomm… Ooomm… eennaak… eennaak… !”

Aku mulai terlena saking nikmatnya dan pada saat itu, tiba-tiba Om Bayu mendorong penisnya dengan cepat dan kuat, sehingga penisnya menerobos masuk lebih dalam lagi dan merobek selaput daraku dan akupun menjerit karena terasa sakit pada bagian dalam vaginaku oleh penis Om Bayu yang terasa membelah kemaluanku.

“Aadduuhh… saakkiiitt… Ooomm… sttooopp… sttooopp… jaangaan… diterusin”, aku meratap dan kedua tanganku mencoba mendorong badan Om Bayu, tapi sia-sia saja.

Om Bayu mencium bibirku dan tangannya yang lain mengelus-elus buah dadaku untuk menutupi teriakan dan menenangkanku. Tangannya yang lain menahan bahuku sehingga aku tidak dapat berkutik. Badanku hanya bisa menggeliat-geliat dan pantatku kucoba menarik ke atas tempat tidur untuk menghindari tekanan penis Om Bayu ke dalam liang vaginaku. Tapi karena tangan Om Bayu menahan pundakku maka aku tidak dapat menghindari masuknya penis Om Bayu lebih dalam ke liang vaginaku. Rasa sakit masih terasa olehku dan Om Bayu membiarkan penisnya diam saja tanpa bergerak sama sekali untuk membuat kemaluanku terbiasa dengan penisnya yang besar itu.

“Om… kenapa dimasukkan semua… kan… janjinya hanya digosok-gosok saja?”, kataku dengan memelas, tapi Om Bayu tidak bilang apa-apa hanya senyum-senyum saja. Aku merasakan kemaluan Om Bayu itu terasa besar dan mengganjal rasanya memadati seluruh relung-relung di dalam vaginaku. Serasa sampai ke perutku karena panjangnya penis Om Bayu tersebut.

Waktu saya mulai tenang, Om Bayu kemudian mulai memainkan pinggulnya maju mundur sehingga penisnya memompa kemaluanku. Badanku tersentak-sentak dan menggelepar-gelepar, sedang dari mulutku hanya bisa keluar suara,

“Ssshh… ssshh… ooohh… ooohh…”

Dan tiba-tiba perasaan dahsyat melanda keseluruhan tubuhku. Bayangan hitam menutupi seluruh pandanganku. Sesaat kemudian kilatan cahaya serasa berpendar di mataku. Sensasi itu sudah tidak bisa dikendalikan lagi oleh pikiran normalku. Seluruh tubuhku diliputi sensasi yang siap meledak. Buah dadaku terasa mengeras dan puting susuku menegang ketika sensasi itu kian menguat, membuat tubuhku terlonjak-lonjak di atas tempat tidur. Seluruh tubuhku meledak dalam sensasi, jari-jariku menggengam alas tempat tidur erat-erat. Tubuhku bergetar, mengejang, meronta di bawah tekanan tubuh Om Bayu ketika aku mengalami orgasme yang dahsyat. Aku merasakan kenikmatan berdesir dari vaginaku, menghantarkan rasa nikmat ke seluruh tubuhku selama beberapa detik. Terasa tubuhku melayang-layang dan tak lama kemudian terasa terhempas lemas tak berdaya, tergeletak lemah di atas tempat tidur dengan kedua tangan yang terentang dan kedua kaki terkangkang menjulur di lantai.

Melihat keadaanku, Om Bayu makin terangsang. Dengan ganasnya dia mendorong pantatnya menekan pinggulku rapat-rapat sehingga seluruh batang penisnya terbenam dalam kemaluanku. Aku hanya bisa menggeliat lemah karena setiap tekanan yang dilakukannya, terasa clitorisku tertekan dan tergesek-gesek oleh batang penisnya yang besar dan berurat itu. Hal ini menimbulkan kegelian yang tidak terperikan. Hampir sejam lamanya Om Bayu mempermainkanku sesuka hatinya. Dan saat itu pula aku beberapa kali mengalami orgasme. Dan setiap itu terjadi, selama 1 menit aku merasakan vaginaku berdenyut-denyut dan menghisap kuat penis Om Bayu, sampai akhirnya pada suatu saat Om Bayu berbisik dengan sedikit tertahan.

“Ooohh… Riiinn… Riiinnn… aakkuu… maau… keluar!.. Ooohh… aahh… hhmm… ooouuhh!”.

Tiba-tiba Om Bayu bangkit dan mengeluarkan penisnya dari vaginaku. Sedetik kemudian… cret… crett… crett… spermanya berloncatan dan tumpah tepat di atas perutku. Tangannya dengan gerakan sangat cepat mengocok-ngocok batang penisnya seolah ingin mengeluarkan semua spermanya tanpa sisa.

“Aahh…”, Om Bayu mendesis panjang dan kemudian menarik napas lega.

Dibersihkannya sperma yang tumpah di perutku. Setelah itu kami tergolek lemas sambil mengatur napas kami yang masih agak memburu sewaktu mendaki puncak kenikmatan tadi. Dipandanginya wajahku yang masih berpeluh untuk kemudian disekanya. Dikecupnya lembut bibirku dan tersenyum.

“Terima kasih sayang…”, bisik Om Bayu dengan mesra. Dan akhirnya aku yang sudah amat lemas terlelap di pelukan Om Bayu.



Setelah kejadian itu, pada mulanya aku benar-benar merasa gamang. Perasaan-perasaan aneh berkecamuk dalam diriku, walaupun ketika waktu itu, saat aku bangun dari tidurku Om Bayu telah berupaya menenangkanku dengan lembut. Namun entah kenapa, setelah beberapa hari kemudian, kok rasanya aku jadi kepengin lagi. Memang kalau diingat-ingat sebenarnya nikmat juga sih. Jadi sepulang sekolah aku mampir ke rumah Om Bayu, tentu saja aku malu mengatakannya. Aku hanya pura-pura ngobrol kesana kemari, sampai akhirnya Om Bayu menawarkan lagi untuk main-main seperti kemarin dulu, barulah aku menjawabnya dengan mengangguk malu-malu. Begitulah kisah pengalamanku, ketika pertama kalinya aku merasakan kenikmatan hubungan seks.

ADULT FRIENDSTER - The World's Largest Sex Community ~ Join Now! It's totally FREE!